.27. Dengan Sepenuh

3.4K 193 8
                                    

Aku sedih saat mengucapkan selamat tinggal. Tapi aku menyadarinya setelah lama melewati waktU.









Sebutan single mother terkesan powerful bagi sebagian orang. Tapi bagi Sonya, sebutan itu sebuah beban yang cukup merusak mental. Dalam hari-hari yang ia lewati, ada sekelumit perasaan sedih yang tak bisa ia ungkapkan.

"Ma, hari ini gak usah jemput aku ya. Aku bisa pulang sendiri."ucap Gavin yang kini sudah kelas tiga SD. Anak itu tumbuh dengan baik, kecuali hatinya yang masih tertuju pada Andra. Dia tidak tahu masalah orang tuanya yang sebenarnya.

"Tapi mama pengen jemput kamu, Vin."

"Mama sibuk sama urusan sekolah. Aku gak mau mama bolak balik cuma buat jemput aku. Lagian, ada Kassa temanku pulang."

"Hmm, ya sudah. Tapi ingat ya, langsung pulang ke rumah. Tahu kan kunci rumah ditaruh dimana?"

"Dibawah vas bunga warna merah."

"Baik. Sekarang mama antar ke sekolah ya?"

Gavin mengangguk. Dia membawa tas kecil miliknya. Jarak sekolah ke rumah tak terlalu jauh. Dengan berjalan kaki hanya menghabiskan waktu lima belas menit. Hanya saja, orang tua jaman sekarang lebih suka menjemput anaknya langsung. Itu bisa menjamin keselamatan anaknya juga.

Sonya mengambil kunci dan tas kerjanya. Hari ini memang sangat sibuk. Sudah mau ujian kenaikan kelas. Banyak hal yang harus dikerjakan seorang kepala sekolah. Dia mengantar Gavin ke gerbang sekolah. Gavin tersenyum dan melambaikan tangan. Energi yang menghidupkan semangat Sonya.

"Selamat pagi Pak Alo!"

"Selamat pagi bu."jawab Alo sembari tersenyum. Semua guru tampak saling melirik. Lala masuk ruang guru setelah Sonya masuk ke ruangannya. Ia langsung duduk di meja kerjanya.

"Bu Lala, saya lihat akhir-akhir ini Pak Alo dekat dengan Bu Sonya."

"Iya bu, saya tahu itu."

"Kok iso bu?"

"Mereka berteman waktu sekolah dulu. Sama-sama lulusan dari SMA yang sama. Pasti kalian baru tahu kan?"ucap Lala dengan senyuman khas miliknya. "Udah ya bu, saya izin dulu, mau mengawasi siswa yang telat."ucapnya bergegas pergi.

Lala senang dengan keadaan sekarang. Bagaimana ia dan Alo memberi sedikit bantuan pada Sonya. Tak ada satu orangpun yang bisa Sonya percaya di desa ini kecuali Alo. Selama lima tahun berlalu, Sonya mengawasi kehidupan Andra. Ketika pria itu terlihat bahagia, dia memberikan balasan secara tidak langsung. Bencinya seorang wanita bisa berlangsung lama. Susah sembuhnya.

"Bisa gak pak?"tanya Sonya pada Pak Budi.

"Hmm, sudah di approve. Ibu yakin dengan keputusan ini?"

"Sangat yakin. Itulah kenapa saya mengeluarkan separuh dari tabungan saya untuk ini."

"Terserah ibu saja. Saya cuma mengikuti instruksi."

"Iya pak, terima kasih banyak."

Setelah Pak Budi keluar dari ruangannya, Alo masuk dengan wajah cemas. Siapa juga yang tidak cemas dengan tingkah Sonya kali ini. Setelah membuat Andra gagal naik golongan, dia malah memutasi Giska ke SMA N 1 JayaWijaya.

"Kamu serius?"

"Aku gak pernah bercanda Al."

"Ya sudah, kalau kamu butuh bantuan, bilang sama aku."

Sonya mengangguk. Setelah itu, Alo pergi dengan perasaan yang masih khawatir. Tak ada yang bisa menggagalkan niat Sonya selain dirinya sendiri. Bagi Alo ini keputusan paling aneh yang pernah Sonya ambil. Membawa musuh mendekat meski sudah banyak musuh di sekitarnya. Pak Jaus jadi salah satunya. Setelah setahun berlalu, dia masih perang dingin dengan Sonya. Bertegur sapa pun mereka tak pernah.

Masih Ada Jari Yang LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang