Part 24

333 25 0
                                    

Ketika kamu terlalu sibuk memperhatikan hal-hal kecil, maka kamu akan kehilangan hal besar, begitu juga sebaliknya, jika kamu terlalu sibuk mencari hal besar, kamu tidak akan melihat hal kecil yang sebenarnya berarti.

- Langit Aditya D.
_______________________

Rupanya yang memanggil Langit adalah Maria, ibu sambungnya.

"Ekh, Bu," sapa Langit lalu dia menciun punggung tangan Maria.

"Kok kamu bisa ada di sini?" tanya Maria.

"Itu, Langit dari rumah temen," jawab Langit.

"Ya udah, Bu, Langit pulang dulu udah mau maghrib," lanjut Langit lalu dia kembali mencium punggung tangan Maria sebelum menaiki motor sportnya.

"Langit, kamu gak mau mampir dulu? Lagian 'kan rumah kamu di sini," ujar Maria berusaha mencegah kepergian Langit, tetapi anak sambungnya itu malah menolak dengan alasan ada tugas sekolah.

Maria yang melihat Langit pergi menatap punggung Langit yang semakin lama semakin mengecil lalu menghilang. Wanita paruh baya itu terdiam, bergelut dengan pikirannya. Dia masih kepikiran dengan pertengkaran Langit dengan suaminya waktu itu.

Mungkinkah Langit tidak mau mampir bukan karena ada tugas sekolah melainkan tidak ingin bertemu dengan ayahnya? Ataukah karena Langit tidak menyukai kehadiran dirinya? Bagaimanapun juga lelaki itu pasti menganggap Maria adalah penghancur keluarga Langit.

Meskipun Langit hanya anak sambung, tetapi Maria tidak menganggapnya begitu, dia menganggap Langit seperti anaknya sendiri. Bahkan sepertinya, jika Langit tinggal bersama, Maria akan lebih mengutamakan Langit daripada Bumi, agar Langit tidak merasa bahwa dirinya dipilih kasihkan.

Bagi Maria, mempunyai anak sambung itu gampang-gampang susah, apalagi yang sudah remaja seperti Langit. Maria berusaha membuat Langit nyaman dengan kehadirannya, tetapi tak jarang Maria merasa segan dengan Langit. Apalagi setelah mereka pisah rumah seperti ini, Maria semakin merasa segan.

Tidak jauh dari perasaan Maria, Langit juga merasakan hal yang sama, meskipun Langit tidak menganggap Maria ibu sambung, tetap saja rasa segan itu selalu datang. Meskipun Langit sebenarnya menginginkan kasih sayang seorang ibu.

Malam ini, Langit kembali manggung di cafe Harry. Setelah shalat maghrib dan membaca ayat suci al-qur'an, meskipun hanya beberapa ayat, Langit langsung menuju ke sana. Saat Langit tiba, teman-teman yang lain sudah sampai lebih dulu seperti biasanya.

Malam ini mereka membawakan beberapa lagu romantis, lagu-lagu cinta yang cocok didengarkan bersama dengan pasangan.

Saat sudah selesai manggung, Langit tidak langsung pulang, dia mengobrol dulu dengan Harry. Langit ingin memastikan sesuatu pada lelaki itu.

"Bang, ada yang mau gua tanyain sama lo," sahut Langit. Harry menaikan sebelah alisnya seolah bertanya apa?

"Tante yang tadi siang, itu tante Ratih bukan sih? Perasaan beda deh," tanya Langit.

Sejak tadi Langit kepikiran hal itu, karena dia rasa tidak mungkin kalau Harry adalah kembarannya. Langit pernah bertemu dengan ibu Harry, tetapi seingatnya ibu Harry bukanlah ibunya.

Bukannya menjawab, Harry malah terkekeh, lalu wajahnya berubah menjadi serius.

"Nyokap gue udah gak ada saat gue kelas dua SMA, terus saat kelas tiga SMA, bokap gua nikah lagi, jadi yang tadi itu ibu sambung gue," jawab Harry.

Langit terdiam, sungguh Langit baru tahu bahwa ibunya Harry sudah wafat. Berarti kalau begitu, Harry dan Langit hanya saudara tiri?

"Innalilahi, gua baru tahu, Bang. Sorry."

Langit [COMPLETED ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang