Hidup itu tidak adil.
Bolehkah dia mengatakan itu? Karena sungguh, dia merasa dia adalah orang yang paling tidak beruntung di dunia ini.
Dianugrahi kecerdasan di atas rata-rata, terlahir sebagai penyihir kelahiran Muggleborn yang dianggap sebagai 'sebuah keajaiban', menjadi pahlawan perang bersama kedua sahabatnya dan mendapat Order of Merlin First Class.
Namun hampir 5 tahun yang lalu, Hermione meninggalkan semuanya dan pindah ke sebuah rumah kecil ditengah kota kecil Sussex yang berhadapan dengan laut.
Untuk apa? Saat semuanya terasa mudah di dunia sihir Inggris, belum lagi tawaran posisi penting di Kementrian.
“Mrs.Granger” suara seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah putih membuat Hermione mengadahkan kepalanya kesamping dan segera berdiri.
“bagaimana dokter?” tanyanya cemas.
“miss Ara harus segera mendapat donor yang cocok Miss Granger, waktu kita tidak banyak” wajah Dr.Mary penuh arti, namun itu sama sekali tidak membantu bagi Hermione.
Hermione menutup wajahnya dengan kedua tangannya, dia menangis lagi, untuk ratusan kalinya selama dua bulan terakhir.
Bagaimana hidupnya yang bahagia dan terasa sempurna bersama putrinya, Arabella Narcissa Granger, berubah menjadi mimpi buruk bagi mereka berdua?
Malam-malam dingin di ranjang rumah sakit, air mata tidak berujung dan kondisi Ara yang semakin memburuk membuat Hermione dipukul mundur ke ambang batasnya.
Dia menghapus air matanya dan menyiapkan dirinya sendiri, menghirup nafas dan menghembuskannya berkali-kali hingga air mata tidak lagi terdorong keluar, Hermione masuk ke dalam kamar disampingnya.
“Mummy” panggil Ara, Hermione tersenyum dan menghampiri gadia kecilnya, mengecup puncak kepalanya dan duduk di samping kasurnya.
“Is it hurt, my dear?” Ara menggeleng, namun Hermione bisa melihat dari wajah pucat Ara dan bekas jejak air mata yang mengering di pipinya, bahwa gadis itu menangis kesakitan.
“Not at all mummy. Apa mummy membawa bukunya?” Ibu muda itu mengeluarkan sebuah buku dari tas yang dia bawa.
“Yeay! Can you wead it fow me? Pwease”
“apapun untukmu, my love”
Hermione membenarkan posisi bantal putrinya, dan menaikkan selimut hingga dada Ara dan mulai membacakan buku favorit Ara, The green ham and Eggs.
2 bulan lalu, saat Hermione sedang membuka café miliknya, Ara tiba-tiba jatuh sakit, seluruh badannya menjadi kekuningan dan lemas. Dengan sigap, Hermione menggendong Ara dan membawanya ke rumah sakit terdekat, dan disanalah dia mengetahui bahwa Ara, malaikat mungilnya mengalami kerusakan hati akut karena kondisi Hermione yang sangat lemah saat sedang mengandung Ara.
Patah, kecewa, dan marah membuncah di dada Hermione, namun Mary, dokter yang menangani Ara mengatakan bahwa jika Ara membutuhkan donor hati secepatnya sebelum kerusakan organnya merambat ke organ lain.
Setidaknya, sebuah harapan masih ada.
Namun lagi, 2 bulan mencari, menghabiskan waktunya dalam sehari untuk berkeliling Inggris, Irlandia, Skotlandia bahkan Perancis untuk mencari donor darah yang sesuai bagi putrinya, dalam proses panjang dan biaya pengobatan yang tidak sedikit, Hermione hampir menghabiskan semua uang tabungan yang dia miliki, hanya tersisa tidak banyak di vaultsnya di Gringgots yang sudah dia tinggalkan 5 tahun lalu sebelum pindah ke Sussex.
Namun seakan Tuhan menertawakan dirinya dari atas sana, semua usahanya gagal.
Nihil.
Dia selalu kembali dengan kecewa karena harus menghadapi putrinya yang kesakitan setelah dipaksa meminum obat-obatan yang dia tidak suka, dan menerima jarum suntik menancap di tangannya.
Terlihat polos dan tidak berdaya.
Hingga dia sadar, pilihan tidak ada lagi di tangannya.
Dia masih memiliki setitik harapan bagi Ara, masih ada donor yang pasti sesuai dengan putrinya.
Ayah kandungnya, Draco Malfoy.---
“Draco, tolong kontrol sikap barbar istrimu. Aku mentolerir semua galleon yang dia habiskan untuk barang-barang yang tidak berguna itu, namun bertengkar dengan seorang kolega bukanlah sikap seorang istri keluarga Malfoy” Draco mendengus, dan tertawa pahit mendengar kalimat Lucius.
“Father, terakhir aku cek, istriku yang barbar dan boros itu adalah pilihanmu” ucap Malfoy muda itu sambil menyisip winenya.
Narcissa menatap Draco, terkejut dengan kalimat putranya, namun segera menutupinya dengan kembali melanjutkan aktifitasnya dengan makanan dihadapannya.
Sedangkan Lucius menatap Draco dengan keras, kedua alisnya bertaut.
“keluarga Greengrass adalah pilihan terbaik, dan kau tau itu”
“Ah, karena itu, saat rencana itu tidak berhasil dengan Astoria, kau memaksaku menikah dengan Daphne karena dialah pewaris keluarga Greengrass?” nada bicara Draco dipenuhi oleh racun, sontak suasana diatas meja makan megah itu menegang.
Narcissa sudah meletakkan pisau dan garpunya disamping piring tanpa suara.
“Draco dear, aku tidak ingat mengajarkanmu etika bicara seperti itu pada ayahmu” suara Narcissa lembut namun penuh ketegasan.
“Aku akan bersikap lebih sopan mother, jika omong kosong ini dihentikan” suara bantingan kencang menggema, Lucius membanting pisaunya keatas piring miliknya, membuat Narcissa menoleh namun ekspresi wajahnya tidak berubah.
“how dare you!” bentak Lucius marah.
“no, how dare you! Aku muak dengan semua ini” Draco mengelap ujung bibirnya dengan napkin dan melemparnya asal.
“Kau tau father? Kau bisa simpan semua uang dan harta keluarga Malfoy, aku tidak menginginkannya” dia berdiri, dan keluar dari ruang makan itu dengan bantingan pintu.
“Kau lihat Narcissa? Putra yang kau manja dan banggakan itu menjadi seperti ini karena didikanmu!” Wanita itu menoleh pada suaminya
“Apa kau pernah melihat dirimu sendiri Lucius? Bagaimana kau memperlakukan putramu sendiri? Kau memaksanya menikahi seorang wanita yang merupakan kekasih sahabatnya! Kau kehilangan akalmu—”
“Kau yang kehilangan akalmu saat kau mendukung hubungan Draco dengan mud—muggleborn itu!”
“She’s brilliant Lucius, and she makes him happy” Lucius menyeringai.
“Apa kau lupa bahwa dia pergi begitu saja bertahun-tahun yang lalu?”
“Kau yang memaksanya pergi”
Hening.
Narcissa menatap Lucius dengan menahan semua emosi untuk putranya.
“Jangan kau pikir aku tidak tau rencanamu Lucius. Kau yang membuat gadis malang itu meninggalkan Draco”
“cukup Narcissa, kau sudah cukup membelanya. Bahagia kau bilang? Baiklah, kita lihat bagaimana anak manja itu akan bertahan tanpa terikat dengan nama Malfoy”
“Jangan berani menantangku Lucius, perlu kuingatkan jika kau melakukan sesuatu diluar batas, kau tidak hanya kehilangan putramu, tapi juga istrimu” dengan itu Narcissa bangkit dari kursinya dan berjalan dengan tenang, walaupun kakinya gemetar dan matanya sudah berair.
Draco tiba di kantornya di perusahaan Malfoy Industries dengan floo.
Dia melepas jubahnya kasar dan melemparnya ke lantai dengan emosi.
Dia tidak menyadari jika pintu ruangannya sudah terbuka dan seorang wanita sudah berdiri diambang pintu, sebelah alisnya naik menatap Draco.
Pria blonde itu melirik sebentar ke arah wanita itu namun segera duduk di kursinya, memejamkan matanya dan memijit jembatan hidungnya.
“apa Lucius memakimu karena aku bertengkar dengan salah satu koleganya pagi ini?” tanya Daphne, istrinya yang sudah menutup pintu ruangannya dan berjalan menuju kursi dihadapan meja Draco.
“Aku bisa mencium Blaise dari sini Daph, tolong jaga jarakmu” ucap Draco membuat istrinya tertawa.
“Aku tidak percaya menikah denganmu. Maksudku, dua jam lalu aku sedang bercinta dengan kekasihku dan sekarang aku duduk dihadapan suamiku yang mengatakan aku tercium seperti pria lain. Wow, kita punya hubungan yang sangat tidak sehat” wanita aristokrat itu mempelajari kuku tangannya yang dipoles sedemikian rupa.
“Shut up Daph”
“Aku akan tinggal dengan Blaise, Draco” pria itu membuka matanya dan menatap wanita dihadapannya.
“Bagus untukmu, aku mungkin akan pindah ke kantorku secepatnya setelah kau pindah”
“oh ayolah, manormu tidak seburuk itu”
“Begitu? Kau sudah bertemu dengan Lucius Malfoy?” Tanya Draco sarkas, Daphne hanya tertawa lalu menatap Draco serius.
“Kau akan mulai mencarinya?” Draco mengangguk halus.
“Apa sudah ada petunjuk?”
“Not a shit. Satu-satunya yang mengetahui keberadaannya adalah Potter, namun auror sialan itu sudah mengatakan dengan jelas—” kalimat Draco terputus, dia memejamkan matanya erat dan memutuskan tidak melanjutkan kalimatnya
“Aku dan Blaise akan membantumu Draco, kau hanya perlu cukup waras hingga kau menemukannya” suara Daphne melembut, berusaha meyakinkan suaminya.
“Bagaimana..bagaimana jika dia menolakku?”
“Hm, kita akan pikirkan kemungkinan terburuk nanti, tapi untuk sekarang, aku ingin memberimu hadiah ulang tahun” jemari lentik Daphne meletakkan sebuah amplop besar dihadapan Draco sebelum dia berdiri.
“Aku akan kembali ke Malfoy Manor untuk membereskan barang-barangku, lalu kau, akan datang malam ini untuk makan malam dengan kami” Draco tersenyum kecil pada sahabatnya sejak kecil itu, yang sekarang sudah menghilang dibalik pintu.
Draco membuka amplop yang diberikan Daphne dan membaca isinya sebelum seringai lebar mengembang diwajahnya.
‘Pengajuan Pembatalan Pernikahan Kementrian Sihir Britania Raya
Tanggal 05 Juni 2004, diajukan oleh:
Pihak Istri, Daphne Grace Greengrass
Kepada pihak suami, Draco Lucius Malfoy.’
Setidaknya adalah hal baik yang terjadi hari ini.
Lucu bagaimana Draco terjebak dalam keadaannya sekarang.
Setelah Lucius gagal melihat Astoria menjadi menantunya karena wanita itu lebih memilih The Boy Who Lived dibanding putranya, pilihan selanjutnya jatuh pada Daphne, kakak tertua Astoria yang selain adalah sahabat Draco sendiri, Daphne adalah kekasih Blaise Zabini sejak tahun kelima mereka di Hogwarts.
Namun itu tidak menghentikan hubungan Daphne dan Blaise, mereka masih berkencan dan Daphne lebih banyak menghabiskan waktunya di apartemen pria Italia itu.
Bukan Draco keberatan.
Not at all.
Blaise cukup rasional dengan keputusan kekasihnya itu untuk 'membantu' Draco saat itu, karena jika Draco tidak menikah dengan Daphne, maka pilihan selanjutnya adalah Pansy Bloody Parkinson.
Fuck, no.
Draco lebih memilih mati dibanding menikah dengan Pansy
Memikirkannya saja membuat bulu badannya berdiri.
Setidaknya yang Draco bisa lakukan untuk membalas jasa Daphne adalah memberikannya akses pada vaults Malfoy yang didukung oleh Draco sendiri.
Namun bukan berarti Draco bahagia, dia hidup dengan penyesalan mendalam selama bertahun-tahun, dan api yang tidak pernah mati dalam hatinya.
Hatinya yang dibawa pergi oleh gadis itu.
Gadis yang menghilang setelah kelulusan mereka, tanpa jejak ataupun sedikit clue yang bisa membawa Draco menemuinya.
Seakan ditelan bumi, dia menghilang membawa semua yang bisa dia bawa dari seorang Draco Malfoy, yang jatuh cinta padanya.
Setelah 4 tahun tanpa akses leluasa untuk mencari gadis itu, Draco akan menemukan gadis itu dan tidak pernah melepasnya lagi.
“Mr.Malfoy, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu” suara lembut sekretarisnya menyadarkannya yang sejak tadi menatap hadiah ulang tahun dari Daphne, dia bahkan tidak tau jika Lucy mengetuk pintunya.
“Lain kali, aku sibuk” ucapnya cepat.
“Um, dia bilang ini sangat penting Mr.Malfoy, namanya Hermione Granger” kepala Draco menatap Lucy, nafasnya tercekat mendengar nama itu disebut.
“Persilahkan dia masuk dan bawakan chamomile tea” Lucy mengangguk dan menutup pintunya hanya untuk dibuka beberapa detik berikutnya, dan menampakkan sosok yang dia rindukan selama 5 tahun terakhir.
Rambut brunette liarnya sekarang menjadi menjadi lebih terang, dan terlihat lembut karena dibentuk gelombang halus.
Kulit olivenya kini berubah menjadi sedikit terang, cenderung pucat, sehingga freckles di wajahnya yang Draco sukai nampak samar.
Lingkaran hitam dibawah matanya dan matanya yang sedikit bengkak seakan meneriakkan jika wanita itu kurang istirahat.
“Malfoy” suara lembut itu menyebut namanya.
“Granger” ucap Draco kaku.
Mereka duduk berhadapan di sofa ditengah ruangan Draco, Lucy telah kembali dengan chamomile tea dan beberapa camilan, lalu meninggalkan mereka berdua.
“ba-bagaimana kabarmu?” tanya wanita itu sambil menatap Draco sebelum mengalihkannya pada hal lain
“Just ecstatic Granger. Seharusnya kau tanyakan itu pada seseorang yang pergi begitu saja 5 tahun yang lalu” mata Hermione menatap langsung iris kebiruan Draco, ekspresi terluka dan kekecewaan sangat terbaca di wajah wanita itu.
“aku tidak datang untuk memulai konfronstasi denganmu Malfoy” ucapnya kemudian, dia menatap kedua kakinya.
“maka cepat katakan” ucap Draco seakan dia tidak mengharapkan wanita itu dihadapannya.
“Aku—aku butuh bantuanmu, putriku membutuhkan bantuamu” alis Draco bertaut, ada keterkejutan dalam sepersekian detik namun digantikan oleh tawa pahit.
“Jadi kau menghilang selama ini, lalu datang kembali meminta bantuan, siapa? Aku? Untuk menolongmu dan—putrimu. But first Granger, tell me, siapa pria tidak beruntung ini? Kenapa kau tidak minta bantuan padanya? Kau tau? Ayah putrimu” Hermione menatap Draco sambil menggigit pipi dalamnya, sambil berusaha menahan air mata yang akan tumpah.
Wanita itu berdiri, dan menolak tatapan Draco yang sekarang ikut berdiri dihadapannya.
“Kau tau? Lupakan saja. Aku bodoh dengan berpikir bahwa kau akan membantuku”
“Are you mad Granger? Kau pergi begitu saja dan sekarang kau marah karena aku mempertanyakan loyalitasmu padaku?” nada Draco meninggi, cukup membuat kepala Hermione mengadah kearahnya, menatap iris musim dingin Draco dengan penuh arti.
“I'm desperate, Malfoy..aku—aku tidak akan datang kesini jika aku tidak benar-benar memerlukan bantuanmu” air mata sudah membasahi pipi Hermione.
“Lantas katakan apa yang kau inginkan dariku! Kau bahkan tidak mengatakan apapun, Merlin, Granger. Jika aku bisa membantumu, aku akan membantumu saat ini juga, tapi setelah itu aku tidak ingin melihatmu lagi”
No.
Draco tidak bermaksud mengucapkan kalimat terakhirnya, namun pernyataan Hermione sebelumnya memaksanya mengeluarkan kalimat menyakitkan itu.
“putriku butuh donor hati, dia—dia mengalami kerusakan hati sejak lahir” Draco merapatkan kedua bibirnya membentuk garis lurus.
“Dan kenapa kau berpikir jika aku adalah orang yang cocok untuk hal ini?” Hermione menghela nafas kasar, dia menatap kebawah, ke arah sepatunya dan menolak bertatapan dengan Draco.
“because you're her father”To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece Of Her
RomanceKumpulan kisah (one shot dan series) yang diceritakan dari sudut pandang dua orang manusia.