49(Melamar?)

81 14 2
                                    

2 tahun kemudian

12 Oktober 2021, tidak terasa waktu berjalan lebih cepat. Dan besok adalah hari ulang tahun Ara yang ke 22.

Banyak yang terjadi selama dua tahun itu, syukurnya semua itu kejadian baik.

Aska sudah lancar membaca Al-Quran, ia juga sudah pandai melaksanakan solat sendiri. Ah, rasanya tenang sekarang. Mereka bisa nikah kapan saja, kesempatan mereka bisa bersatu semakin dekat.

Aska juga sudah menjadi mualaf secara resmi tiga bulan yang lalu didampingi ayah Danu, tinggal menunggu dokumen-dokumen akta dan yang lainnya keluar karna harus dirubah status agama Aska yang dulunya Kristen menjadi agama Islam.

Hari ini dia baru pulang dari rumah Aska, ia menemui oma Melinda, ibu Aska dan Gracia. Adik Aska ini juga sudah tumbuh menjadi anak yang mentalnya kuat, walau ayahnya di penjara Gracia sama sekali tidak menanyakan keberadaan ayahnya.

Perihal Aska yang berpindah agama, semua keluarganya sudah tau. Walaupun hanya Aska yang ber agama Islam, dia bangga mempunyai keluarga yang menerima apapun keputusannya dan selalu mendukung apapun yang Aska lakukan.

Mereka hidup sebagai keluarga yang saling bertoleransi, orang-orang yang tinggal serumah dengan Aska selalu menghormati Aska yang sedang membaca Al-Quran dengan suara merdu tanpa menganggu nya.

"Bunda..." panggil Ara saat ia memasuki rumah.

"Bun??"

Ara memasuki dapur, namun bundanya tak ada. Jam menunjukkan pukul 4 sore biasanya bundanya sudah pulang dari butik, namun sepertinya dia pulang terlambat malam ini.

"Tumben belum pulang." gumam Ara lalu mengambil sebuah air putih dingin di kulkas, ia menuangkannya ke gelas.

Setelah minum, ia duduk di sofa mengecek ponselnya yang sejak tadi terdapat banyak notifikasi masuk karna Aska yang selalu iseng menyepam.

"Cih, padahal baru tadi ketemu." gumam Ara seraya tersenyum menatap layar ponsel.

Namun tiba-tiba, bell rumah berbunyi berkali-kali.

"Iya bentar!" ucap Ara, dia segera membuka pintu rumah. Tapi tidak ada siapapun, melainkan ada sebuah bunga tulip kuning yang berada diatas keset depan pintu.

Ara mengambil bunga itu, disana tak ada kartu ucapan atau kartu nama pengirimnya. Ara menaikkan kedua bahunya lalu membawa bunga itu ke dalam.

"Dari siapa ya? Ngga ada nama pengirimnya. Selalu aja gini." ucap Ara, dia terus memperhatikan bunga itu kemudian menciumnya.

"Hmmmm harum." gumamnya.

"Apa Aska?"

"Aku telfon aja kali ya."

Ara menelfon Aska.

[Hallo ra kenapa? Kamu ngga papa kan?]

"Aku ngga papa kok, aku mau nanya. Kamu ngirim bunga tulip kuning ke rumahku?"

[Engga, emang ada yang ngirim bunga itu lagi ke kamu?]

"Iya, udah banyak banget bunganya."

[Yaudah taruh aja di vas bunga dikamar kamu, pasti udah layu deh.]

"Em oke deh, bener kamu ngga marah?"

[Ngga lah ngapain marah? Itu kan pemberian orang, kamu harus menghargai jangan di buang kasian. Bunga itu ngga salah, kalo kamu ngga mau simpen di kamar kamu dulu nanti kalo aku kesana aku ambil aja buat oma.]

"Hm iya deh buat aku aja, jangan lupa mandi. Bye. Assalamualaikum."

[Walaikumsalam.]

Setelah mematikan sambungan telfonnya, dia membawa bunga itu ke kamarnya.

Diary ASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang