Gelap gulita
Semua lampu mati seketika hingga membuat orang orang berbisik-bisik karena kecewa. Arrasya juga berniat ingin protes tapi tiba tiba mulutnya dibekap dari belakang dan dibawa mundur beberapa langkah.
Arrasya sempat berusaha memegang salah satu lengan abangnya namun nihil. Tangannya tidak bisa menjangkau karena kejadian itu teramat cepat dan singkat.
"Hi Brian, are you living happily now?" Bisik orang asing itu tepat ditelinga Arrasya.
Arrasya melebarkan matanya terkejut. Harum manis ditangannya itu terjatuh. Meskipun tidak bisa melihat orang asing itu, tapi Arrasya yakin seratus persen siapa orang itu.
"Just wait for the time, Brian." Bisik orang itu lagi sebelum melepas bekapan tangannya di mulut Arrasya dan berlalu pergi.
Arrasya langsung berbalik, setidaknya ia bisa melihat orang itu. Sayangnya Arrasya lupa jika ini masih gelap gulita.
Tapi setelahnya ada suara Abangnya yang memanggil sehingga mampu mengalihkan perhatiannya.
Arrasya langsung terbangun dari tidurnya. Kejadian malam tadi seakan nyata terulang kembali di alam mimpinya. Sangat nyata sehingga membuat tangan Arrasya gemetar.
Arrasya tampak gelisah. Bahkan tubuhnya bisa mengeluarkan keringat padahal di kamar ini sudah dipasang pendingin ruangan.
'Anak haram'
'Pembawa sial'
Jari jemari Arrasya meremat keras bedcover yang menyelimuti tubuhnya.
"Nggak jangan lagi." Rintih Arrasya sembari menutup mata untuk menghilangkan bayang-bayang itu dari pikirannya.
'Aawass'
'Brakk-'
Nihil. Semakin Arrasya menutup matanya justru bayang-bayang itu semakin jelas. Air mata Arrasya tiba tiba lolos.
"Kakek, Nenek tolongin." Ujar Arrasya lalu berubah menjadi isakan kecil.
Arrasya meringkuk dibawah bedcover tebal miliknya sembari menangis. Arrasya tidak tahu lagi meluapkannya bagaimana. Semua saudaranya berada di balik dinding kamar itu.
Tentu saja Arrasya tidak mau semua orang tau kondisinya sekarang. Arrasya menahan sekuat tenaga tangisnya. Tidak ada yang boleh melihatnya menangis.
Memeluk dirinya sendiri, Arrasya mencoba mengendalikan perasaannya. Tetapi bayangan itu terus muncul.
'Kalo bukan karna lu, semua nggak bakal terjadi.'
Arrasya meremas rambutnya sendiri. Kenapa ingatan ingatan buruk itu terus muncul? Sudah setengah mati Arrasya pendam semua itu. Tapi kenapa lagi lagi itu harus muncul?
"Kakek, Nenek." Kata itu yang hanya bisa Arrasya ucapkan.
Tidak ada yang bisa membantunya tenang kecuali Kakek Galih dan Nenek Imah. Tapi sekarang bagaimana dia bisa tenang?
Album foto. Yah, itu. Benda yang menyimpan segala kenangan kebersamaan Arrasya dengan Kakek Galih dan Nenek Imah.
Arrasya segera bangkit dari tidurnya dan menuju lemari kayu yang berada tepat didekat ranjang yang ia tiduri sekarang.
Tangannya membuka kunci pintu lemari lalu mengeluarkan buku album keluarga miliknya bersama kakek Galih dan Nenek Imah.
Arrasya kemudian duduk dilantai dengan menyandarkan punggungnya ditepi ranjang. Karpet tipis menjadi alas Arrasya dari dinginnya lantai keramik putih kamar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrasya Brian A.
Humor#NotRomance {RAMPUNG}~{LAGI DIREVISI} Bukan hal mudah bagi Arrasya bisa sampai di titik ini. Begitu banyak hal yang Tuhan uji kepadanya di usia yang masih belia. Dari semua hal yang terjadi, merelakan orang tersayang pergi adalah salah satu hal ters...