Jangan lupa vote dan komentar!
Dikomen ya sayang biar aku semangat! Divote juga, ini paling penting!
Enjoy
.
.
Tegukan terakhir mengalihkan fokus menuju pintu masuk club. Suasana yang begitu ramai berikut dengan kerlip lampu yang menutupi pandangan membuat pribadi berambut hitam kelam berbalut kemeja hitam dengan dua kancing terbuka di atasnya sedikit menyipit untuk menebak siapa yang baru saja memasuki club. Gelas mininya di goyang-goyangkan menunggu momen, sampai dua detik berikutnya seringaian tipis tercipta sensual pada birainya.
"Satu brandy lagi," titah Jimin pada bartender sebelum tersenyum lebar menyambut kehadiran Jia yang berjalan mendekat ke arahnya.
Gadis itu turut membalas senyum. Dress ketat berwarna hitam berhias manik-manik kecil membuat penampilannya jauh lebih luar biasa dibanding biasanya. Tidak jarang satu sampai dua pasang mata melirik ke arah Jia yang jelas kedua netranya hanya tertuju pada Jimin seorang.
Menyugar rambut bergelombangnya sejenak, Jia mendudukkan bokongnya pada kursi di samping Jimin. "Sudah lama?" tanyanya berbasa-basi.
Jimin menyesap minumannya pelan lalu menggeleng. "Tidak."
Tangan Jimin menggeser satu gelas brandy yang baru saja diberikan bartender kepada Jia. Alisnya diangkat singkat pertanda mempersilahkan Jia untuk ikut minum lalu berkata, "Kau benar-benar berbeda sekarang. Sedang menarik perhatian seseorang?"
Jia terkekeh kecil, menggeleng dan meraih gelasnya berikut diberi goyangan kecil. "Menurutmu?" tanyanya sedikit jumawa.
"Apa dia tampan?"
Jia tersenyum simpul menanggapi.
"Sangat tampan, ya?" tanya Jimin lagi. Ia kembali menyesap minumannya lalu mengangkat gelasnya tinggi dengan tatapan menerawang. "Pasti juga seksi, mempesona dan begitu pintar?"
Kali ini Jia terbahak singkat. Ia meneguk habis minumannya lalu meletakkan gelasnya ke atas meja dengan memberi kode kepada bartender. Barangkali Jia memang ingin banyak minum hari ini. Enam sampai tujuh tegukan, bukankah sudah cukup?
"Kupikir kau memang senang memuji diri sendiri, ya, Park Jimin?" sahut Jia setelahnya.
Jimin mengangguk jumawa. "Tentu. Bukankah cukup merugikan jika aku tidak sombong?"
"Oh, ya?"
"Iya. Kelebihanku banyak. Semuanya luar biasa dan patut disombongkan. Apalagi di depan wanita cantik sepertimu, bukankah aku cukup menarik?" balas Jimin.
"Iya, Sayang, iya."
Tidak ada pilihan lain bagi Jimin untuk menanggapi dengan tawa simpul dan senyum lebar. Pembicaraan seakan berhenti begitu saja saat bartender kembali memberikan minuman Jia. Netra Jimin berpendar menatapi sekitarnya. Sesekali balas mengedipkan mata saat satu sampai dua wanita berbaju seksi berusaha menggodanya dari jauh. Malam ini, club yang biasa didatangi Jimin tidak terlihat ramai seperti biasanya, walau sejujurnya masih sanggup membuat Jimin sesak napas jika terjun ke dance floor. Tidak lama Jimin memanjakan netranya sebelum kembali menatap Jia yang turut serta memperhatikan sekitar dengan birai yang setia tertempel pada ujung gelas.
Tersenyum miring, Jimin mengangguk samar dalam posisinya.
"Tidak masalah kau di sini? Yoongi-Hyung tahu?" tanya Jimin setelah puas menyusun beberapa pemikiran di dalam kepalanya.
Jia melepas gelasnya lalu diletakkan di atas meja. Ia mengendik singkat dengan kedua ujung birai ditarik ke bawah. "Tidak sepertinya. Lagian tidak masalah, dia tidak pernah peduli tentangku," balasnya tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALETTE✔
FanfictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA "Aku tidak senang berbagi, Trisha." "Kau senang, Yoon? Oh tentu! Kau, kan, tidak punya hati! Bajingan sepertimu memang suka melihat orang menderita." Menghindar dari Park Jimin dan terjebak di dalam kukungan Min Yoongi. Mung...