.32. Takdir dan Karma

6K 248 10
                                    

Pencuri hanya bisa mengambil sebagian, tapi tidak semuanyA.




Dengan terpaksa, Andra menemani Giska ke rumah sakit. Setelah penolakan berulang kali, dia sudah tidak punya alasan. Terlebih, Giska tampak berbeda akhir-akhir ini. Dia tak pernah marah dan selalu tersenyum. Apa karena kemarahan Andra waktu itu? Dia jadi introspeksi diri? Tapi itu jadi membebani Andra. Dia jadi tidak paham jalan pikiran perempuan itu.

Mereka menunggu di ruang tunggu untuk konsultasi. Setelah menunggu kira-kira lima belas menit, sampailah giliran mereka. Dokter melakukan pengecekan dan mengajukan beberapa pertanyaan. Lalu mereka menunggu sesaat sebelum diberitahu hasil pemeriksaannya.

"Hmm, ini konsultasi pertama ya?"

"Iya dok."jawab Giska cepat.

"Udah lama menikah?"

Giska dan Andra saling lirik. Mereka tak mau menceritakan fakta dibalik semua ini pada dokter. Walaupun dokter pasti merahasiakan data pasien, rasanya terlalu canggung untuk menjelaskan hal itu.

"Baru satu tahun pak."ucap Giska berbohong. Biar cepat saja, daripada lama menunggu dan gak kelar-kelar.

Dokter menjelaskan apa yang terjadi. Fakta bahwa Andra punya masalah dengan dirinya. Dan itu bisa membuat mereka susah punya anak. Tapi dokter bilang, selalu ada harapan. Mereka perlu ikut konsultasi sekali sebulan.

Giska terlihat kecewa mendengarnya. Tuhan sangat kejam padanya. Kenapa? Dengan semua upaya keras ini, harapannya hancur begitu saja. Giska seketika menangis di depan dokter. Andra mencoba menenangkannya.

"Tidak usah khawatir bu. Walau harapannya kecil, tapi tetap saja ada. Selagi kalian banyak usaha dan berdoa, harapannya tidak hilang."

Itulah kata terakhir yang diucapkan dokter. Giska bergumul dengan dirinya sendiri. Dia tak paham dengan takdir ini. Dia benci harus mengalami ini. Jadi pemicu mereka tidak punya anak adalah Andra, dan bukan Sonya. Semua gosip yang beredar di masyarakat ditepis begitu saja. Sudah jadi kebiasaan, perempuan selalu salah jika tak kunjung punya anak. Padahal untuk mewujudkannya dibutuhkan kerjasama dua belah pihak. sangat tidak adil.

Andra memberikan hiburan dengan segala usahanya, tapi itu tak membuat Giska tenang. Dia sudah mengalah pada kebohongan Andra. Tapi kenapa untuk mendapatkan hal sesederhana punya anak dia tidak bisa? Dia benar-benar takut. Mungkin dia tak hanya kehilangan keluarga Andra, dia akan kehilangan Andra juga.

"Kamu jangan banyak pikiran sayang. Tidak masalah kalau kita tidak punya anak. Yang penting kita saling memiliki satu sama lain."ucap Andra menghibur. Dia tak tega melihat perempuan itu sedih dan melamun sedari tadi. Sudah sehari sejak pulang dari rumah sakit, dia tampak tak sehat.

"Benarkah, kita memiliki satu sama lain?"tanya Giska dengan nada datar.

"Tentu saja."

"Tapi kenapa kau menemui Sonya dihari ulang tahunku?"

Pertanyaan yang membuat Andra menelan ludah. Dia gak nyangka, Giska tahu tentang semua itu. 

"Aku, aku hanya mau menemui Gavin."

"Tapi kenapa tidak jujur aja?"

"Aku takut kamu tidak akan mengijinkan."

"Aku akan ijinkan. Asal kau punya alasan yang jelas. Tapi aku gak terima kalau kamu bohong."jawabnya dengan nada datar.

"Maafkan aku."

"Sudahlah, tidak apa. Asal kau janji, jangan pergi lagi tanpa seijinku."ucap Giska serius. Dia berharap janji Andra kali ini tidak berakhir pada ingkar.

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang