Jangan lupa vote dan komen.
Selamat tahun baruu kalian semua! Semoga tahun ini lebih baik lagi, ya. Semoga pencapaian yang sudah list dari tahun kemarin maupun untuk tahun ini bisa tercapai, ya.
Enjoy.
.
.
Hari ini rintik hujan terlihat ganas ingin menemukan daratan untuk menyatu. Beberapa hembusan angin kencang juga tampak tak segan menerjang pohon-pohon yang berdiri gagah di sepanjang jalan.
Sepertinya semesta memang mengetahui keresahan yang dirasakan oleh seorang gadis yang tengah duduk tidak nyaman pada kursi di depan meja resepsionis. Tangannya memegang erat sisi kertas hingga menciptakan garisan kusut, matanya mengerjap gusar dengan birai bawah yang ikut serta digigit kuat. Berusaha menenangkan diri, pribadi itu menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan sebelum kembali dengan hati-hati membaca surat di tangannya.
"Ini salahku karena tidak bisa membujuk direktur," keluh Haera.
Trisha kembali menghembuskan napasnya. "Tidak masalah, Hae. Tidak masalah."
Tepat seminggu Trisha tinggal di ruang latihannya, agaknya sedikit menimbulkan ketidaknyamanan bagi sang direktur. Tertulis jelas pada kertas yang kini Trisha pegang, surat peneguran kalau Trisha tidak bisa lagi untuk tinggal di agensi serta diberi waktu tiga hari sebagai dispensasi.
Haera menghela napas. "Trisha kali ini jangan keras kepala, ya?" lirih Haera lalu melanjutkan, "Aku akan menyewakan apartemen di depan gedung apartemenku untukmu. Memang kecil, tapi setidaknya cukup untukmu tidur." Sorotnya matanya menegas mengisyaratkan bahwa Trisha tidak punya alasan untuk menolak.
Trisha meringis canggung. Sejujurnya, Trisha benar-benar tidak mau lagi merepotkan Haera. Di masa sulit Trisha beberapa hari silam, Haera benar-benar sudah sangat baik kepada Trisha. Sudah banyak menolong, mengulurkan tangan, dan membuka telinga untuk Trisha. Sulit bagi Trisha untuk menerima lagi dari Haera. Tidak enak dan segan. Takut merepotkan.
Trisha sudah cukup merepotkan banyak orang hingga detik ini hanya karena perkara cinta. Hanya karena masalahnya dengan Jimin. Astaga, mungkin setelah ini Trisha harus menyiram tubuhnya dengan air suci sehingga tidak bisa lagi terjebak dengan kepicikan Jimin.
Ayolah, cuma gara-gara cinta. Ya Tuhan harusnya Trisha sekarang sudah mengubur dirinya hidup-hidup. Sungguh memalukan.
"Tidak usah, Hae. Serius. Aku akan memikirkan cara dalam rentang waktu tiga hari yang diberikan." Trisha menggeleng kuat saat melihat Haera membuka mulut ingin menyanggah. "Kalau kau ingin menolongku, kau hanya perlu berikan informasi kapan direktur akan datang ke sini."
Oh, agaknya Trisha lupa menjelaskan satu hal, agensi yang tempat Trisha bekerja ini terbagi dua gedung. Gedung yang Trisha pijak saat ini khusus untuk para penari dan beberapa trainee yang memang kekurangan ruang di gedung inti. Satu laginya adalah gedung yang diketahui oleh banyak orang, biasanya disebut gedung inti oleh para penari maupun trainee, di sana terdapat kantor CEO, direktur dan lainnya. Berbeda dengan gedung tempat Trisha mengajar yang hanya khusus latihan dan tempat beberapa produser mengolah musik.
"Ingin apa?"
"Meminta maaf kurasa. Aku harus berbicara dengannya mengenai surat ini," jawab Trisha sembari melambaikan kertas yang sudah kusut di tangannya kepada Haera.
Mata Haera terpejam pasrah. Sebagai teman jelas Haera tidak tega membiarkan Trisha kesulitan begini. Demi Tuhan, tidak tega sama sekali. Semua ini jelas kesalahan Jimin. Keras kepala dan keegoisan pria itu benar-benar membuat Trisha kesusahan. Sampai saat ini, Jimin masih enggan memberikan kartu dan sandi apartemen Trisha sebelum Trisha sendiri yang meminta dan mengikuti persyaratan bodoh yang sudah Jimin buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALETTE✔
Fiksi PenggemarFOLLOW DULU SEBELUM BACA "Aku tidak senang berbagi, Trisha." "Kau senang, Yoon? Oh tentu! Kau, kan, tidak punya hati! Bajingan sepertimu memang suka melihat orang menderita." Menghindar dari Park Jimin dan terjebak di dalam kukungan Min Yoongi. Mung...