♥Happy Reading♥
°°°°°°°"Jinna, Kau jaga rumah ya. Aku akan pergi mengurus pendaftaran di sekolah barumu," ucap jungkook sudah rapi bersiap pergi keluar.
"Di sekolah mana? Kau jadi memasukkanku ke sekolah yang sama dengan Jungwon 'kan?" antusias Jinna.
"Apa kau ingin sekali satu sekolah bersama nya?" goda Jungkook sambil mencubit pelan pipi chubby adiknya.
Jinna tersenyum menampakkan gigi rapinya. "Tentu saja, sudah lama aku tak melihatnya. Aku sangat merindukannya sekarang."
"Lihat. Adikku sudah dewasa rupanya. Kau mulai bertingkah seakan kau sudah cukup umur untuk menjalani hubungan asmara bersama seseorang."
"Bukan begitu, Jungwon adalah sahabatku sejak kita masih kecil. Sebelumnya kami selalu bersama. Setelah itu kami berpisah selama tiga tahun. Apakah alasan itu kurang jelas?"
Jungkook tersenyum sambil menghelai lembut surai panjang sang adik. "Baiklah aku tahu, kau tenang saja. Kau hanya perlu fokus belajar nanti."
"Baiklah, Oppa. Aku percaya padamu. Terima kasih banyak, aku menyayangimu," ucap Jinna memeluk erat Jungkook. Ia sangat menyayangi saudaranya itu karena hanya Jungkook lah yang Ia miliki di dunia ini sekarang. Begitu sebaliknya, Jungkook sangat menyayangi Jinna karena hanya Jinna tujuan hidupnya. Ia tak ingin melihat adiknya kesulitan dan merasa sedih. Apapun yang terjadi, Jungkook berusaha keras membahagiakan peri kecil yang tengah nyaman berada dipelukannya sekarang.
"Aku juga menyayangimu, Jinna," jawab Jungkook membalas pelukan Jinna, sambil menghelai surai peri nya.
"Baiklah, kau jaga rumah. Aku pergi sekarang," pamit Jungkook lalu meninggalkan ruang keluarga.
"Siap, Oppa. Hati hati di jalan," Jinna melambai kearah Jungkook yang berjalan keluar meninggalkannya.
°°°°°°°
Jungwon tengah duduk dimeja belajarnya sekarang. Tentu saja Ia sibuk menyelesaikan tugas yang akan dikumpulkan dua hari lagi. Ia memilih menyibukkan diri dengan belajar ketimbang istirahat, karena seluruh badannya sakit jika terlalu lama pada posisi tidur. Luka bekas cambuk pemberian Jake semalam belum mengering, bahkan sangat perih saat tergores serat baju yang Ia kenakan.
Ditengah kesibukannya, Ia teringat kejadian dimana Ia melihat sisi rapuh Jake yang tak dapat menetralkan amarahnya. Ia tahu perlakuan Jake itu tidak sewajarnya, namun Jungwon memahami jika kelakuannya adalah sedikit dari perasaan terpukul atas kenangan Daniel yang berhasil Ia lampiaskan.
Jungwon tersenyum getir kala mengingat kata yang Jake lontarkan terhadapnya, 'pembunuh'. "Seburuk itukah diriku dimata kalian?" lirih Jungwon dengan hatinya yang terasa tersayat. Sebenci itukah Hyung nya sampai tega mengucap kata yang selama ini berusaha Jungwon hapus dari ingatnya.
Jungwon tak tahu sampai kapan harus menerima berbagai luka yang sulit disembuhkan. Hatinya tak mampu lagi membendung sakit yang terlanjur tergores akibat setiap tindak laku terhadap saudaranya. Apapun yang Ia katakan dan perbuat, akan selalu hina dimata saudaranya. Bahkan hanya satu kata maaf akan dianggap ketidak adilan atas Daniel oleh mereka.
Pasrah. Ia harus menerima kenyataan pahit atas kesalah pahaman selama ini. Menerima kata dan perlakuan yang menyakiti batin dan tubuhnya sudah tak dihiraukan lagi. Jungwon terlalu lelah."Apakah aku hanya beban bagi mereka? Apakah aku tak pantas menjadi keluarga mereka? Aku tak tahan, akan lebih baik aku jauh dari mereka. Sangat jauh sampai tanganku tak lagi dapat menggapai mereka," gumam Jungwon lirih. Air mata mengalir begitu saja tanpa seijinnya. Bahkan Ia masih tersenyum pahit. Bukan hanya senyum sedih, tapi juga senyum bahagianya. Bahagia mengingat waktu dimana mereka sempat berbahagia bersama dulu. Ia beruntung memiliki keluarga yang Ia sayangi, meski kasih sayang mereka tak bertahan lama untuk dimiliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Blood •[EN-]•
General Fiction"Tak apa jika para saudaraku membenciku. Harapanku hanya ingin melihat mereka selalu bersama dan bahagia. Meski bahagia mereka dengan ku terluka dan menderita." -"Jungwon"- ➢Akan lebih baik follow akun Author terlebih dahulu✓ ➢Meski cerita sudah le...