“come, my child. Kau akan kuberi hadiah sebagai ucapan selamat datang” suara mematikan itu berdesis bagai ular di telinga Draco yang berdiri didepan Voldemort, matanya memandang pria didepannya horror namun tak dapat melakukan apapun.
Pria berkulit pucat hampir kebiruan seperti mayat itu memandangnya dengan matanya yang perlahan memerah, tangannya yang dihias kuku panjang dan kekuningan seperti cakar Fenrir Greyback, perlahan menyentuh lengan kiri Draco dan menekannya pelan.
“Mosmordre” gumam Voldemort dan mata ularnya berubah menjadi merah sepenuhnya.
Refleks, seluruh darah Draco seakan mendidih, dia menahan teriakannya sekuat tenaga karena rasa sakit dari tanda kegelapan yang disentuh oleh maniak gila didepannya.
Dia membisikkan sesuatu ditelingan Draco yang membuat mata Malfoy muda itu membulat lebar, dan mulutnya seketika kering.
“Kau akan kuberi kesempatan melakukan tugas paling penting Draco, kau akan mengambil Elder Wand dari tangan Dumbledore”
Draco tak pernah merasa lebih dihantui sejak saat itu, dia harus membunuh kepala sekolahnya.
Dia tidak bisa melakukannya.
Karena itu Draco hampir menangis saat dia berdiri didepan Dumbledore di menara Astronomi, pria tua itu menawarkan perlindungan dibawah naungan Order, namun dia tidak bisa meninggalkan orangtuanya begitu saja di pihak Voldemort.
Mereka akan dihabisi saat Voldemort tau Draco berkhianat.
“Aku harus membunuhmu, atau dia akan membunuhku dan orangtuaku” ucap Draco dengan bergetar dan dingin, menyembunyikan ketakutan yang berkumpul diujung tongkat hawthorn wood miliknya, teracung pada Dumbledore.
Draco tidak mau menjadi pembunuh.
Dia ingin berteriak dan pergi keujung dunia dimana tidak jejak Voldemort ataupun perang yang akan berlangsung didepan matanya.
Dia tidak mau..
Dia—
“Draco” suara lembut itu membuat kepala Draco melihat kesekelilingnya.
Namun yang ada didepannya adalh Voldemort, menatapnya sinis dengan mata ularnya yang merah seperti ruby.
“No! I don't want to kill him” ucap Draco memohon
“Draco, it's me” Draco meneguk ludahnya dan kali ini memutar seluruh tubuhnya, mencaru sumber suara halus yang sangat familiar ditelinganya saat dia berada teapt ditengah para pelahap maut di Malfoy Manor
“Stop it!” ucap Draco lebih kencang
“My Dragon, it's me Hermione” mata Draco membulat lebar saat mendengar nama itu
“He—hermione?”
“Yes, your Hermione. Kembalilah padaku Draco”dengan kalimat itu, Draco merasa tubuhnya ditarik sekuat tenaga.
Kelopak matanya terbuka cepat saat sepasang lengan mungil itu memeluk lehernya, membawa kepalanya bersandar di pundaknya.
Draco melingkarkan kedua tangannya ditubuh wanitanya, meresapi aroma kulitnya yang seperti vanilla dan tea tree, sementara rambutnya beraroma seperti sex.
Wanitanya.
“Hermione. Hermione. Hermione” pria itu mengulangi nama itu seperti mantra dimulutnya, berharap jika ini benar-benar kenyataan dan dia tidak akan terbangun sekali lagi dan menemukan bahwa dia hanya sendirian di kamarnya yang besar dan sepi di Malfoy Manor .
Tanpa seseorang menemaninya, atau mau bicara padanya.
“lihat aku, apa aku terlihat sepertu mimpi bagimu?” tanya wanita itu seraya mendorong pelan tubuh Draco yang mau tak mau melepas pelukan nyamannya di tubuh wanita itu.
Draco melahap semua pemandangan indah didepannya.
Hermione Granger duduk bersimpuh didepannya, matanya masih sayu karena terbangun tiba-tiba dari tidurnya, ujung hidungnya yang bulat, bibir merah mudanya yang selalu menjadi tempat terlembut bagi bibir Draco bersandar, freckles yang tersebar di atas hidungnya dan sedikit dibagian dahi dan pipinya.
Tangan Draco nenyentuh semua sisi wajah wanita itu dan mengusap surai brunette wanita itu dengan sayang, menyelipkan jemarinya kedalam ikal yang menurut Draco sangat sexy sebelum jemarinya mendarat dibelakang leher Hermione dan Draco menariknya dengan sedikit dorongan membuat kepala Hermione maju dan lehernya terekspos oleh Draco.
“Kau bukan mimpi, kau nyata” gumamnya serays melayangkan ciuman ringan namun penuh makna di sepanjang leher Hermione, tangan kanannya masih berada dibelakang leher wanita itu sementara tangan kirinya masih memegang erat pergelangan tangan Hermione.
“Aku nyata, semua ini nyata Draco” tangan wanita itu menyentuh tangan kiri Draco dan membawanya menyentuh perut Hermione.
Draco membeku.
Telapak tangannya merasakan gerakan kecil namun kuat dari dalam perut Hermione yang sudah membuncit selama beberapa bulan ini saat dia memasuki trimester kedua kehamilannya dan gerakan tadi adalah tanda jika bayi mereka memberi salam pada ayahnya.
Klise memang, tapi seperti akhir dari cerita-cerita film favorit Hermione yang sering dia tonton di kotak bergerak itu, Draco merasa kabut mimpi buruknya menghilang begitu cepat dan digantikan oleh semua kenyataan yang hadir didepannya.
“you’re mine Granger, you're always mine” ucap Draco tegas dan lembut dalam waktu yang bersamaan.
Hermione tersenyum merasakan tubuh Draco tak lagi menegang dalam tangannya, dia menangkup kedua wajah pria itu dan mencium keningnya, kedua pipinya, diantara alisnya dan terakhir di bibir pria itu.
“I'm yours, now and forever”
‘I’ll choose you Draco, yesterday and tomorrow. I'll always choose you'
Suara Hermione yang menyerukan kalimat itu beberapa tahun yang lalu mengembalikan ingatan Draco tentang bagaimana waktu sudah berjalan 9 tahun sejak perang berakhir.
Draco menemukan Hermione di kafe favoritnya di Muggle London, beberapa blok dari jalan masuk Leaky Couldron, ternyata wanita itu juga sering mengunjungi kafe itu namun mereka belum pernah berpapasan karena Hermione selalu tiba lebih awal dan meminum kopinya di kantornya di kementrian.
Mereka berteman, bertukar pendapat, berdebat dengan otak cemerlang mereka sebelum akhirnya tertawa dan menyuap pumpkin pie yang selalu menjadi favorit Hermione dan Draco menyisip espressonya yang sudah dingin karena terlupakan sejak obrolannya dengan Hermione dimulai.
Pertemanan itu berubah menjadi satu ciuman singkat didepan flat Hermione dan perlahan beranjak menjadi 5 kencan yang romantis dan berakhir dengan dua tubuh polos mereka diatas kasur king size Draco, tangan Draco melingkar dipinggang Hermione dengan posesif sementara wanita itu menjadikan dada Draco sebagai bantal favoritnya sejak saat itu.
Draco masih ingat saat Weaslebee mengamuk ditengah Leaky Couldron saat mengetahui hubungan Draco dan Hermione yang sudah berjalan 6 bulan tanpa diketahui siapapun, Potter mendengarkan dan berusaha menahan si rambut merah bertingkah bodoh lebih jauh lagi dan dia nampak mengerti jika sahabatnya menyukai Draco.
'kau boleh mencintai siapapun yang kau mau Mione, itu tidak akan mengubah pandanganku padamu. Tapi jika Malfoy menyakitimu sedikit saja, dia akan tau kenapa Expelliarmus ku bisa membunuh Voldemort' ucap Potter hari itu.
Ternyata, Potter tidak seburuk itu jika Draco semakin mengenalnya.
Saat semua hari baik datang pada Draco selama 1 tahun memiliki Hermione Granger sebagai kekasihnya, mimpi buruk perlahan menghilang dari malam-malamnya, namun malam itu, saat mereka baru kembali dari pesta ulangtahun anak pertama Potter dengan Pansy yang berakhir kacau karena Ron berusaha mengintimasi Draco, mengatakan jika Hermione tak pantas untuknya dan bahkan melempar hex padanya.
Malam itu Draco bermimpi buruk, jauh lebih buruk dari sebelumnya karena malam itu, dia bermimpi jika Hermione akhirnya meninggalkannya.
Draco harus menerima jika itu adalah bayaran atas dosa-dosanya dan selamanya dia tidak pantas memiliki Golden Girl dalam pelukannya.
Namun dia terbangun karena mata bulat Hermione menatapnya dengan khawatir, kedua tangannya berada dipipi Draco dan wanita itu mencium seluruh wajah Draco dengan kecupan ringan.
'aku memilihmu Draco, aku tidak akan mengubah apapun. Jika Ron merasa tidak bisa berteman lagi denganku karena aku memiliki hubungan denganmu, so be it. I'll choose you Draco, yesterday and tomorrow, I will always choose you'
Optimisme mengalir dengan deras dalam nadi Draco dan dia menyebutkan kalimat itu.
The L word.
Sepanjang hidupnya dia tak pernah mengucapkan itu pada siapapun selain ibunya, namun malam itu dia mengatakannya pada Hermione.
Dia akan selalu mengatakannya hanya pada Hermione.
Karena jika bukan Hermione, maka tidak akan ada yang lain.
“Hello” bisik Hermione saat Draco sudah menatapnya tanpa terkejut.
“I love you” ucap Draco seraya meletakkan helaian rambut kebelakang telinga Hermione dan menatap mata wanita itu dengan teduh.
Hermione tersenyum
“I love you too” balasnya.
Draco tersenyum tipis, sedikit lebih lebar dari biasanya yang hanya dia tunjukkan untuk wanita didepannya.
Karena wanita ini memegang kelebihan dan kelemahannya dalam genggaman tangan mungilnya namun mampu mencintai dengan hati besarnya.
That's how he'd find his way out of the darkness and nightmares.
The End

KAMU SEDANG MEMBACA
Piece Of Her
RomanceKumpulan kisah (one shot dan series) yang diceritakan dari sudut pandang dua orang manusia.