(Dari bingkai mata seorang puan)
"Terima kasih sudah bahagia."
Di tengah-tengah ingar bayu merengkuh punggung ilalang kau merakit kalimat--yang tak dapat kueja sebuah paham.
"Betapa sulitnya waktu lalu aku menggurat lengkung sabit di wajahmu. Betapa sadar seharusnya kusemai jauh-jauh hari di padang merah dalam tubuhku; kau butuh orang yang tepat, yang dengannya tak perlu kaubangun sekat."
Kau berlalu mengantongi sedih, aku tinggal bersama pedih--yang kekal bersemayam di balik senyum-senyumku yang katamu kian menawan.
Ternyata kau tak jua paham; betapa lama kupelototi gulir masa dengan tetes bersimbah--berharap kau mengulang singgah; sekali lagi dan takkan mengulang pergi.
Harap-harap menelanku: aku menguburkanmu jauh-jauh hingga kau tak lagi terengkuh.
Selepas kau hilang, bahagia amat terbiasa menopang wajahku yang malang
Dan kau pergilah lagi; jangan kembali
Sebab aku teramat nyaman dengan adegan-adegan bahagia yang kupentaskan.Melibur, 21 April 2021

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Malam-Malam Tanggal
PoesiaSeketika aku semacam gigil dedaunan yang bergeletuk direngkuh embun, dan kau tangkai-tangkai waktu kering; terpanggang musim-musim hilang yang panjang.