Burn

1.4K 96 20
                                    

05 Juli 2008

Langit bergemuruh seraya air hujan membasahi bumi dengan deras dan bebas.

Batu marmer besar itu berdiri sendirian diatas gundukan yang sekarang sudah ditutupi rumput berbunga yang kelopaknya tidak basah karena air hujan ditengah taman bunga yang indah.

Beberapa orang dengan pakaian serba hitam dan membawa payung silih berganti mendekati pria yang berdiri menatap batu nisan itu dengan nanar, tanpa payung, ataupun mantra sederhana untuk sekedar melindungi tubuhnya dari basah air.

Sebagian besar adalah sahabat, dan kerabat istrinya, namun sebagiannya lagi adalah kolega Draco yang berusaha menunjukkan simpati mereka bukan duka yang nyata dan masyarakat sihir yang bahkan tidak pernah bicara pada istrinya yang sudah dikubur didalam tanah itu.
Mereka datang dengan hati yang hancur dan air mata untuk sang Golden Girl.

Bulu matanya terasa berat karena air hujan dan tangannya terkepal erat disamping tubuhnya.

Suara isak tangis masih terdengar disekitarnya, namun suara Ginny Weasley adalah yang paling menghantui Draco sejak dua malam yang lalu.

"Kau!" pekik Ginny seraya berjalan cepat kearah Draco Malfoy dan menarik kerah bajunya, menggoyangkan tubuh tak berdaya pria itu yang seolah kosong tanpa jiwa.

"Kau yang seharusnya ada didalam tanah ini, dan bukan dia! Beraninya kau! Setelah semua yang dia lakukan untukmu, kau masih memiliki malu untuk berdiri disini? Kau keparat! Kau pantas mati!" wanita itu menambah serangannya dengan memukul dada, menampar pipi Draco namun pria itu tetap tak bergeming.

Beberapa orang mulai menahan gerakan Ginny, berusaha menjauhkannya dari Draco namun wanita itu masih mencoba berontak, dia menendang kakinya keudara seraya kekasihnya, Blaise Zabini menariknya kedalam pelukannya.

Pantaskah Draco berdiri disini saat ini?

Matanya terus menatap gambar wanita yang terpasang di batu nisan itu, meskipun wajahnya pucat dan terlihat lemah, wanita itu tetap tersenyum indah kearah kamera saat mempersiapkan foto itu.

Foto untuk pemakamannya.

Draco tidak mengalihkannya perhatiannya pada siapapun hingga dia tidak sadar jika tidak banyak orang yang masih berdiri disana.
Namun tangisan Ginny masih terdengar ditelinganya, meskipun Draco tidak bisa menoleh untuk memastikan apa wanita itu masih berada disana atau dia sudah menghilang dan suara tangisan itu adalah bukti rasa bersalahnya yang akan dia ingat selamanya.

"Aku ingin membunuhmu dengan kedua tanganku Malfoy" suara lemah Harry Potter yang berdiri disampingnya dengan sebuah payung diatas kepalanya membuat tubuhnya terasa semakin dingin.

"tapi hari ini saat aku berdiri disana sementara tubuh dingin sahabatku dikubur didalam sana, aku sadar jika keadaannya adalah kesalahanku" Harry menunduk, kacamatanya basah karena air matanya.

"Ha-harusnya aku membatalkan pernikahan kalian, seharusnya aku berteriak padanya untuk tidak menikah denganmu, se-seharusnya aku menarik tongkatnya, mematahkannya dan membuatnya melupakan bahwa dirinya adalah seorang penyihir selamanya. Itu salahku. Kematiannya adalah salahku, karena tidak memperingatkannya tentang sosok Draco Malfoy yang tidak akan pernah berubah. Dia percaya kau tau? Dia percaya jika dia menikah denganmu, kau akan berubah, dia bisa merubahmu menjadi orang yang lebih baik dan membuktikan pada semua orang yang tidak setuju pada perniakahn kalian bahwa mereka salah, tapi rupanya dia terlalu banyak membaca novel romansa hingga berpikir seseorang tak punya hati sepertimu bisa berubah" terdengar helaan nafas dari Harry dan mengangkat kepalanya menatap langit yang abu-abu.

"aku tidak pernah membencimu, tapi ini akan menjadi terakhir kalinya aku bicara padamu Malfoy, meskipun aku tidak memintamu membunuh dirimu sendiri seperti semua orang, tapi tolong, bersikaplah seperti kita tidak saling mengenal jika suatu saat kita bertemu di jalan. Karena aku tidak bisa menatapmu tanpa mengingat wajah Hermione yang mengatakan jika dia mencintaimu dengan tulus dan dibandingkan membunuhmu, aku akan membunuh diriku sendiri karena rasa bersalahku Malfoy. Jadi selamat tinggal, semoga kau punya hidup yang baik tanpa rasa bersalah membusuk didalam hatimu"

Dengan itu, Harry pergi dari tempat itu, berapparate dengan getaran hebat, membuat Draco terjerembap keatas tanah yang basah.

Perlahan, Draco mengangkat kepalanya dan menemukan Molly Weasley yang berdiri sendirian menatapnya, ekspresi wajahnya terlihat terluka, kecewa dan kemarahan yang terpendam untuk Draco.

Tapi wanita itu tidak mengatakan apapun bahkan hingga saat dia mulai berjalan menjauh dan menghilang.

Kini Draco sendirian ditempat itu, merasa kosong dan membenci dirinya sendiri yang masih mampu menatap senyuman wanita itu untuk terakhir kalinya.

Tangannya yang mengepal sejak tadi perlahan terbuka dan sebuah perkamen yang sudah sangat kumal terlihat diatas telapak tangannya yang terluka karena kukunya yang menusuk kedalam daging telapaknya.

Perkamen itu tidak basah meskipun air hujan sudah berkumpul ditelapaknya, mengubah warna merah darah menjadi pink karena mantra pelindung yang kuat disekitarnya.

Draco tertawa nanar, matanya yang memerah menatap langit.

Benar, seharusnya dia yang mati.

Bukan istri yang dia nikahi selama 4 tahun,

Bukan istrinya yang baik dan cantik.

Bukan Hermione Malfoy nee Granger.

Karena seharusnya itu menjadi tempat Draco Malfoy.

Sekarang Draco harus hidup dengan rasa bersalah didalam hatinya, seperti kalimat Harry yang meracuni pikirannya.

To be Continued

Alo!
Fic ini direquest oleh @azizahthiar dan pertama kalinya mengangkat background theme Marriage dengan taburan angst dan nantinya akan terbagi beberapa chapter

Kayanya memang kebanyakan fanficku yang harusnya fluff atau adventure malah jadi angst di tengah cerita dan aku rasa aku memang gk bakat nulis fluff :')

I hope you like this series
Thank you & enjoy the story!

Piece Of HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang