part 2~Luka lama~

6.2K 399 14
                                    


Diriku turut larut dalam lukamu. Matamu memberitahu akan sirat bencimu. Ketidakpedulianmu menyadarkanku akan posisiku. Yang hanya mengingatkanmu akan kelamnya masa lalu.
~alukaalkenzia~

•••

Aluka POV


Cerk...pyarrrrr

Suara benda kaca pecah menyapu pendengaranku ketika memasuki pekarangan rumah mewah. Segera mungkin kakiku melangkah memasuki pintu utama yang terbuka lebar.

" Papaa?!" Teriakku kaget ketika melihat serpihan botol pecah berserakan dimana mana.

" Apa yang Papa lakukan?" Tanyaku sambil hendak memapahnya karena tergeletak mengenaskan di lantai yang dingin.

" Jj...ja...ngan sentuh s...say...ya!!" Lirihnya sembari memalingkan muka ke samping enggan menatapku.

"Paa, minum lagi? Berapa kali Alu bilang jangan minum paa! Papa nggak mikirin kesehatan ya?"

"Sstt... Peduli apa kamu sama kesehatan saya ha?!"

"Aku peduli sama Papa. Aku sayang sama Papa. Aku nggak mau Papa kenapa napa." Sebutir cairan bening menetes dari pelupuk mataku.

"Haha... Anak yang selalu tidak saya inginkan malah peduli sama saya?" Ucapnya dengan tawa hambar sirat akan kepedihan.

"Jangan kayak gini Pa! Alu mohon sama Papa berhenti nyakitin diri Papa kayak gini."

Sudah tak terhitung berapa butir air mataku berhasil lolos membasahi pipiku.

"Alu tahu Papa kayak gini karena Mama kan?! Alu tahu Papa sakit hati sama Mama tapi Papa nggak bisa nyakitin Mama, sampai akhirnya Papa nyakitin diri Papa sendiri kayak gini?!"

"Cukup! Kamu tidak tahu apa apa. Jadi tutup mulutmu itu!" Sentaknya dengan emosi yang tertahan.

"Justru itu Pa, Alu nggak tahu apa apa karena Mama maupun Papa nggak pernah mau terbuka sama aku. Hiks..aku juga berhak tahu semuanya Pa...hiks... Alu capek sama semua ini hiks..."tangisku pecah saat itu juga.

Seperti bendungan yang ku pertahankan selama ini pecah detik ini juga dihadapan Papa Fernan.

"..." Tidak ada jawaban satu katapun disetiap pertanyaan yang ku lontarkan.

Selalu seperti ini, mereka membuatku bertanya tanya. Tapi, mereka pula yang membiarkan seluruh pertanyaanku bersarang di dalam kepala tanpa ada niat untuk memberikan titik terang.

"Papa mau kemana?" Tanyaku ketika melihatnya bangkit dari lantai dengan terseok seok.

"..."

"Alu bantu ya pa?" Papa menangkis tanganku yang hendak membantunya bangkit.

Aku terus mencoba membantunya karena tidak tega melihatnya berjalan dengan sempoyongan.

Brakkk

"Arghhh..." Pekikku ketika sikutku menyentuh kerasnya lantai karena dorongan dari Papa.

"Sudah saya bilang jangan sentuh saya. Itulah akibatnya." Ucapnya dengan penekanan pada setiap kata yang dia lontarkan.

"Alu nggak Papa kog. Papa hati hati ya! Jangan pulang malam malam!" Teriakku ketika Papa meninggalkanku sendirian mengenaskan dengan lebam pada siku.

Aku tak pernah lupa untuk mengatakan jangan pulang malam malam ya Paa, Padahal aku tahu kalau Papa tidak akan pulang kerumah malam ini. Melainkan kembali pada pagi hari hanya untuk mandi dan ganti baju setelah itu pergi ke kantor.

Selalu seperti itu, seakan akan dia sengaja membuat dirinya tersiksa setiap detiknya dalam menjalani sisa hidupnya saat ini.

Setelah kepergian Papa aku membersihkan semua serpihan botol kaca yang menghiasi seluruh ruangan tamu.

Srekk

Cairan kental berwarna merah mengalir dari telapak tanganku. Senyum miring tercipta dari bibirku, tanpa sengaja pecahan botol kaca menggores telapak tanganku.

"Bahkan semesta tak pernah absen dalam memberi luka pada diriku haha." Tawa hambar menghiasi indra pendengaranku.

Aku membiarkan darah segar mengalir dari tanganku tanpa ada sedikit niat untuk mengobatinya.

Aku terus melanjutkan aktifitas membersihkan pecahan kaca, walau tak jarang pula tanganku ikut tergores olehnya.

Aku telah selesai membersihkan semua ruangan. Bahkan, noda darah tanganku pun sudah berhasil aku bersihkan. Kemudian aku beralih menuju kamarku dan menghempaskan badan mungilku ke ranjang kamar.

"Sebenarnya apa yang terjadi Tuhan? Kenapa banyak sekali rahasia masa lalu yang tak aku ketahui." Monologku sembari menatap langit langit kamar yang bercat biru laut dengan gambar awan putih sebagai hiasannya.

Aku bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badanku yang sudah lengket.

...

Syorrrttttt

Aku membiarkan dinginnya air shower menembus badanku sampai menusuk tulangku. Bahkan, aku membiarkan bajuku basah kuyup oleh air dari shower.

"Apa yang terjadi sebenernya?! Kenapa semua bisu?! Kenapa semua tuli dengan semua pertanyaanku?! Kenapaa?!" Tangisku histeris dengan diiringi guyuran air shower yang semakin memberiku ruang untuk menikmati seluruh rasa sakit ini.

"Kenapa semua orang benci aku?! Papa. Aku nggak tahan lihat Papa kayak tadi. Tapi kenapa Papa selalu nyakitin diri Papa?! Dari mata Papa, alu bisa lihat seberapa dalam luka Papa. Dan aku adalah penyebabnya."

Saat ini seperti ada puluhan belati yang menyayat hatiku dengan telak. Sakit, terutama setelah melihat betapa hancurnya Papa Fernan.

1 jam berlalu, namun tak mengurungkan niatku untuk bangkit dari guyuran air shower. Kulitku pun sudah pucat pasi karena kedinginan.

"Aku capek. Aku pengen istirahat malam ini." Monologku setelah selesai berganti baju.

Tanganku membuka laci di dekat tempat tidurku untuk mengambil botol tablet dan mengambil 5 butir obat lalu menelannya tanpa bantuan air.

Brukkk

Tubuhku terhempas ke atas kasur yang empuk serta memberi kenyamanan. Sehingga perlahan lahan mataku terpejam.

"Alu is...tir...ra...hat...ya. Tuhann."

•••

Haiiii🤗

Aku kembali lagi nih setelah sekian lama nggak update.
Lagi nggak mood nulis hehe:)

Yang udah baca jangan lupa
VOTE AND COMMENT
SHARE juga ke temen temen kalian yaaa

Gimana sama part 2 ini?

Masih bingung atau udah ada yang ketemu titik terang nih sama keluarga Alu? Wkwk

Kalau penasaran ikutin terus cerita Goeloum yaaaa...

Part selanjutnya bakal ketemu sama temen temen sekola Alu nihh

Oke? Lanjut nggak ni?

Salam manis semua🤗

Aluka (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang