.36. Tabur Tuai

6.1K 281 7
                                    

Beri, maka itu juga yang akan diberikan kepadamu.
           Siapa menabur angin akan menuai badai!





Semesta memang banyak rupa. Ketika seseorang berpaku pada hidup damainya, ia lupa bahwa semua itu hanya sementara. Hukum tabur tuai selalu berlaku. Itu adalah hukum alami yang terjadi begitu saja walaupun tiada campur tangan manusia.

Saat Giska memberi amplop coklat itu, Andra terlihat frustasi. Tanpa rasa bersalah, dia melakukan itu di depan Giska, pasangannya saat ini. Ya, dia tak lagi menghargai wanita itu. Seakan wanita itu hanya pemuas pelipur hati yang lara. Saat Giska marah, pria itu hanya berdalih sedang memikirkan cara menyelesaikan masalah.

"Kasih aku waktu Gis. Jangan egois!!"

"Egois? Kamu gak memikirkan perasaanku? Kenapa kau berubah pikiran, Dra?"Giska mengepalkan tangannya mengambil kerah baju Andra. Andra sudah berubah. 

"Ini bukan tentang kita berdua aja, Gis."

"Ya, ini juga bukan tentang Gavin. Ini tentang Sonya kan?"tanya Giska dengan air mata memenuhi wajahnya. Andra hanya diam. Perasaannya tak bisa diatur dengan mudah. Dalam hati dia mengakui kalau benar ini tentang Sonya. Dia tidak ingin memutus hubungan dengan wanita itu. Dia melihat Giska yang masih menangis. Dia duduk disamping perempuan itu.

"Maafkan aku. Tapi izinkan aku untuk memikirkan hal ini dengan baik."

"Apa lagi yang perlu dipikirkan?"tanya Giska dengan nada tinggi.

"Kamu mau Sonya puas setelah membuat kita menderita? Dia udah bikin kamu pindah sekolah, dikucilkan sama orang-orang. Dan bahkan, dia membuatku mundur dari jabatan kepala sekolah. Semua itu terlalu banyak dan parah."

"Aku gak masalah kalaupun harus menderita. Asalkan bersamamu, semua itu gak penting buatku!"

"Dengar!"ucap Andra sambil menatap wajah Giska. "Dia memintaku cerai secara damai. Kau tahu kenapa dia begitu?"

Giska menggeleng. Air matanya masih terus menetes. Dia menahan diri untuk tidak  bersuara. Rasa sakit di hatinya semakin parah. Seakan rasa sakit itu sudah seperti kebiasaan.

"Dia merasa menang, Gis! Dia udah puas bikin kita menderita."

"Terus, kamu maunya gimana?"ucap Giska dengan suara parau akibat tangisannya yang tak kunjung usai. Dia sudah pasrah atas apapun yang ingin Andra lakukan. Bicara baik-baik sudah tak ada gunanya. Jalan pikiran Andra tak bisa dimengerti. Daripada menghabiskan waktu yang sia-sia, Giska ingin menerima semua keputusan pria itu.

"Kau tenang saja sayang. Kasih aku waktu untuk membalaskan dendam kita. Aku gak mau lihat dia senang disaat kita menderita. Aku janji, aku tak akan pernah meninggalkanmu."ucap Andra dengan sangat yakin. Keyakinan yang membuat Giska tidak yakin. Wanita punya radar yang bisa menembus akal sehat. Giska tahu kalau Andra sedang mencari alasan. Dia mengangguk saja, menerima semua rencana Andra. Pria itu memeluknya erat. Menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. Ia mencoba untuk menenangkan Giska.

***

Titik akhir dari sebuah hubungan adalah ketika seseorang sudah berani melepaskan segalanya. Ketika kebahagiaan orang yang menyakitinya tak lagi penting untuknya. Itulah yang dirasakan Sonya saat ini. Dia ingin berdamai dengan masa lalu, takdir dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. 

"Aku mau berhenti jadi kepala sekolah, Al."ucapnya saat sedang menikmati kopi panas di kantin sekolah. Alo mengerutkan dahinya. Ini masih tahun kedua Sonya menjadi kepala sekolah. Ini terlalu cepat untuk uang yang dia habiskan menjadi kepala sekolah. Tahu sendiri kan, hampir semua jabatan di bagian pemerintahan daerah mengandalkan uang.

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang