#Bratama High School
Bagai mendapat durian runtuh, Pagi itu semua murid kelas MIPA 2 tampak berseri. Seharusnya pagi ini mereka ada Ulangan harian, tapi mendadak guru mereka tidak bisa datang.
Tidak ada ulangan harian, jam kosong pula. Kenikmatan mana yang bisa mereka dustakan. Meski diberikan tugas sebagai ganti, tapi itu bukan masalah.
Tanpa membutuhkan waktu lama sudah mereka kerjakan. Jadilah sekarang mereka bebas melakukan hal yang mereka mau sesuka hati asal tidak mengganggu kenyamanan kelas lain.
Salah satunya Arrasya. Dia berada di pojokan kelas dengan sangat serius menatap orang dihadapannya. Jangan tinggalkan satu orang lagi dalam lingkaran meja itu.
Erick, tentu dia. Erick acuh tak acuh ikut mendengarkan sembari memainkan game ditangannya. Berbeda dengan Arrasya yang mendengarkan dengan seksama informasi yang diberikan sumber terpercayanya.
Semakin lama nada bicara Altha yang semakin pelan, itu menjadi tanda bahwa informasi yang dibawanya semakin panas dan sangat akurat.
Namun, bukan Altha kalau tidak jahil. Altha sengaja menjeda ceritanya cukup lama sedangkan Arrasya sangat serius mendengarkannya.
"Terus terus, gimana?" Tanya Arrasya sangat penasaran menunggu kelanjutan cerita dari Altha.
"Bilang dulu Abang Altha baik Abang Altha ganteng gitu." Goda Altha merusak keseriusan suasana itu.
"Gue balik ya nih meja." Ucap Arrasya setengah kesal sembari memegangi meja didepannya tetapi segera ditahan oleh Altha.
"Ah ilah canda gitu doang emosi cepet tua lu nanti." Kata Altha melepaskan tangan Arrasya dari mejanya.
"Makanya jangan setengah setengah kalo cerita." Kesal Arrasya.
"Jadi lanjut nggak nih?" Tawar Altha melihat wajah Arrasya seketika berseri. "Iya dong."
"Abang lu-" perkataan Altha itu terpaksa dipotong karena panggilan dari Erick.
"Ar ini jatah lu kumpulin tugas kan?" Tanya salah satu teman kelasnya tiba tiba mendatangi tempat Arrasya duduk hingga memutus pembahasan itu.
"Kenapa harus sekarang sihh?!" Desis Arrasya tak suka dalam hati.
"Nah tuh.. pergi sono. Tugas negara noh selesein dulu. Gibah aja nomor satu, giliran beginian kagak mau. Ckckck...." kata Altha mendapat tatapan maut dari Arrasya.
Altha sendiri tidak peduli. Memang, mengganggu Arrasya itu sangat menyenangkan bagi Altha.
Plakk
Tak berhenti pada Arrasya, giliran Erick yang mendapat kejahilan Altha.
"Apasih anying?!" Murka Erick seketika merasakan pukulan di pundaknya. Sekaligus membuat permainan di handphonenya berakhir.
"Bantuin adek bontot lu noh.. kan jatah lu juga." Ujar Altha tanpa sedikitpun merasa berdosa.
"Ya biasa ajalah. Manusiawi dikit." Sewot Erick masih tak terima.
"Dih emang dia manusia? Dia dibandingin sama setan, lebih setanan dia." Tambah Arrasya.
"Bodo. Dah sono kumpulin. Gue mau lanjut tidur." Balas Altha acuh mengusir mereka berdua.
Erick bersama Arrasya pergi dengan perasaan kesal. Tapi mau bagaimana lagi, mereka harus mengantarkan tugas mereka ke ruang guru.
Jarak kelas ke ruang guru cukup jauh, mereka berdua bahkan harus melewati dua lapangan yaitu lapangan basket dan lapangam voli.
Entah kebetulan atau apa, lapangan basket digunakan oleh siswa kelas dua belas Mipa satu. Kelasnya seorang ketua osis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrasya Brian A.
Humor#NotRomance {RAMPUNG}~{LAGI DIREVISI} Bukan hal mudah bagi Arrasya bisa sampai di titik ini. Begitu banyak hal yang Tuhan uji kepadanya di usia yang masih belia. Dari semua hal yang terjadi, merelakan orang tersayang pergi adalah salah satu hal ters...