.44. Akhir Yang Sama

10.5K 371 18
                                    

Ketika dengan menyakiti kau mengharap bahagia, maka bukan bahagia yang akan kau terimA





Menikah bukan jaminan kau akan bahagia. Pepatah itu sering dikumandangkan. Pepatah yang diacuhkan Giska di masa lalu. Tapi kini ia tahu makna pernikahan yang sesungguhnya. Cinta yang dia harap akan memberikan jalan keluar ternyata malah jadi lubang besar yang tidak bisa ditimbun. Mencintai seorang diri seperti menimbun luka di dalam hati. 

Giska mengira bahwa ikatan akan memberinya ruang untuk memiliki seutuhnya. Dia cuma punya raga tapi tidak hati. Dan mungkin, kenyataan pahit ini harus ia terima selamanya. 

"Sudah, jangan kebanyakan curhat. Aku mau minta uang."ucap Via saat mereka bertemu di sebuah restoran mewah. Inilah yang Via inginkan. Dia bisa mendapat suntikan dana dari Giska. Walau mereka sudah tak terikat hubungan kakak ipar dan adik ipar, Via selalu bisa memanfaatkan wanita itu. Jika Giska tinggal di tempat jauh, dia tak akan bisa meminta uang sesuka hati. Entah karena bodoh atau memang ikhlas, Giska selalu memberikan Via uang. Hal itu membuat Via semakin tidak tahu diri. Dikasih hati minta jantung.

"Mulai sekarang, kau harus bekerja sendiri. Aku tidak akan memberimu uang secara cuma-cuma."seru Giska tegas. Sorot matanya menunjukkan keseriusan.

"Kenapa marah sih? Ayo, kau mau curhat tentang masalah apa lagi?"

"Aku serius, Via!"

"Kenapa? Kau sekarang perhitungan padaku?."

"Aku akan buka toko di dekat pasar. Kau yang akan bekerja disana. Dan yang pasti, aku bisa menggajimu lebih besar dari yang seharusnya."

Via tampak berpikir. Kali ini, Giska serius dengan ucapannya. Kalau dipikir-pikir, itu malah menguntungkannya. Dia juga tidak memiliki pekerjaan tetap. Dia hanya mengelola hasil pertanian yang keuntungannya sering naik turun. Bahkan terkadang malah rugi. 

"Baiklah."

"Dan jangan pikir kau bisa membodohiku. Aku akan membuat surat perjanjian kerja. Kalau kau macam-macam, aku akan melaporkanmu pada polisi."

"Iya, iya. Sama saudara sendiri jangan begitulah."

"Kau bukan saudaraku."ucap Giska tegas.

"Ya, terserah padamu."balas Via kesal. Dia sudah kalah telak. Tapi tidak masalah. Dia sudah mendapat banyak uang dari Giska. Dia sendiri tidak menyangka jika Giska akan sekaya ini saat bersama Andra. Kemujuran dalam hal finansial datang begitu saja kepada mereka. Tanah yang mereka beli beberapa tahun lalu menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat. Keberuntungan yang membuat semua orang iri.

"Jadi ada apa? Kau bukannya mau curhat?"tanya Via sambil menikmati cemilan yang terhidang di atas meja. Giska tampak berpikir keras. Dia memang ingin membicarakan soal semua yang terjadi. Walau sebenarnya Via tidak pantas mendengarkannya, tapi tak ada orang yang bisa diajak bicara.

"Jika suamimu tak lagi mencintaimu, apa yang kau lakukan?"tanya Giska penuh keseriusan. Membuat Via mengernyitkan dahi karena bingung. 

"Hidup saja bersamanya. Tak semua pernikahan berawal dari cinta."

"Akan lebih baik jika begitu. Sedang aku, mencintai seorang diri."

"Cobalah untuk tak lagi mencintainya."ucap Via dengan begitu mudah. Berkata-kata memang lebih mudah dibanding mengusahakan. Ibaratnya, seseorang bermimpi, tapi mimpi itu tak kunjung tergapai. "Dengar Gis, bercerai bukan hal tepat untukmu. Bahkan kalau dia selingkuh, kau harus bertahan. Bukan lagi demi dia, tapi demi dirimu sendiri."

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang