Perpisahan yang sesungguhnya bukanlah kata di atas kertas putih. Tapi bagaimana hatimu siap untuk benar-benar berpisaH
Ketika seorang abdi negara ingin bercerai, banyak sekali kewajiban yang harus dilakukan. Sebenarnya, Sonya lelah dengan semua ini. Dia jadi paham kenapa perempuan yang diselingkuhi memilih pisah rumah dibandingkan bercerai secara hukum. Ribetnya minta ampun. Mental benar-benar diuji ketika berani melaju ke tahap itu.
Sonya merapikan sisa barang yang ada di rumah itu. Dia masih ingat pertama kali mereka menginjakkan kaki di rumah ini. Rumah yang dibangun sendiri sesaat setelah mereka di tugaskan di SMP N 1 JayaWijaya. Sekarang, rumah ini hanya sebuah bangunan. Tak ada lagi cinta yang tersisa disini.
Kemarin, sidang perceraian itu sudah selesai. Andra masih saja mengganggunya dengan alasan mau bertemu Gavin. Alasan klise yang membuat Sonya tidak peduli. Sebagai alasan, Sonya berkata bahwa Gavin sedang liburan ke rumah neneknya. Padahal, Gavin sudah pindah sekolah. Sonya tidak mau pria itu mengganggu rencananya.
Tak ada yang tahu tentang hal itu kecuali Lala dan Alo. Hanya mereka yang bisa dipercaya. Semua guru mengira kalau Sonya sekedar berhenti jadi kepala sekolah. Dan akhirnya, sampailah pada hari terakhir dia menginjakkan kaki di sekolah itu. Dia memberikan sedikit pidato sebagai salam perpisahan.
"Terima kasih untuk 10 tahun saya mengabdi di tempat ini. Kalian membantu saya untuk jadi guru yang sesungguhnya."ucap Sonya mengawali pidatonya di kantor guru. "Saya beruntung sekali pernah bertemu kalian. Dan sepertinya, ini akan jadi hari terakhir saya ada di sekolah ini."ucapnya dengan senyuman khas di wajahnya. Membuat semua orang berbisik-bisik di tempat duduknya. Mayoritas dari mereka tidak tahu kalau Sonya benar-benar akan pindah tugas."Semoga kedepannya, kita bisa bahagia dengan cara masing-masing. Dan saya minta maaf untuk semua kesalahan saya selama ini. Terutama tentang keluarga saya yang kerap jadi perbincangan di tempat ini."lanjutnya. "Dimaafin kan ya?"candanya ramah.
"Tentu saja bu."
"Ibu gak ada salah sama saya."
"Saya yang harusnya minta maaf bu."
Begitulah tanggapan teman-teman satu profesinya. Mereka yang jadi saksi hidupnya selama bekerja di tempat itu. Pidatonya berlangsung singkat. Alo mengambil alih sebagai pidato awal dirinya menjabat sebagai kepala sekolah. Sedang Sonya menikmati makanan yang disajikan di atas meja. Ia segera keluar dari tempat itu untuk mengambil udara segar. Rasanya sesak setelah mengakui hidupnya berantakan di depan umum.
"Aku bakal kehilangan sosok kakak dan senior kalau kamu pergi."ucap Lala tiba-tiba. Membuat perempuan itu hampir keselek.
"Kalau datang jangan bikin kaget, La."ucapnya dengan wajah cemberut. Minuman itu hampir kena kemejanya yang berwarna putih. Lala malah tertawa.
"Hahaha, maaf."
"Aku gak terlihat bodoh kan di depan mereka?"tanya Sonya tiba-tiba. Lala langsung merangkul tangannya.
"Enggak sama sekali. Jangan pernah dengerin orang lain, karena hidup kamu, kamulah yang menjalaninya sendiri."
"Iya, La."balas Sonya dengan nafas yang tak tenang. "Makasih loh buat yang terjadi selama ini. Kalau dibayar pakai uang, kayaknya kebaikanmu gak terbayar dengan semua harta yang kumiliki."goda Sonya sambil tertawa. Candaan yang akan dia rindukan. Sekarang, semua benar-benar selesai. Masa lalu yang buruk rupa tak akan bisa jadi rupawan. Tapi percayalah, masa depan selalu memiliki harapan untuk jadi secerah mentari. Tinggal bagaimana manusia terus bergerak maju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Ada Jari Yang Lain
RomancePondasi yang kokoh tak menjamin rumah luput dari badai dan bencana. Ini adalah pernikahan yang harmonis dari dua insan yang dianggap tidak biasa. Pria tampan yang rela menikahi perempuan tomboy dan berpenampilan seperti pria. Hal tersebut membuat wa...