.33. Makhluk Bernama Pria

4.2K 218 14
                                    

Ada yang selamanya, tapi lebih banyak yang sementarA





Hari senin adalah hari yang padat jadwal untuk beberapa guru. Tapi Giska hanya punya dua jam pelajaran untuk hari itu. Dia bisa pulang cepat. Saat bel jam ketiga berbunyi, para guru bergegas ke ruangan kelas untuk melakukan kewajibannya. Hanya beberapa guru yang tetap di ruang guru.

Giska membawa tasnya hendak pulang. Dia tersenyum ramah sebagai kata pamit untuk guru yang masih ada di ruangan. Dia berjalan melewati kantor kepala sekolah. Ada sedikit niat di hatinya, tapi ragu menguasainya. Haruskah bicara sekarang?

Setelah berpikir lima menit di depan kantor kepala sekolah, dia menarik nafas panjang. Lalu dia mengetuk pintu. Kemudian masuk ke dalam dengan kecemasan. Ia kira Sonya akan langsung memasang wajah masam, tapi dia malah tersenyum ramah sambil menandatangani beberapa dokumen.

"Ada apa bu?"tanya Sonya sambil tetap melakukan pekerjaannya. Seakan dia mengutamakan profesional dibanding kepentingan pribadi.

"Hmm, sebenarnya ini bukan urusan sekolah."

"Iya, apa?"

"Mungkin aku bicara langcang. Tapi apakahkau bisa berhenti mendekati Andra? Sudah lama kalian pisah, tak baik menghubunginya tiba-tiba ketika dia bertanggung jawab untuk tetap berada di rumah."

"Aku tak pernah melakukan itu. Dia sendiri yang mengajak ketemu."

"Jangan bohong!"

Sonya bergegas mengambil handphonenya. Membuka bukti percakapan dengan Andra. Dia langsung menunjukkan isi pesannya pada Giska. Giska melihat itu semua dan akhirnya tak bisa berkata-kata. 

"Intinya, jika dia mengajakmu bertemu, kau harusnya tahu diri."

"Hah, kau sedang membicarakan diri sendiri?"

"Apa maksudmu?"

"Dulu kau melakukan hal yang sama ketika dia bersamaku."

Giska menarik nafas panjang dan bergegas pergi. Dia berjalan buru-buru, dan rasanya tidak nyaman berada disana. Dia mau pulang dan segera tidur. Hidupnya makin gak karuan. Semua yang dia inginkan sudah menghilang sejak lama. Termasuk Andra yang pernah menganggapnya nomor satu. Sekarang berbeda, walau raga sudah jadi miliknya, tapi ada sesuatu yang berubah.

***

"Aku mau kita seperti dulu."ucap Andra di sore itu. Dia kembali mendatangi Sonya dengan niat bertemu Gavin. Kenyataannya, Gavin hanya sebuah alasan untuknya datang. Dia sudah tidak bisa menahan segala sesuatu yang ada dipikirannya. 

Sonya tersenyum sambil menatap jalanan kosong yang hanya dilalui oleh beberapa orang saja. Benar kata Rey, dia sudah berhasil membuat pria itu menyesal. Tapi penyesalan tidaklah cukup.

"Jangan bercanda."ucapnya dengan senyuman. Senyuman yang sama sekali tak mengekspresikan kebahagiaan.

"Aku gak bercanda. Kamu tahu kan, Gavin butuh sosok ayah. Aku memang salah di masa lalu, tapi aku mau berubah."ucapnya serius. Perkataan itu berhasil membuat Sonya tertawa di dalam hatinya. Bagaimana bisa pria ini begitu percaya diri? Dengan penuh keyakinan, dia mengatakan semua hal bodoh dari dalam mulutnya.

"Perubahan itu bukan sekedar kata."

"Ayolah Nya, tentu kau melihat perjuanganku datang saat kamu menelepon. Dan bahkan, aku meniadakan semua hal demi kamu."

"Aku kecewa kau berjuang demi aku. Harusnya perjuangan itu demi Gavin. Sekarang aku tahu, kau menganggap Gavin hanya sebuah alasan. Wajar sih, dia kan bukan anak kandungmu."

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang