-- Asrama Tembak Menembak --
Lesley duduk di kantin sembari memegang roti lapis isi kacang. Sebetulnya ia tidak pernah suka dengan selai kacang, tapi..."Kesal sekali," gumamnya menghela nafas, melihat sosok Granger duduk satu meja dengannya. Ditambah, remaja itu sudah memesan roti dengan rasa yang lain. "Harusnya kamu tahu, aku membeli roti lapis ini untukmu."
Granger hanya diam, pandangannya tidak pernah beralih pada buku menu yang sedang ia pegang. Namun beberapa saat kemudian... Tante Kantin pun muncul sambil membawa roti lapis isi cokelat dan memberikannya pada Granger.
Tanpa mengucapkan terimakasih atau apa, Granger langsung membuka plastik tersebut lalu melahapnya. Rasanya sangat manis, dan baru kali ini Granger mempunyai hal yang tidak ia inginkan setelah memakan roti tersebut.
"Besok aku harus pulang ke Istana Baroque, ayahku bilang ada pekerjaan yang harus kulakukan." kemudian ia berbicara.
"Lagi-lagi...." sempat bergumam dengan ekspresi sebal, Lesley mencengkeram rotinya kuat-kuat. "Apa tidak ada pilihan lagi selain kembali ke tempat itu, Granger?"
"Tidak," jawaban Granger sangat singkat. "...selain harus menjaga Puteri Guinevere, aku juga punya banyak tugas dari ayahku."
Akhirnya Lesley menyerah untuk menanyakan hal ini lebih lanjut. Sudah cukup lama mereka berkenalan, dan Lesley selalu paham apa yang ada dipikiran si Granger. Namun.. tetap saja, ada rasa yang mengganjal jika Granger harus selalu tunduk dibawah kekuasaan Raja Baroque.
Istirahat makan siang berakhir dengan cepat.
Di umur yang masih terbilang sangat muda, Lesley dan Granger masuk di sekolah yang biasa kita sebut dengan asrama—tak lain untuk meningkatkan skill tembak-menembaknya. Mereka berdua memiliki bakat sejak lahir, maka dari itu Kardel tidak mau menyia-nyiakan bakat kedua remaja tersebut. Tak aneh apabila Kardel Sharpeye memasukkan mereka.Entah berapa lama waktu yang mesti mereka habiskan disini, secara Kardel tidak pernah memberitahu masa akhir dalam pembelajaran selama di asrama. Pendapat Lesley cukup memuaskan setelah tahu bahwa 'Ia sama sekali tak keberatan jika harus berlatih. Jika bersama Granger, semangat Lesley tidak akan pernah pudar.' Yah, walau seperti itu, nyatanya.. Granger harus kembali ke Istana Baroque satu atau dua minggu sekali untuk menjalankan tugas dari sang ayah.
Well, masa muda mereka mungkin akan terus berputar. Kita tidak tahu akhir yang akan mereka ambil di masa depan.
...
-- Gedung Konferensi --
Sudah belasan tahun setelah Abaddon menghilang tanpa jejak-meninggalkan gedung kongres yang ia miliki tanpa perawatan sedikitpun. Vance dan yang lain tidak keberatan jika harus menggunakan tempat tersebut untuk rapat dadakan."Kita ulas kronologi awal dari penyerangan di underworld." kata Vance seraya merapikan selembaran kertas.
15 menit saat menjelaskan rincian dari penyerangan Astri di underworld, dan pemecah belah konflik yang disebabkan Abaddon di outworld. Akhirnya semua kerajaan tahu bahwa Abaddon benar-benar mempunyai hubungan gelap dengan Astri sejak ia menjadi Raja The Lord of Avernus.
"Aku setuju dengan pembahasan yang kau berikan, Vance. Tapi.. ada hal yang tidak masuk akal dalam pembicaraan ini." dari kursi paling depan, sosok wanita tua berbicara.
"Berikan alasanmu, Vexana." balas Vance terdiam seketika. "Kau disini sebagai pengganti Abaddon, aku pun tidak bisa mengelak kalau kau juga pernah berhubungan dengannya."
"Sebelum kujelaskan, aku mau memastikan kalau diriku—Vexana, tidak pernah mau menduduki tahta Kerajaan Fortress of Despair. Akan kuberikan alasan itu nanti. Tapi sekarang.. kita akan membicarakan hal lain yang penting, setuju?"
Vance, Charlotte, Pantheon, dan Nanao mengangguk tanda setuju. Mungkin kalian sedikit penasaran kenapa sosok Nanao hadir dalam rapat ini. Well, rapat ini tidaklah resmi secara orang-orang yang hadir adalah orang yang memiliki pengetahuan kuat tentang underworld-bisa kita sebut dengan.. "saksi."
"Biar kuberitahu, Vance. Abaddon bukanlah manusia, tapi dia adalah jelmaan iblis yang tinggal di alam kita. Jika kujelaskan secara rinci akan panjang, tapi.. aku yakin kalian sudah tahu dari pihak kepolisian bahwasanya catatan Abaddon ditemukan pada tahun 1877 dimana teknologi canggih belum ada."
Vance terdiam, memegangi dagu seraya berpikir, "Ya, Johnson pernah memberitahuku akan hal itu. Tapi.. apa kau punya bukti kuat yang lain, Vexana?"
Vexana tersenyum lebar, menahan tawa sambil cekikikan. Ia pun membuka mulutnya dan memberitahu semua orang yang hadir dalam rapat.
Dari situ, rapat berakhir tanpa penjelasan yang rinci dari Vexana. Meski demikian, Vance dan yang lain cukup puas dengan data-data yang mereka dapatkan.
Diluar gedung konferensi, Nanao disambut oleh satu pelayan kepribadiannya, "Bagaimana rapat Anda, Nanao-sama?" tanyanya.
"Bisa dikatakan baik, dan juga tidak. Tapi untuk saat ini.. aku sangat puas bisa berjalan-jalan keluar kuil. Oh, pastinya suamiku akan marah kalau dia tahu."
...
-- Rumah Kecil Tak bertingkat --
"Yosh-Yosh-Yosh~ jangan menangis, ibumu sebentar lagi pulang, kok." seorang pria mencoba 'tuk menenangkan puteri kecilnya.Umurnya baru menginjak 7 tahun, gadis kecil berambut putih dengan paras yang amat cantik nan manis. Kagura, adalah anak dari Miko-Penjaga Kuil Raksesha, yakni Nanao.
"Sebagai ayah, aku harus bisa menjaga Kagura tanpa bantuan dari Nanao. Astaga.. aku tidak mengira kalau mengurus satu anak cukup sulit." gumamnya.
Meskipun tinggal di desa yang tak banyak ditinggali oleh penduduk, Tatsu dan Nanao berhasil membentuk sebuah keluarga tanpa adanya beban ataupun masalah. Rumah yang mereka tinggali sangatlah jauh dari daerah pemukiman, tidak ada tujuan lain selain menjadi keluarga yang harmonis.
...
-- Pinggiran Kota --
Dante berjalan sendirian, berhenti di depan gedung entah berantah. Lumayan lama ia memandangi gedung tersebut—betapa kumuhnya.Dari tempat ia berdiri, sejenak ia mencium hawa keberadaan orang lain yang tengah mengintip dari sebuah jendela kecil. Dante menatapnya, memperhatikannya lebih lama sampai akhirnya ia tahu.. kalau orang itu memiliki 6 mata yang sangat aneh dan menjijikkan.
"...Sebenarnya tempat apa ini?" rasa penasaran muncul, saat Dante hendak masuk ke dalam...... ia ditahan oleh seorang pria berpakaian putih ala professor.
"Kau tidak bisa seenaknya masuk, Tuan. Ini adalah tempat rahasia kami."
"Apa maksudmu?"
"Seperti yang kusebutkan. Tempat rahasia adalah tempat yang tidak boleh diketahui oleh orang lain."
Pada akhirnya Dante tidak tertarik lagi. Ia pun kembali berjalan dan mengabaikannya.
Tujuan Dante masih belum berubah, ia harus segera menemukan keberadaan Leomord untuk menghentikkan penderitaan Silvanna.
"Gigitan yang kusebabkan berefek buruk pada hubunganku. Aku tidak menginginkan ini. Maka dari itu.. aku akan mencari jalan keluarnya. Aku akan.. menghabisi Leomord dan menguak identitas asli dari Demon Marauder."
Dari kejauhan, sosok professor tadi terus memperhatikan Dante berjalan pergi. Beberapa detik saat sosok vampir itu menghilang—barulah ia masuk kedalam.
"Tidak mungkin aku memperlihatkan karya seniku pada orang lain. Satu pencapaian hebat yang didukung Rubick tidak akan pernah kubuat kecewa. Iyakan.. Zhask?" ilmuwan itu bertanya sambil menyorotkan pandangan pada seorang pria remaja, bertubuh aneh dan mempunyai enam mata merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNOX AUTHORITY (TAHAP REVISI)
Fiksi PenggemarIni adalah SEQUEL Lunox di "MOBILE LEGEND FANFICTION" yang saya buat. So, kita bakal melihat kehidupan Lunox dari ia lahir sehingga ia bisa menjadi wanita dewasa. Dan ini bisa jadi akan tertuju pada semua HERO. So~ Happy Reading~ ©Wibukun