33. Sebuah Persetujuan

530 75 8
                                    

Jangan lupa vote dan komen!

Telat sehari ya. Jangan lupa dikomen banyak-banyak, ya, sayangku. Divote juga.

Gantengnyaa....

Enjoy

.

.

Desis serta ringisan bergantian mengalun samar. Decak pun tak sungkan hadir saat kapas beralkohol itu mendarat pada bekas luka enam hari yang lalu. Sudah cukup lama, tapi masih terasa ngilu jika diberi alkohol dan plester.

"Masih sakit sekali?"

Yang bersangkutan menoleh ke arah pintu kamar sementara tangannya membuang kasar kapas bekas alkohol pada tempat sampah di bawah kakinya. Ia menghela napas lalu tersenyum simpul. "Tidak terlalu," jawabnya.

Wanita paruh baya itu turut menghela napas, memasuki kamar tamu yang menjelma sebagai kamar putra tunggalnya dengan gelengan maklum. Duduk pada tepi ranjang, mengamati Yoongi yang sedang merapikan peralatan kesehatan yang telah digunakannya. "Tidak pernah sekalipun Ibu melihatmu bertengkar sampai separah ini," aku Nyonya Min.

Darah Yoongi berdesir kala mendengar ucapan ibunya. Tiga hari ini, pertengkarannya dengan Jimin selalu menjadi topik pembicaraan saat ia tengah berdua dengan sang ibu.

"Apa yang membuatmu sampai begitu lepas kendali, Sayang?" tanya ibunya. Suaranya terdengar sangat lembut sampai membuat Yoongi meremang.

Menatap pantulan sang ibu dari cermin di depannya, Yoongi menelan salivanya tenang. Rambutnya disugar pelan, berhati-hati agar ujung jemari tidak menyentuh bekas lebam dan robek pada pelipis.

"Gadisku. Satu-satunya," jawab Yoongi.

Nyonya Min terdiam. Untuk beberapa detik napasnya tercekat setelah mendengar suara sang putra yang begitu berat. Menekankan, menegaskan, dan memberi teritori yang cukup kental. Kerap terkesan tenang dan enggan berkomentar, Nyonya Min tidak bisa dibohongi mengenai sorot Yoongi yang begitu kentara menonjolkan perasaan spesial kepada kekasihnya, terbukti saat Yoongi melayangkan beberapa bogeman mentah kepada Jimin tempo lalu. Teramat menegaskan kepada Jimin dan seisi rumah bahwa gadisnya hanya miliknya. Tidak bisa digantikan apalagi ditinggalkan.

"Yoongi..."

"Ibu..." Yoongi balas menyahut.

Masih enggan memutar tubuh menghadap sang ibu. Yoongi hanya mampu membalas tatapan ibunya melalui pantulan cermin. "Seingatku hingga detik ini aku selalu mengikuti permintaanmu, Bu." Yoongi menahan napas sejenak. Tatapannya lepas dari tatapan sang ibu. Tidak sanggup untuk terus menyorot sorot nanar itu lebih lama. "Apa kali ini aku memiliki setidaknya satu kesempatan untuk menolak permintaanmu, Bu?"

Yoongi dapat melihat ibunya sempat menahan napas beberapa detik sebelum dihembuskan berat. Pertengkarannya dengan Jimin mengenai keputusan gamblang pria itu benar-benar membuat Yoongi hilang kontrol. Gila. Jimin gila. Tidak pernah sekalipun terpikirkan oleh Yoongi kalau permainan yang ditawarkan Jimin akan segila ini. Menjodohkannya dengan gadis yang bahkan Yoongi sendiri hanya bertemu satu kali. Tidak kenal tabiatnya walau desas-desus di luar sana sang gadis dijuluki sebagai malaikat. Entah berapa bogeman mentah yang Yoongi layangkan ataupun ia terima hingga dirinya dan Jimin terkapar tak sanggup berdiri di garasi. Membuat Yoongi mau tidak mau mengambil keputusan untuk menetap di rumah ibunya sampai seluruh lukanya terlihat samar.

Alasannya cuma satu, tidak ingin membuat Trisha khawatir.

"Kamu boleh menolak apapun, Sayang." Ucapan sang ibu membuat kepala Yoongi sontak menoleh. Namun saat sepasang netra mereka berserobok, sang ibu menundukkan kepalanya. "Kecuali yang satu ini."

PALETTE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang