Ketika cinta mengelabui, dusta akan terlihat seperti kebenaran. Dan kesalahan akan terlihat seperti ketidaksengajaaN
Mencoba tegar walau hati tak tenang. Begitulah Andra melewati hari demi hari. Ya, hidup yang tak menentu setelah ia tahu bahwa Sonya sudah pergi. Bukan tak bisa melakukan sesuatu, tapi Andra berhenti mengejar perempuan itu karena diancam akan dilaporkan pada polisi. Hak asuh anak sudah diberikan kepadanya. Dan jika dia membuat kekacauan, dia akan merugikan dirinya sendiri.
"Nanti semua dikembalikan ke kantor ya."ucapnya kepada ketua kelas yang kini berdiri di depannya.
"Baik pak!"balas siswa itu dengan wajah sumringah. Jam olahraga yang fleksibel adalah keinginan mereka. Mereka bebas mau main sepakbola, basket atau apapun yang menarik hatinya.
Andra bergegas ke ruang guru. Mengambil tasnya untuk bergegas pulang. Tapi langkahnya terhenti saat melihat Via menunggunya di depan gerbang sekolah. Kebetulan yang aneh. Tapi kali ini Via raut wajah Via tak seperti biasanya.
"Tidakkah kau merasa bersalah padanya?"tanya Via serius. Mereka bicara di salah satu tempat makan yang dekat dengan area sekolah. Memesan kopi untuk menemani mereka bicara.
"Apa setiap merasa bersalah, aku harus lapor padamu?"balas Andra dengan rasa kesal yang juga besar. Perempuan di depannya itu hanya memikirkan diri sendiri. Apa dia kira Andra senang dengan semua ini? Tidak sama sekali. Akhir yang dia inginkan bukan yang seperti ini.
Via memasang wajah bengisnya. Dia tidak terima jika Giska pergi begitu saja. Kenapa dia harus pergi? Dia rela kehilangan pekerjaan cuma demi laki-laki seperti Andra. Jika ingin pergi, boleh saja. Tapi setidaknya otak tetap dipergunakan. Dia kira mudah mendapat pekerjaan?
"Aku tidak yakin kau merasa bersalah. Kau tentu senang, kau bisa menggunakan kesempatan ini untuk mendekati Sonya lagi."
"Rupanya kau belum tahu. Sonya sudah pergi juga. Setelah kami bercerai, dia pindah."
Fakta yang membuat Via tercengang. Dia tidak tahu kalau Andra sudah kehilangan dua orang itu. Pantas saja wajahnya terlihat seperti berbeban berat. Sorot matanya kosong. Via jadi lebih dalam memperhatikan penampilan Andra. Penampilan yang tidak terurus dengan pakaian acak adul dan wajah yang pucat karena tak bergairah. Sangat berbeda dengan dirinya di masa lalu.
Di lubuk hatinya yang paling dalam, Via sangat senang. Setidaknya, ada kemungkinan keinginannya terwujud.
"Aku akan kirim alamat tempat tinggal Giska. Kamu pikir aja sendiri, lebih baik kehilangan dua-duanya atau mendapatkan salah satunya."ucapnya mengakhiri. Ia beranjak hendak pergi. Terik mentari terlihat hampir berakhir. Awan hitam mulai menghiasi langit. Sedang Andra tetap disana. Duduk termenung seorang diri. Setetes pun kopi dalam gelas itu belum masuk ke dalam mulutnya. Sampai kini sudah dingin, ia masih tetap menatap gelas itu dalam diam.
Dering notifikasi terdengar. Ia lansung memeriksa pesan yang baru masuk itu. Via sudah mengirimkan alamat tempat tinggal Giska. Alamat yang cukup jauh dari desa ini. Andra menarik napas dengan kecemasan yang luar biasa.
Sebelum pulang, dia ke toilet untuk sekedar melihat penampilannya. Kenapa semua pengunjung melihatnya dengan tatapan aneh? Saat bercermin, ia baru tahu kenapa orang diluar sana menatapnya aneh. Tampilan lusuhnya ini berhasil menarik perhatian orang-orang itu.
***
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Itulah yang Andra yakini untuk bisa sampai di tempat ini. Dia akan membawa Giska kembali. Sebab tak bisa mengambil hati Sonya, dia memilih untuk mendapatkan Giska. Semua ini karena ide yang dikatakan Via. Andra tidak tahu maksud dan tujuan wanita itu. Apalagi, Via tidaklah peduli pada Giska. Dia cuma mantan kakak ipar yang sering meminta pinjaman uang dari wanita itu. Apa ini ada hubungannya dengan materi?
Rumah tua itu tampak menarik dengan bunga yang tumbuh di halamannya. Bunga dengan warna-warna yang memanjakan mata. Andra menunggu sesaat karena pintu digembok. Pasti semua orang di rumah itu sedang pergi. Dia menunggu dengan sesekali memandang ke langit yang biru. Tak berapa lama, orang yang ditunggu datang. Bukan dengan sambutan bahagia, tapi dengan tatapan tajam. Tapi si pemilik rumah terlihat ramah. Ia membiarkan mereka bicara berdua di kursi depan rumah.
"Ahh, Via yang menyuruhmu kesini kan?"
"Bukan itu masalahnya. Kenapa kamu pergi begitu saja?"
"Bukankah itu yang kau inginkan? Kau bisa kembali pada wanita yang kau cintai!"ucap Giska tegas. Dia benci mengatakan itu. Tapi dia masih mencintai Andra sehingga kecemburuan itu masih menetap di dalam hatinya.
Sejenak Andra merasa menang. Dia tahu kalau wanita itu sedang cemburu. Ini membuktikan kalau dihatinya masih ada rasa cinta untuk Andra. Jika sudah begini, rasanya sudah tidak ada masalah. Andra menarik napas panjang. "Demi kamu, aku udah bercerai."ucapnya berdusta. Dusta yang membuat sorot mata wanita itu berubah. Seakan dia luluh dengan sejuta pertanyaan. Ia mengernyitkan dahi meminta penjelasan lebih.
"Ini buktinya kalau kamu gak percaya."ucap Andra sambil mengeluarkan kertas itu dari tasnya. Ada rasa puas dalam dirinya ketika melihat reaksi Giska. Benar kata Via, dia tak boleh diam saja dalam keterpurukan. Selalu ada jalan keluar untuk setiap kondisi. Masalah berdampingan dengan solusi. Makanya, kalau ada masalah, pasti ada solusi. Tinggal bagaimana membuat pilihan dan keputusan yang tepat.
Andra bahkan memaksimalkan penampilannya sebelum datang ke tempat ini. Sekarang ia yakin, usahanya ini tidak akan sia-sia.
Giska membaca kertas itu dengan seksama. Ini adalah sesuatu yang mengejutkan. Sudah lama Giska menginginkan hal ini. Bahkan dia pernah memohon pada Andra untuk melakukan ini. Lihat sekarang, semuanya terwujud begitu saja. Seperti hujan deras yang datang bersamaan dengan teriknya mentari. Benarkah hal buruk adalah jaminan untuk hal baik?
Kini, Andra sudah tak punya ikatan dengan Sonya. Dan bahkan, dia rela datang jauh-jauh ke desa ini demi Giska seorang.
"Kenapa baru datang sekarang?"tanya Giska penuh selidik.
"Ah,, aku terlalu sedih waktu tahu kamu pergi. Dan aku ingin kasih kamu bukti kalau aku sudah berubah. Mengurus perceraian bukanlah hal mudah."ucapnya dengan yakin. Seakan itu semua fakta, padahal tidak. Saking terbiasa bohong, perkataan itu terlontar begitu mudah. Kebohongan yang tampak seperti kebenaran.
Seketika Giska menangis dengan berurai air mata. Kesesakan yang selama ini di dadanya seakan lepas. Keraguan dihatinya sudah berganti jadi rasa percaya. Andra memeluknya erat. Pelukan yang selama ini Giska rindukan. Ketika jatuh hati bisa secepat kilat, untuk berhenti tak bisa secepat itu.
Dalam pelukan itu, Giska masih tidak menyangka jika ini terjadi. Dunia yang tadinya sudah hancur seakan-akan dipulihkan kembali. Terutama soal surat cerai yang kini ada ditangannya. Keinginannya sudah di depan mata. Seharusnya dia tidak pergi meninggalkan Andra. Dia jadi merasa bersalah pada pria itu.
Walau ini seperti keberhasilan, Andra belum bisa berhenti memikirkan Sonya. Tapi dia percaya, waktu akan mendamaikan hatinya. Waktu akan membuatnya memikirkan Giska seorang.
Mereka kembali ke Desa JayaWijaya. Tentu dengan wajah sumringah dari keduanya. Giska yang tulus menunjukkan perasaannya dan Andra yang sibuk merangkai raut wajahnya. Seakan-akan ia sedang merasakan cinta yang begitu dalam.
~&&&~
WELCOME BACK!! Happy Reading! #majyl
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Ada Jari Yang Lain
RomancePondasi yang kokoh tak menjamin rumah luput dari badai dan bencana. Ini adalah pernikahan yang harmonis dari dua insan yang dianggap tidak biasa. Pria tampan yang rela menikahi perempuan tomboy dan berpenampilan seperti pria. Hal tersebut membuat wa...