33. Horse-drawn Carriage

11K 536 12
                                    

Rashti POV

Mall of Berlin telah di jelajahi. Dua anak buah Erwin menenteng banyak belanjaan hingga Erwin menelepon satu bawahannya lagi untuk membawa mobil khusus sebagai tempat belanjaan ku.

Aku memang sengaja, memborong banyak baju, tas dan sepatu sebagai balas dendam karena telah dikurung berminggu-minggu.

Erwin bahkan tak menolak setiap kalia ku meminta untuk membeli barang yang begitu mahal sekalipun. Seluruh uang yang kubawa dari Indonesia telah lenyap entah kemana sejak pertama kali aku diculik.

Beruntungnya sekarang, Erwin memenuhi segala keinginanku. Yah, meskipun nanti aku harus menuruti keinginannya sebagai ganti.

Kembali ke mobil setelah berbelanja, mobil melaju ke jalan raya sepanjang pusat kota Berlin. Melihat-lihat bangunan besar lalu mampir ke beberapa tempat untuk menangkap gambar.

Aku mengingat dan menuliskan list tempat yang ingin kukunjungi di Berlin untuk berjalan-jalan, dan disinilah sekarang aku berada.

Patung Karl Marx dan Friedrich Engels di Taman Mark Engel Forum, dua patung laki-laki berjenggot yang merupakan patung bersejarah di sebuah taman publik di tengah distrik Mitte.

Berdiri di depan kedua patung tersebut lalu berpose layaknya model dengan Erwin sebagai fotografer-nya.

"Erwin, biar kufoto juga dirimu" kataku meraih ponsel Erwin secara paksa dan membuka kamera.

Belum sempat aku mengangkat ponsel itu dan menyoroti Erwin, ponsel itu telah direbutnya kembali. Aku mendengus dan berusaha untuk mengambilnya lagi namun terlambat karena Erwin lebih dulu memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya.

"Memangnya kau tidak ingin berfoto denganku?" kataku sedikit memanyunkan bibir cemberut.

"Tidak" Erwin membalas singkat sembari melangkah mendahuluiku.

Aku mengekor dibelakang,
"Kau tidak suka berfoto" dan aku bertanya ketika tidak adanya obrolan sepanjang perjalanan.

"Tidak" Erwin kembali menjawab singkat namun ia segera melanjutkan, "Lagipula sudah terlalu banyak foto kita berdua"

Aku terdiam dengan dahi mengkerut, "Kapan aku berfoto dengan Erwin?" aku bertanya-tanya dalam pikiranku.

"Aku tidak pernah berfoto denganmu" kataku menyanggahnya.

"Terdapat kamera tersembunyi di kamar dan ruang siksa. Banyak foto dan video yang bisa kau tonton di laptop ruang kerjaku jika kau penasaran" jelas Erwin disertai kekehan kecil di akhir katanya.

Mataku membulat mendengar penjelasan tersebut.
Apa katanya, kamera tersembunyi? Di kamar? Ruang siksa?

Pertanyaan itu muncul begitu saja, otakku segera memutar kembali apa yang terjadi di dalam kamar dan ruang siksa yang dimaksud.

"S-Sejak kapan?" tanyaku gugup.

"Sejak kau mengkhianati ku" Erwin menjawab santai.

Aku terkejut mendengar hal itu. Kamera tersembunyi itu dipasang sekitar dua minggu yang lalu. Memikirkannya, seketika wajahku bersemu merah, rasa panas yang menjalar dari ujung kepala sampai leherku, serta tangan yang secara reflek menutup muka.

Sejak dua minggu terakhir ini, kamera tersembunyi sudah ada di dalam kamar Erwin.

Yang itu artinya, apapun yang terjadi di dalam kamar terekam semuanya. Termasuk saat aku berganti baju dan saat Erwin melakukan 'itu' terhadapku.

"ARGHH!!" aku berteriak frustasi.

Erwin berjengit kaget mendengar teriakanku. Ia menoleh cepat dengan dahi yang mengkerut.

The King Of The Dark WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang