Part 13

385 29 0
                                    

Papah ... Bunda
Langit rindu kehangatan
Langit rindu kebersamaan
Langit rindu kasih sayang dari kalian

Pah ... Bun
Langit kedinginan
Langit kesepian
Langit sendirian

Di sini,
Langit butuh pelukan,
Langit butuh kehangatan
Langit butuh kasih sayang

Papah, Bunda, Adek, Langit rindu kalian.

- Langit Aditya D.

____________________

Setelah Angel pergi, Andin langsung membawa Cahaya ke dalam toilet, dia membersihkan baju Cahaya yang kotor, kemudian Andin meminjamkan jaketnya pada Cahaya.

"Cahaya lo gapapa?" tanya Bian saat Cahaya keluar dari toilet dengan Andin.

"Gapapa," jawab Cahaya.

"Serius? Atau lo mau gue anterin pulang aja?" tanya Bian.

"Enggak kok, gak usah Bi," jawab Cahaya.

"Bener?"

"Iya, yaudah aku ke kelas dulu."

Bian hanya mengangguk sebagai jawaban, lalu dia mengirimkan pesan pada Langit. Tadi Bian menelepon Langit memberitahu lelaki itu bahwa Cahaya dilabrak oleh Angel, karena Langit tidak bisa datang ke sekolah, dia menyuruh Bian untuk memastikan bahwa Cahaya baik-baik saja.

Di lain tempat, Langit menggeram kesal, kenapa dia tidak ada saat Cahaya dalam bahaya? Dan kenapa Angel melakukan hal itu pada Cahaya?

Meski sudah mendapatkan pesan dari Bian bahwa Cahaya baik-baik saja, rasanya Langit tidak bisa tenang sebelum dia bertemu langsung dengan Cahaya.

Saat dia berdiri akan menemui Cahaya, tiba-tiba rasa sakit serta mual itu kembali datang menyerang. Dia langsung bergegas ke toilet untuk memuntahkan isi perutnya.

Tangannya berpegangan pada wastafel dengan wajah yang sudah memerah. Tubuhnya terasa letih tak berdaya.

"Lo kuat Langit, lo kuat," ujarnya parau dengan napas yang masih terengah-engah. Ia terduduk dengan tangan yang masih memegangi perutnya. Langit menyandarkan kepalanya pada dinding toilet.

Pandangan Langit mulai kabur, semuanya terlihat putih di mata Langit, lalu perlahan semuanya menggelap. Langit pingsan dalam toilet. Sendirian.

Di tempat lain, sang ayah tengah makan siang bersama Bumi dan Maria, mereka tertawa bahagia layaknya sebuah keluarga. Mereka benar-benar keluarga yang sempurna.

Tanpa Dirgantara ketahui, di tempat lain anaknya tengah berada dalam persimpangan antara hidup dan mati. Berusaha berjuang melawan penyakitnya yang semakin hari semakin parah.

Empat jam berlalu, kesadaran Langit perlahan-lahan mulai kembali, dia mengerjapkan matanya beberapa kali, ternyata dia masih berada dalam kamar mandi.

Langit membenarkan duduknya. Dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Namun, pusing yang Langit rasa tidak sebanding dengan sakit hatinya. Dari pingsan sampai siuman, dia masih tetap sendirian. Dan, ya, itu cukup menyakitkan, dia masih punya keluarga, tetapi hidupnya seperti sebatang kara.

Ketahuilah sendirian tidak selalu menyenangkan, ada kalanya Langit juga membutuhkan kehangatan, sekuat apapun dia, Langit tetaplah manusia biasa. Langit memang menyukai kesunyian, tetapi dia tidak menyukai kesepian, Langit memang tidak mencintai keramaian, tetapi dia mencintai kebersamaan.

Dia butuh pelukan. Entah dari ayah, bunda, ataupun keluarga.

Saat semuanya sudah terasa lebih baik, saat Langit merasa dirinya sudah kuat untuk berjalan, dia berdiri dan berjalan pelan menuju tempat tidurnya. Saat membuka pintu toilet, Langit melihat Choco yang tengah duduk memandangi pintu toilet. Rupanya Choco menunggu sang majikan keluar.

Langit [COMPLETED ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang