Pasar Malam

5.3K 586 34
                                    


#Rumah Arrasya

Tidak ada yang mereka lakukan dirumah ini selain bermalas-malasan. Tentu itu tidak berlaku bagi Keenand dan Mahendra. Dua orang itu justru sibuk dengan ipad untuk memantau pekerjaan mereka masing-masing.

Mulut Arrasya terbuka sangat lebar. "Kalo nguap ditutup, nggak takut kemasukan singa." Tegur Dewa yang ada di samping Arrasya.

Tenang tenang, Arrasya dan Dewa sudah berdamai. Hewan bernama kucing itu sudah dimasukkan ke kandang dan juga sudah dipastikan jauh dari Dewa.

"Yakali kemasukan singa. Kerasukan dong." Kata Arrasya kembali menatap pertandingan PS antara Reyhand, Mahesa, dan Bara.

Awalnya sih seru tapi lama kelamaan Arrasya bosan. Mata Arrasya beralih menatap ke arah jam dinding, padahal masih jam tujuh malam dirinya sudah mengantuk.

"Arsy bosen." Ujar Arrasya lesu.

"Terus kamu mau apa?" Tanya Reyhand yang fokus menatap permainan di depannya.

Arrasya yang ditanyai itu langsung bangkit dari tidurnya dengan semangat. "Arsy denger, di kampung sebelah ada pasar malem..-"

Belum sempat melanjutkan, Keenand yang sedari tadi diam langsung menyela. "Nggak boleh."

Pundak Arrasya meluruh, ini yang Arrasya tak suka dari Keenand. Keenand itu suka melarang, walau Arrasya tau itu demi kebaikannya sendiri namun terkadang berlebihan menurutnya.

Reyhand menatap prihatin Arrasya. Reyhand tau perasaan Arrasya, toh dia juga mengalaminya dulu. Mau bagaimana lagi, sifat overprotektif itu menjadi sifat Keenand yang mendarah daging.

"Kita kesana sebentar kayaknya nggak apa apa deh Bang. Cuma lihat lihat aja terus pulang." Kata Reyhand mencoba melakukan negosiasi dengan Keenand.

Arrasya yang mendengarnya lebih memilih diam saja dan kembali menata bantalnya agar nyaman sebelum ia tiduri sebab tahu yang Reyhand lakukan akan sia-sia.

Keenand tetaplah Keenand yang selalu memegang teguh keputusannya. Tidak ada yang bisa membantah keputusannya.

"Kayaknya bukan ide buruk kita kesana. Kita bahkan belum pernah kesana sama sama." Sahut Mahesa tapi dirinya membelakangi Keenand karena masih melanjutkan permainannya.

"Dewa juga setuju. Nggak ada salahnya." Dewa juga ikut berbicara.

"Bara juga."

Keenand kini tengah menimang. Pasar malam pasti ramai sementara ia tidak tahu disana aman atau tidak. Cukup sulit menjamin keselamatan mereka satu persatu tapi sebenarnya itu masih bisa diatasi mengingat ia memiliki banyak penjaga.

Keenand beralih menatap Mahendra. Mahendra menganggukkan kepalanya. "Kita kesana sebentar nggak apa apa. Sekali-kali kita coba."

Okey, enam lawan satu. Keenand menghembuskan nafasnya berat. Sulit mengambil keputusan sebenarnya, tapi melihat Arrasya seperti itu Keenand juga mulai goyah.

Namun, tak lama...

"Oke, kita kesana. Tapi dengan syarat, di sana kita tidak boleh berpencar dan harus menjaga satu sama lain. Selain itu, Abang nggak suka kalian jajan sembarangan. Kita disana hanya melihat lihat sebentar lalu pulang." Kata Keenand tegas.

"Tiga puluh menit lagi kita berangkat. Kalian siap-siap sekarang. Telat satu menit artinya batal." Imbuh Keenand lalu kembali menatap ipad di tangannya.

Semua orang tersenyum dalam diam. Tidak ada yang berani langsung menunjukkannya.

Arrasya masih tetap tidur sembari menatap permainan itu meskipun ia juga ingin berteriak sekarang. Pertama dalam kamus besar Keenand bahwa ia juga bisa goyah dengan keputusannya.

Arrasya Brian A.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang