Erwin POV
Sepintar-pintarnya aku dalam menebak pemikiran orang melalui ekspresi, tetap saja, aku tak bisa membaca pikiran mereka secara pasti. Begitupun ketika aku mencoba untuk mengetahui tentang apa yang dipikirkan Rashti saat ini.Setelah mengetahui keberadaannya di greenhouse, aku segera pergi dengan niat menemuinya. Ketika tiba di ambang pintu, gadis itu tidak menyadari kehadiranku. Menunduk dengan dahi mengkerut dan wajah yang terlihat cemas, masam, serta takut.
Campuran antara banyak perasaan dan pikiran dalam satu ekspresi yang tidak mampu terjelaskan. Dapat kulihat meski di kejauhan, pelupuk matanya yang berkaca-kaca dan bahunya yang bergetar seolah menahan tangis. Aku tidak tau mengapa, gadis itu tampak amat bersedih.
"Rashti." Aku memanggil membuat yang punya nama mendongakkan kepala. Kemudian, aku mendekat, berdiri di samping mejanya dan memerhatikan ia yang masih tak mengubah ekspresinya.
"Ada apa?" tanyanya kemudian.
"Harusnya aku yang bertanya demikian padamu, Rashti," balasku yang bukan memberikan ia jawaban.
"Maksudmu?" Rashti balas bertanya.
"Ada apa denganmu? Kau tampak sangat bersedih. Apa sesuatu mengganggumu? Kau juga terlihat takut dan cemas." Aku mengutarakan beberapa kalimat sekaligus. Rashti terdiam, mulutnya seolah ingin menjawab sesuatu tapi kembali di tahan. Ia hanya menghela nafas panjang dan mengalihkan pandangan.
"Aku--" Rashti menjeda untuk beberapa saat hingga ia kembali melanjutkan, "--b-baik-baik saja."
Jelas sekali dia sedang tidak baik-baik saja. Dilihat dari mana pun, ucapannya hanyalah kebohongan untuk menutupi perasaan sebenarnya.
"Kudengar, ini adalah tempat favoritmu untuk bersantai. Aku baru tau kau menyukai pesta teh kecil-kecilan." Aku berkata, mencoba untuk mencairkan suasana yang terasa aneh di antara kita.
"Lalu?" Pertanyaan Rashti terasa dingin bagiku. Wajahnya yang datar saat mengatakan itu entah mengapa tidak biasa. Rashtiku bukan seperti ini. Gadis yang ceria dengan banyak tingkah dan keusilannya, itulah dia. Tetapi, Rashti yang dihadapan ku sangat berbeda. Terlihat sangat muram tanpa kutau alasannya.
"Mau kubuatkan?" tanyaku dan ia hanya mengangguk.
Aku beralih tempat. Di dalam greenhouse ini dilengkapi oleh sebuah teko otomatis yang bisa memanaskan air karena baterai yang tertanam di dalamnya. Hanya perlu memasukkan bubuk teh secukupnya lalu memanaskan hingga mendidih. Ada penyaring otomatis juga pada bagian atas sehingga serbuk teh yang tersisa akan tersaring dengan sendirinya saat dituang.
Selesai dengan itu, aku membawa teko tersebut, meletakkan dua cangkir beserta tatakan di atas meja di hadapan Rashti. Kemudian menuangkan tehnya pada kedua gelas tersebut. Menyerahkan segelas untuk Rashti sementara gelas lain untukku. Dan aku, duduk di kursi kosong dengan meja yang sama dengannya.
"Minumlah selagi masih hangat," tuturku dan gadis di hadapanku hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Seperti yang kukatakan, perlahan Rashti menyentuh gelas tehnya. Meniup permukaan teh yang masih mengepulkan asap tanda bahwa masihlah panas. Setelah itu, Rashti menyesapnya, sedikit saja. Menikmati rasa dari teh tersebut lalu meletakkannya kembali. Aku melakukan hal yang sama.
Angin malam yang lumayan dingin menyapa akibat pintu yang tidak tertutup. Sunyi senyap yang disajikan di sekitar area ini menjadi teman bagi kami. Tiada obrolan yang tersaji bahkan setelah beberapa menit berlalu.
Dan Rashti, terkadang ia mendongakkan kepalanya untuk menatapku. Lalu, menunduk lagi dengan bibir yang bergerak dan menutup rapat lagi. Seakan ia ingin mengutarakan sesuatu dan kembali ia tahan dan simpan seorang diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
The King Of The Dark World
ActionRashti Queenzia Anderson (20), memilih Berlin sebagai tempat ia merayakan ulang tahun. Bersama dengan seorang temannya, Elsa Emelliene Meyr (21) mengunjungi sebuah bar dan berpesta ria disana. Tetapi siapa yang menyangka bila malam itu adalah awal d...