28 : Charlotte

477 79 34
                                    

Ethan menyetir selama tiga jam perjalanan kami ke kota Charlotte. Sekitar pukul 4 sore kami telah sampai di venue. Setelah memarkirkan mobil, Ethan membeli tiket untuk kami berdua. Kami beruntung karena masih tersedia penjualan tiket di venue.

"Konser dimulai pukul 9, apa yang akan kita lakukan sekarang? Masih ada 5 jam tersisa," ujar Ethan.

"Makan! Aku lapar sekali," ucapku.

"Dasar kau, selalu lapar," kata Ethan mengejekku.

Aku mencibir.

"Okay, ayo kita cari restoran di dekat sini," ucap Ethan.

"Ayo!"

Kami pergi menuju tempat mobil kami diparkir. Lalu kami pergi dari venue untuk mencari restoran. Setelah sekitar 15 menit perjalanan, kami menemukan restoran burger.

"Makan di sini saja!" ucapku.

"Kau yakin? Tidak ke tempat yang lebih ramai dan terkenal saja?" tanya Ethan ragu-ragu.

Aku mengangguk. "Burger adalah pilihan aman. Tidak mungkin restoran burger tidak dapat membuat burger yang enak," ucapku.

Ethan menuruti permintaanku, dia memarkir mobil tepat di depan restoran. Lalu kami turun. Saat kami masuk, ternyata restoran itu sangat sepi. Sial! Apa benar kata Ethan? Restoran ini tidak enak?

Ethan tertawa kecil, aku memelototinya. Lalu dia berhenti tertawa. Dia tahu apa yang aku pikirkan. Pasti dia merasa menang!

Kami sudah terlanjur masuk, sehingga akan sangat aneh jika kami keluar lagi. Akhirnya kami memesan dua set burger, dan dua gelas root beer dengan float.

Kami duduk di salah satu meja, dengan duduk saling berhadapan. Tak lama kemudian, pelayan mengantar pesanan kami.

"Selamat menikmati," ujar pelayan yang memakai seragam baju biru muda itu, kemudian dia pergi dari meja kami.

"Ayo kita taruhan 5 dolar, ini burger yang tidak enak," ujar Ethan, lalu dia mengeluarkan dompet dan meletakkan 5 dolar di atas meja.

Aku menatap burger di depanku, tidak ada yang salah dari penampilannya, sepertinya ini burger yang enak. Tapi kenapa restoran ini sepi?

"Okay, deal," ucapku. Aku pun mengeluarkan 5 dolar dari dompetku dan meletakkannya di atas meja.

Secara bersamaan, kami menggigit burger di depan kami. Aku dapat merasakan daging yang empuk dan lezat, juga keju yang meleleh di lidahku. Rasa mustardnya sangat enak bercampur dengan daging, acar, selada, keju, dan tomat. Rasa acarnya pun tidak terlalu asam. Tidak ada yang salah dari burger ini! Ini enak! Sangat enak menurutku.

Aku menatap mata Ethan, dia membelalakkan matanya. Dia setuju denganku.

"Ini sangat enak kan?" tanyaku pada Ethan dengan mulut penuh.

Ethan mengangguk setuju. Aku pun tersenyum lebar dan mengambil 10 dolar di atas meja.

"Ini sangat enak, tapi kenapa restoran ini sepi?" tanya Ethan setelah menelan makanannya.

Aku mengangkat bahuku. Aku tidak tahu, yang jelas aku akan memakan burger ini dengan lahap, dan juga menghabiskan kentang goreng di depanku.

"Aku kenyang," kataku sambil bersandar di kursi, dan menepuk-nepuk perutku.

"Ya, aku juga," ujar Ethan.

Ethan memanggil pelayan menggunakan kode dari tangannya. Lalu pelayan yang tadi mengantar makanan, berjalan menghampiri meja kami.

"Sorry, sir. Boleh aku bertanya? Burger kalian sangat enak, tapi kenapa restoran kalian sangat sepi?" tanya Ethan.

"Kalian pasti bukan orang sini. Restoranku ini dulu sangat ramai, tapi sejak kejadian bulan lalu, menjadi sepi," ujar pelayan itu.

STAR IN WILMINGTON ( END ✔️ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang