.17. Terombang-ambing

1.8K 124 1
                                    

Bahkan dalam keadaan terbaikmu, kau tak akan pernah benar untuk orang yang salaH.





Pria itu mengenakan jaket denim dengan celana jeans warna hitam. Tas ransel melekat di punggungnya. Jam tangan di tangan kirinya dan topi yang menutupi wajahnya dari sinar matahari. Siapapun pasti berpikir jika pria itu hendak melakukan perjalanan jauh. Semacam pulang kampung alias mudik.

Desa JayaWijaya bukan seperti perkotaan yang punya banyak alternatif transportasi. Untuk sampai ke kota, orang-orang biasanya naik bus antar kota. Keterbatasan itu bukan hal baru baginya, karena ia sudah dua tahun tinggal disana. Awalnya memang sulit, tapi lama-lama ia bisa menyesuaikan diri dengan keadaan.

Ia langsung duduk di bangku tengah yang masih kosong. Penumpang masih tidak terlalu banyak. Kata supirnya, banyak penumpang yang menunggu di loket.

Setelah bus melaju, seseorang melambaikan tangannya. Pertanda bahwa ia juga calon penumpang. Perempuan itu kaget saat melihat Alo ada disana. Tapi ia berusaha menutupinya dengan tersenyum seikhlasnya. Lala mengeluarkan sumpah serapah di dalam hatinya.

What the hell! Kenapa harus satu bus sama dia?

"Mau kemana La?"tanya Alo memulai pembicara. Tentu tidak etis jika mereka diam-diaman padahal saling kenal.

"Pulang kampung."jawab Lala singkat.

Selesai. Alo merasakan perubahan sikap Lala. Dia juga tidak mau membuat perempuan itu malu. Alo tahu perihal Lala menangis setelah dia mengungkapkan perasaannya. Alo sangat menyesal. Dulu dia pernah janji kepada dirinya sendiri, bahwa dia tidak akan pernah membuat wanita manapun menangis. Bahkan jika wanita itu adalah perempuan yang pernah membully-nya dulu.

Bus berhenti di tempat makan. Ini adalah waktu bagi penumpang untuk makan, pergi ke toilet atau sekedar melegakan pernafasan. Lala memilih untuk tetap di dalam bus. Dia tidak berniat menghabiskan waktu bersama Alo, pria jahat itu.

"La, ini tahu gejrot."ucap Alo saat semua penumpang masih di luar.

"Eh, gak usah, lagi gak mood makan."

"Ish, sudah dibeli in, La."

"Terserah deh."ucap Lala sambil mengambil tahu gejrot itu. Terlebih ia lapar banget. Ia punya roti di tas, tapi tak ia makan karena ada Alo disampingnya.

"Laper apa doyan?"

"Gak usah ajak aku bicara. Aku lagi gak mood bicara."

"Jutek banget sih."

"Kamu mau kemana?"tanya Lala karena penasaran. Tahu gejrot nya hampir habis.

"Mau pulang ke rumah."

"Ketemu mantan dong."

"Kok kamu tahu?"

"Aku tahu dari Sonya. Katanya kamu sekampung sama doi mu."

"Ohhh,,,"

Lala tiba-tiba terpikirkan oleh satu hal. "Kamu ada hubungan apa sih sama Sonya?"

Alo terhenyak. Bagaimana bisa pertanyaan itu datang dari Lala? Apa mungkin diam-diam Lala mencari tahu tentang dirinya? Tapi tidak ada bukti tentang masa lalu mereka. Ya, walaupun mereka alumni dari sekolah yang sama.

"Maksudnya apa sih?"

"Kenapa kamu sering nanyain Sonya? Kamu pikir aku gak tahu? Waktu di kantin sekolah, waktu ada gosip mereka mau adopsi Gavin, terus..."

"Kau penasaran tentang hal itu?"

"Iya, tentu saja."

"Oke, aku mau jujur. Tapi janji, ini rahasia di antara kita."

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang