.20. Saat Mengetahuinya

4.1K 193 7
                                    

Waktu tak menjawab apa-apa, karena setelah sekian lama, hati tetap berlabuh pada orang yang samA.






Pernah dengar istilah terjebak cinta sepihak? Itulah yang dirasakan Lala. Baginya sekolah seperti ruang yang membuatnya tidak bisa melupakan Alo. Disaat semua orang sudah lupa tentang perasaannya, ia masih saja terjebak perasaan itu sendiri.

"Apa aku pindah sekolah aja ya bu?"tanya Lala saat tidak ada orang di ruang guru. Cuma Lala dan Rinni yang ada disana.

"Astaga bu, kalau mau pindah sekolah butuh duit."

"Tapi kalau disini terus, aku gak bisa fokus sama yang lain."

"Alo lagi? Kamu masih punya kesempatan La."

"Kesempatan apaan?"

"Dia gak terlihat dekat dengan siapa-siapa. Itu salah satu bukti kalau masih ada kesempatan."

"Bodo ah."

"Saya mengajar dulu ya. Jangan lama-lama galaunya."Rinni merapikan tumpukan tugas siswa di mejanya. Diangkatnya dengan satu tangan dan ia pergi meninggalkan Lala seorang diri disana.

Dan ia kaget saat melihat Alo datang. Cowok itu bahkan tak menyadari kehadirannya. Ia duduk beberapa menit sebelum pergi lagi. Ia hanya membawa sepotong roti.

Apa-apaan itu? Bahkan untuk makan roti saja dia tidak mau satu ruangan dengan Lala? Lala merasa terhina. Perasaannya memang tidak dapat dimengerti. Akhirnya ia keluar, menyusul Alo.

"Heh!"Ia berteriak keras. Alo menoleh heran. Ada apa lagi dengan perempuan itu.

"Kenapa bu?"

"Kenapa apanya? Kok makan roti doang mesti keluar ruangan?"

"Hah? Ada yang salah dengan itu?"

"Jelas salah. Kemarin saya melihat anda sama Bu Rinni makan roti bareng. Segitunya sama saya sampai gak mau ngobrol? Bahkan gak nawarin sama sekali?"ucap Lala kesal. Ia berkacak pinggang seakan sedang menghakimi siswa yang doyan berbuat nakal.

Alo menghela nafas. Dia berjalan ke arah Lala, meraih tangan perempuan itu. Ia meletakkan roti itu ditangan Lala. "Kamu tunggu disini."ucapnya kemudian. Dan seketika, pipi Lala merah merona. Inilah yang disebut salah tingkah. Tak berapa lama, Alo datang dengan satu tupperware roti. Ia mengajak Lala mengikutinya. Mereka sampai di lab komputer yang kosong.

"Kalau lagi lapar, bilang sama saya."ucapnya. Dia mengambil sepotong dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Ia memang sudah sangat lapar. 

"Bukan soal itu."ucap Lala dengan nada datar. Dia malu sekaligus merasa bersalah. Jantungnya tak bisa dikontrol. Ia hanya menatap roti ditangannya dan bahkan tak berniat memakan roti itu.

"Lalu?"

"Ah, sudahlah. Terima kasih rotinya."Lala bergegas hendak pergi. Tangan Alo meraih tangannya. Langkahnya terhenti dan ia menoleh kebingungan.

"Kamu temani saya makan. Saya terlanjur bawa semua rotinya."ucapnya kemudian.

Dengan tidak enak hati, Lala kembali duduk. Ia jadi merasa bersalah sudah membuat Alo bertingkah seperti ini. Namun, ia juga merasa bahagia. Sudah lama mereka tidak sedekat ini. Bahkan mereka saling menghindari sejak kejadian waktu itu. Sudah terlalu lama tak ada tegur sapa. Sudah terlalu lama rindu itu dikekang.

"Maaf ya Al, soal waktu itu."ucap Lala tiba-tiba.

"Maaf untuk apa?"

"Waktu kamu nanyain tentang Sonya. Aku berpikir yang engga-engga soal kamu."ucap Lala mengingat ucapannya waktu itu. Saat ia berpikiran tentang hubungan Sonya dan Alo. Sungguh pikiran yang gak masuk di akal.

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang