Sadar

4.2K 505 45
                                    


                 Angin semilir menerpa wajah putih remaja berusia empat belas tahun itu. Birunya air laut sangat memanjakan matanya. Meskipun di sini tengah hari, Remaja itu sama sekali tak merasakan sinar matahari menyengat kulit putihnya.

Rasa sakit, lapar, haus itu semua tidak bisa ia rasakan. Yang ada hanyalah ketenangan.

Remaja itu sendiri tak tau tempat apa yang ia injak saat ini. Tapi ia juga tak mau meninggalkan tempat ini karena disini ia sama sekali tak merasakan sakit ditubuhnya dan Nyaman.

 Arrasya hanya diam berdiri melihat pemandangan didepannya. Tak ada niatan untuk pergi ataupun mengalihkan pandangannya.

"Maafin gue Bri." Ucap seorang anak kecil yang tiba tiba berada di sebelahmya.

"Bang Gilang." Gumam Arrasya memandang anak kecil yang tiba tiba ada di dekatnya

Arrasya memutar sedikit tubuhnya hingga bisa berhadapan langsung dengan anak kecil itu. Sama-sama menggunakan pakaian serba putih, wajah anak kecil itu sama sekali tidak berubah.

"Nggak seharusnya gue jadiin elu pelampiasan dari sakit hati gue." Ucap Gilang.

"Gue salah, gue minta maaf. Terlalu banyak hal buruk yang gue lakuin ke elu." Sambungnya.

Arrasya terdiam. Seharusnya dia marahkan? Tapi kenapa tidak ada satu pun kata yang bisa ia keluarkan. Ketika matanya langsung bertatapan dengan mata itu, tiba-tiba saja hatinya menjadi lega.

"Gue bodoh jadiin elu pelampiasan karena hidup elu yang jauh lebih baik daripada gue. Elu sama sekali nggak salah, gue yang salah. Sampai hari itu pun, gue yang salah." Kata Gilang mengakui segala kesalahannya.

Gilang tiba tiba bersimpuh dihadapan Arrasya. "Sekalipun gue harus sujud di kaki lu selama seribu kali, gue bakal lakuin. Asal elu maafin gue." Ujarnya.

"Gak perlu kayak gini Bang, Ayo berdiri." Balas Arrasya sembari menyentuh lengan Gilang agar kembali berdiri.

"Gue nggak tahu hati elu terbuat dari apa sebenarnya. Semudah itu elu maafin orang brengsek kayak gue yang udah hancurin masa kecil Lu." Heran Gilang.

Arrasya juga bingung, dihatinya tidak ada kebencian sama sekali dengan orang dihadapannya itu.

"Maafin diri elu sendiri, semudah elu maafin orang brengsek kayak gue." Ucap Gilang tiba tiba membuat Arrasya langsung tersadar.

Dari semua hal yang membuatnya sakit, semua yang menghancurkan dirinya, semua itu bisa ia maafkan. Tapi kenapa dirinya sendiri tidak bisa ia maafkan?

"Gue udah tenang di sini, Bri. Nggak perlu elu ingat-ingat masa lalu yang buat elu tambah sakit. Semua yang terjadi itu bukan salah elu. Semua udah diatur Tuhan, atau elu salahin gue aja."

"Kesalahan yang dilakui Abang gue, itu juga salah gue. Gue ngerenggut semua kebahagian yang elu punya. Jadi, jangan pernah merasa bersalah lagi atas kematian gue." Imbuh Gilang.

"Bang-" ucapan Arrasya langsung dipotong oleh Gilang.

"Gue bersyukur dikasih kesempatan minta maaf langsung sama elu. Gue juga berterima kasih sama elu. Gue tau elu orang yang kuat."

"Sekarang ada keluarga elu yang ada dibelakang elu, ngedukung elu, dan ngelindungin elu. Pasti keluarga elu sedih kalau harus lihat elu kayak enam tahun yang lalu. Ingat selalu kalo elu punya mereka, Bri." Kata Gilang.

"Bri-" kedua mata Gilang menatap tepat mata Arrasya yang sedari tadi memandangnya berbicara.

"Yang perlu lu inget, gue udah bahagia ditempat yang seharusnya. Jadi gue harap elu juga selalu bahagia Bri. Cukup inget gue sebagai kakak kelas lu yang brengsek. Jangan inget yang lain. Gue mau elu bahagia."

Arrasya Brian A.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang