Gue emang bisa hidup tanpa lo, tapi gue gak akan pernah mau hidup tanpa lo.
- Langit Aditya D.
____________________Andin dan Bian tidak berhasil membuat Cahaya bercerita, gadis itu masih tutup mulut. Meskipun begitu, Andin dan Bian tahu bahwa semua ini pasti ada kaitannya dengan Langit.
Bagaimana mereka tahu? Kalian ingat? Cahaya sempat menyebut nama Langit tadi. Karena itulah sepulang dari rumah Cahaya, mereka berniat akan mampir ke apartemen Langit untuk menanyakan apa yang sudah terjadi antara Langit dan Cahaya hingga membuat Cahaya galau.
Namun, saat sampai di sana tak ada yang membuka pintu, bahkan Langit tak mengangkat telepon dari Bian, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Namun, mereka tak sengaja bertemu dengan Papahnya Langit di parkiran.
Dari Dirgantara mereka mendapatkan info bahwa Langit dirawat di rumah sakit. Mereka langsung menelepon Cahaya, gadis itu langsung memutuskan untuk menjenguk Langit ke rumah sakit.
Bian dan Andin menunggu Cahaya di parkiran rumah sakit. Setelah Cahaya datang, mereka langsung masuk dan mencari ruangan Langit. Saat di lorong rumah sakit, tak sengaja mereka berpapasan dengan Angel.
"Kalian mau jenguk Langit ya?" tanya Angel menyapa.
Mereka kompak mengangguk, entah apa yang terjadi dengan hatinya, tiba-tiba Cahaya merasa ... akh entahlah, perasaannya jadi campur aduk. Padahal tak ada yang menyulut amarnya di sini, tetapi dia merasa kesal, bahkan Angel saja terlihat biasa saja, tidak terlihat ingin mencari masalah.
"Oh, gue juga barusan dari sana. Ya udah gue duluan, ya," jawab Angel lalu kembali berjalan.
"Tumben tu anak gak nyari masalah," bisik Andin seraya mentap punggung Angel yang semakin menjauh.
Bian hanya nengidikan bahu tak tahu, Cahaya juga hanya menggelengkan kepalanya, lalu mereka kembali melanjutkan berjalan ke ruangan Langit.
Bian masuk duluan, lalu Andin dan disusul oleh Cahaya. "Cahaya," sapa Langit, padahal Bian dan Andin yang duluan masuk, tetapi malah Cahaya yang duluan disapa.
Cahaya hanya tersenyum simpul sebagai jawaban. "Cuman Cahaya doang nih yang disapa?" sindir Bian.
"Langit kalau udah ketemu Cahaya bumi serasa milik berdua, kita mah alien!" sahut Andin.
Bukannya tersindir atau tersinggung, Langit malah tertawa.
"Ekh kok kalian bisa tau gue di rumah sakit?" tanya Langit dengan alis berkerut.
"Kita tau dari bokap lo. Tadi gue ke apart lo, tapi gak ada malah ketemu sama Om Dirga."
"Lah emang kalian mau ngapain ke apart gue?" tanya Langit.
"Nah, jadi keinget lagi 'kan. Jadi gini Lang, gue mau nanya sama lo apa yang udah lo lakuin ke Cahaya sampai Cahaya galau?" tanya Bian.
"Ikh apaan sih, kenapa bawa-bawa aku?" tanya Cahaya protes seraya membelalakan matanya. Gadis itu yakin dia tidak memberikan clue apapun tentang dirinya yang tiba-tiba galau.
"Ekh, emang bener, lo galau gara-gara si Langit, 'kan?" sahut Bian.
"Enggak," jawab Cahaya seraya menundukan kepalanya karena malu.
Salah satu kelemahan Cahaya adalah, saat dirinya berbohong dia tidak berani menatap mata lawan bicaranya. Orang-orang yang sudah lama berteman dengan Cahaya pasti tahu mana Cahaya yang sedang berbohong atau berkata jujur, jangankan orang yang sudah berteman lama, baru bertemu saja mungkin bisa tahu.
Sedangkan Langit diam-diam malah tersenyum, dia jelas tahu bahwa Cahaya sedang berbohong, tetapi Langit juga bingung, karena seingatnya dia tidak melakukan apapun terhadap Cahaya.
"Kemaren lusa lo ada ke rumah makan Nusantara gak? Soalnya dia galau pas abis dari sana, bahkan dia gak jadi masuk," sahut Andin.
Langit semakin melabarkan senyumnya, kini dia tahu apa yang membuat Cahaya galau, tetapi meskipun begitu Langit malah bahagia, itu berarti Cahaya cemburu melihat Langit dengan Angel, dan kalau Cahaya cemburu itu artinya Cahaya sudah cinta bukan?
Remaja yang tengah duduk di atas kasur rumah sakit itu masih senyam-senyum misterius, lalu dia berdehem. "Eum, iya deh kayaknya, gue kan emang hampir tiap hari ke sana," jawab Langit.
Bian menyipitkan mata melihat Langit yang senyam-senyum misterius seperti itu, dia juga melihat gestur Langit seperti menunjukan bahwa dia tahu sesuatu.
"Din, ke kantin yok!" ajak Bian. Untung saja Bian itu tipe cowok yang gampang peka, meskipun ya kadang-kadang sih, dari gerak-gerik Langit saja dia sudah tahu bahwa ada sesuatu yang ingin Langit bicarakan dengan Cahaya saja, alias berdua.
"Ngapain?" tanya Andin.
"Jajan lah! Masa mandi. Ayok, buruan, biarin mereka berdua," jawab Bian.
Berbeda dengan Andin, si cewek gak peka, padahal biasanya yang lebih peka itu cewek. Setelah mendengar jawaban Bian, Andin baru paham mengapa Bian mengajaknya ke kantin, gadis dengan rambut di kuncir kuda itu tersenyum misterius seraya mengangguk. "Bilang dong dari tadi. Cahaya, Langit, kita ke kantin dulu ya, baik-baik kalian, papay."
"Iya, udah buruan sana, yang lama aja gapapa," usir Langit seraya senyam-senyum gak jelas.
"Heh! Ketahuan banget ya lo pengen berduaan sama Cahaya," sahut Andin.
Langit hanya tertawa saja, lalu setelah itu Andin dan Bian pergi ke luar, dan kini hanya ada Langit dan Cahaya.
Cahaya tersenyum canggung, "eum ini buat kamu," ujar Cahaya seraya menunjukan parsel buah-buahan yang kemudian dia simpan di atas nakas.
"Makasih, padahal kehadiran lo aja udah cukup," jawab Langit.
"Ekh, sini duduk-duduk," ujar Langit mempersilahkan Cahaya duduk saat melihat gadis yang sedang dia cintai itu hanya berdiri mematung.
Gadis itu mengangguk lalu duduk di kursi yang ada di sebelah kasur yang Langit duduki.
"Jadi? Kenapa galau?" tanya Langit, meskipun dia sudah tahu jawabannya, tetapi dia ingin jawaban langsung dari Cahaya.
"Enggak, aku gak kenapa-napa," jawab Cahaya.
"Jangan bohong, gue bisa baca pikiran orang loh," sahut Langit. Cahaya hanya geleng-geleng kepala, seolah tak percaya dengan ucapan Langit.
"Lo gak percaya?" tanya Langit, Cahaya mengangguk sebagai jawaban.
"Gue tahu, lo galau karena gue 'kan? Maaf ya Cahaya, gue gak bermaksud bikin lo galau, dan yang lo lihat waktu itu sebenernya gak seperti yang lo bayangin, gue sama Angel gak ada hubungan apa-apa, waktu itu juga gue sama Angel ketemunya gak sengaja," jelas Langit panjang lebar.
Mendengar penjelasan Langit, Cahaya semakin gugup di tempatnya, dia bingung harus berkata apa, dia juga malu, Langit tersenyum simpul lalu dia mengangkat dagu Cahaya agar bisa menatap matanya.
"Lo masih tetap jadi ratu di hati gue, lo masih tetap jadi orang yang paling gue cintai, gak ada orang yang bisa gantiin posisi lo Cahaya," ujar Langit tulus. Cahaya membisu, dia menatap mata Langit yang penuh dengan ketulusan, jantungnya semakin berdegup tak karuan, lalu sebuah kecupan mendarat di kening Cahaya.
Bibir langit mendarat sempurna di kening Cahaya, rasanya jantung Cahaya seperti ingin meledak karena sudah tak kuat lagi untuk berdegup kencang, rasanya Cahaya ingin pingsan saja.
Cahaya tak kuat, dia tak cukup kuat untuk merasakan gejolak perasaan aneh ini.
"Gue emang bisa hidup tanpa lo, tapi gue gak akan pernah mau hidup tanpa lo," bisik Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit [COMPLETED ✔]
Fiksi Remaja[Follow akun aku kalau mau] Langit Aditya Dirgantara, lelaki misterius yang irit bicara, masalalu yang kurang menyenangkan membuatnya menarik diri dari semua orang. Di tengah gelapnya hidup Langit, Tuhan memberikan malaikat tak bersayap untuk menyin...