Once Upon A Time

1.7K 134 24
                                        

“Malfoy, wait up!” Pria itu tidak menoleh, dia tetap berjalan menyusuri koridor sepi itu sementara langkah kaki dibelakangnya semakin dekat.

“You git!” Saat tangan mungil itu menepuk pundak Draco dan mencengkram jubahnya, Draco akhirnya berhenti dan menoleh kebelakang.

Hermione sedang mengatur nafasnya dengan kedua tangannya berada dilututnya dan matanya menatap Draco kesal.

Draco menyeringai lalu melipat kedua tangannya di dadanya.

“Kau sangat kecil Granger, wajar saja jika larimu lambat” nada suara Draco tenang namun sarat ejekan dan Hermione langsung meluruskan tubuhnya dan menyipit pada Draco.

“Oh shut up, kau bilang akan menungguku didepan menara Gryffindor tapi ternyata kau pergi ke perpustakaan lebih dulu”

Ah, benar.

Tepatnya 3 menit yang lalu, Draco menunggu Hermione disebelah lukisan Grey Lady, dia menunggu hampir 15 menit lebih awal karena tau jika sahabatnya itu akan keluar lebih awal jika mereka akan ke perpustakaan.

Dia terbangun dengan mood yang lebih baik daripada hari-hari sebelumnya, dia berniat mengajak Hermione ke pesta dansa kelulusan mereka yang akan diadakan dua minggu lagi. Karena mereka selalu datang bersama di semua acara pesta yang diadakan di Hogwarts, mereka akan datang bergandengan tangan dan saat orang-orang mulai bertanya apa mereka mulai berkencan, maka jawaban mereka tetap sama setiap tahunnya.

Draco sedang mengecek buku-buku yang ada ditangannya, memeriksa apakah ada pekerjaan rumah yang tertinggal di kamarnya di dungeon Slytherin saat suara lembut Hermione mendekat dan diikuti oleh suara pria yang Draco—well, kau bisa bilang jika Draco tidak suka, tapi rasa tidak suka itu tidak pernah menyentuh level 'benci'.

Namun jelas sekali jika Draco Malfoy dan Harry Potter adalah rival sejak hari pertama.

“Kalau begitu aku duluan Harry”
‘yes you better be hurry Granger' batin Draco sambil memperhatikan dua manusia itu di dekat pintu

“Biar kutebak? Kau mau ke perpustakaan?” Draco merengut saat tidak mendengar jawaban langsung dan dia tau jika Hermione sedang tersenyum sambil salah tingkah.

'fucking hell Granger, jangan tersenyum padanya'

“Iya, semoga beruntung untuk latihannya Harry” Draco mengangkat dagunya dan menunggu Hermione muncul saat Harry fucking Potter lagi-lagi menahan gadis itu.

“emm, bisa—bolehkah aku bertanya sesuatu?” Harry menggaruk belakang kepalanya

no, jangan dengarkan dia dan datanglah padaku'

“Apa?”

“Maukah kau pergi ke pesta dansa denganku?”

That's it.

Draco tak menunggu jawaban Hermione dan langsung meninggalkan tempat itu dengan perasaan jengkel.

Namun semuanya pudar saat dia melihat Hermione Granger menyipitkan matanya padanya dan bibir mungilnya itu mengerucut karena dia kesal pada sahabatnya itu.

Dan Draco tidak pernah bisa melanjutkan amarahnya setiap kali dia melihat wajah Hermione dengan semua ekspresi manisnya.

Dia tau perasaan apa yang dia miliki pada Hermione yang sudah menjadi sahabatnya sejak kelas ramuan pertama mereka di tahun pertama, dan sejak saat itu mereka tidak terpisahkan.

Namun menjadi penyihir kelahiran Muggleborn yang bersahabat dengan seorang penyihir yang lahir dalam salah satu keluarga darah murni tertua Britania Raya, membuat Draco sering berada dalam masalah di Hogwarts.

Beberapa orang berbisik saat dia berjalan di koridor, beberapa orang yang lebih berani menuang jus labu diatas makanan Draco dan yang lain dengan senang hati akan bersorak ria jika suatu hari nanti Draco terkena bludgers saar bertanding quidditch dengan Gryffindor.

Memang apa yang salah dengan muggleborn berteman dengan para pureblood?

Tidak ada. Yang menjadi masalah adalah saat dia dan Harry Potter menyukai orang yang sama.

Hermione Granger.

Seluruh Hogwarts tau dan bisa melihatnya dengan jelas, namun tidak dengan gadis yang dimaksud.
Sahabatnya yang kini tengah belajar dimeja diseberangnya, adalah wanita paling tidak peka dan naif yang pernah Draco temui.

“Apa?” tanya Hermione saat matanya melepas perhatiannya dari perkamen didepannya dan menatap Draco yang memperhatikannya dibanding pekerjaan rumah transfigurasinya.

“mum ingin aku pulang minggu ini” ucapnya sambil menatap iris amber Hermione yang melebar beberapa mili.

“Benarkah? Well that's a good thing because I miss her already—” kalimat antusias gadis itu dipotong oleh tatapan sengit Draco

“Aku akan pergi sendiri” Draco bersumpah tidak ada hal yang paling menyakiti hatinya dibanding ekspresi wajah Hermione yang berubah sendu karena kalimatnya.

Karena sejak mereka mulai berteman, Draco mengajak Hermione ke rumahnya hampir setiap liburan natal, setiap tahun. Gadis ini sudah mencuri hati banyak orang, bahkan ibunya dan ayahnya langsung jatuh hati pada obrolan berbobot dan senyuman tulus seorang Hermione Granger.

I mean, who doesn't love her anyway?

“Oh” balas Hermione “okay”
Draco mengangguk lalu melanjutkan pekerjaannya, dan beberapa saat kemudian, suara perkamen dan buku yang ditutup diikuti suara Hermione membuat Draco melirik kearah gadis itu namun tidak mengangkat kepalanya.

“Aku harus kembali ke asrama Draco, Ginny—dia bilang malam ini ada girls night, aku baru ingat” Hermione melempar senyum lemah sebelum kembali bertanya

“Kapan kau akan pergi?”

“Besok pagi, dan tidak perlu mengantarku” gadis itu menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk

“Kalau begitu sampai bertemu lusa Draco” dan perlahan berdiri lalu berjalan keluar dari perpustakaan.

Saat memastikan jika gadis itu tidak berada di ruangan yang sama dengannya, Draco menghela nafas yang dia tidak tau dia tahan sejak tadi.

Dia menatap perkamen dihadapannya dengan perasaan yang jauh, baru dan—menyakitkan.

Draco selalu berpikir jika dia akan selalu ada kapanpun Hermione membutuhkannya, dia akan selalu hadir sebagai sahabat terbaiknya sebagaimana Hermione selalu melakukan hal yang sama untuknya.

Dia tidak menyadari jika kecemburuannya atas Hermione dan Harry didasari perasaan yang lebih dalam dari Persahabatan.

Namun saat dia menyadarinya beberapa saat yang lalu, dia mengerti kenapa banyak orang menolak keberadaannya disamping Hermione.

Seorang anak tunggal dari keluarga sederhana yang tinggal di Wales dan hanya memiliki sebuah toko buku kecil yang tidak selalu ramai pengunjung, berharap bisa bersanding dengan The Pureblood Princess?

Jika dibandingkan dengan Potter Manor yang berdiri kokoh di Godric Hollow, rumahnya yang berada ditepi hutan akan terasa seperti gubuk.

Jika dibandingkan dengan pesona Harry Potter yang tidak hanya menjadi Kapten Quidditch Gryffindor,tapi juga pria yang terlihat ramah dan baik, maka Draco yang terkesan introvert, dan tidak memiliki teman selain Hermione adalah pecundang.

Tapi membayangkan Hermione berada dipelukan pria lain, tertawa bersamanya dan berbagi es krim seperti yang biasanya Draco dan Hermione lakukan, Draco merasa akan meninju siapa saja didekatnya.
Membayangkan ada pria lain sebagai kekasih Hermione, artinya menggeser posisi Draco yang hanya seorang sahabatnya.

Dia jatuh cinta pada Hermione Granger.

Lagi-lagi Draco menghela nafas sebelum membereskan barang-barangnya dan kembali ke kamarnya karena dia tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumahnya tanpa memikirkan gadis dengan surai brunette sepinggul itu.

Piece Of HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang