27 -

82 17 2
                                    

Matahari telah terbit,
Pagi hari terlihat lebih cerah dari biasanya,
Silvanna dan Lunox menyusuri hutan di pedesaan dan mulai mencari beberapa kayu bakar.

"Silva?" dari belakang si kecil memanggil, merasa penasaran (kenapa) Silvanna lebih sering diam.

Karena itulah Lunox menghampirinya, mencoba cara untuk mendekat dan menghiburnya. Oh sepertinya Lunox tahu bahwa wanita itu sedang mengkhawatirkan Dante. "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja." kata Silvanna dengan seyum yang dibuat-buat.

Senyuman itu jauh berbeda dari apa yang Lunox bayangkan, itu terasa.. kosong. Namun entah mengapa wajah cantik Silvanna tetap melekat sampai ia sendiri bingung (apakah) Silva benar-benar mencemaskan si vampir.

"Kita tidak boleh masuk lebih dalam, aku khawatir apabila ada hal yang tidak kuinginkan." lanjutnya berbicara sambil menaruh karung yang ia bawa.

Sejak keluar dari gereja Lunox terus-terusan di landa keingin tahuan tentang karung tersebut. Ukurannya lumayan besar dan ia belum sempat bertanya. Satu point bahwa seorang gadis kecil itu adalah mempunyai rasa ingin tahu yang besar, maka... "Apa kayunya akan di masukkan ke dalam karung itu?" Lunox pun bertanya.

"Tadinya iya, tapi kita hanya akan membawa sebagian kecil saja, dan aku akan mengikatnya." jawab Silvanna.

"...Lalu?"

"Karung ini akan kugunakan untuk menaruh banyak buah-buahan dan tumbuhan yang bisa dimakan. Ingat, kita perlu kebutuhan pokok sehari-hari."

Ah, akhirnya Lunox telah mendapat jawaban. "Jadi seperti itu.." wajah polosnya kelihatan begitu lucu nan menggemaskan.

Dari sekian banyak ranting pohon yang berserakan, Silvanna dan Lunox mulai mengambil ranting tersebut satu persatu. Silvanna sudah menyuruh Lunox untuk mengambil yang ukurannya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, siapa sangka kalau anak gadis itu belajar lebih cepat sehingga Silvanna tidak perlu menjelaskan panjang lebar.

Sampai pada akhirnya ranting-ranting itu sudah terkumpul lumayan banyak, Silvanna mengikatnya dengan erat menggunakan tali tambang dan menaruhnya di dekat pohon besar. Lalu ia berkata pada Lunox—"Apa kau lelah, nak?"

"..Um." si kecil mengangguk seraya menyeka keringat di keningnya.

Secara sigap Silvanna mengambil sapu tangan dan mengelapnya, perlakuan ini sudah termasuk perhatian serta kepedulian kepada seseorang—Sebelumnya Silvanna tidak pernah melakukan hal ini, tapi.. sepertinya perkataan Zarvakko benar soal (menebus dosa). Maksudku, Silvanna yang sekarang terlalu baik.. terlalu baik.

"T—Terimakasih," ucap Lunox sedikit malu. Kemudian... Lunox pun menyeka keringat Silvanna. "Kita sama-sama berkeringat." seutas senyum manis terpancar di sepanjang mata memandang, satu tatapan seketika terfokus pada senyum yang Lunox ukir.

Ini merupakan momen penting bagi mereka berdua, kepergian Sura membuat Lunox tertekan sehingga memberikan beban dan satu tanggung jawab bagi Silvanna. Ia bukan siapa-siapanya, tapi kenapa ia harus menjaga serta merawatnya? Meski demikian, tugas ini sudah Silvanna anggap sebagai anugerah yang diberikan Tuhan untuk menebus sebuah dosa. Maka dari itu ia menerimanya dengan ikhlas.

"Kalau kau lelah beritahu aku, oke?" mereka kembali berjalan.

Langkah kaki berpijak di atas tanah penuh rerumputan yang berembun, Lunox memandangi sekitar dan memperhatikan pohon-pohon raksasa disana, begitu indah.. cantik.. dan menyejukkan. Beberapa saat ia menghirup udara segar, lalu senyum lebar terukir tiba-tiba, ekspresi di wajah Lunox benar-benar terlihat gembira.

Silvanna pun bisa melihatnya, kalau anak gadis itu telah mendapatkan sesuatu yang dapat kita sebut dengan (nikmat Tuhan). Hal ini bukan tertuju pada apa yang Silvanna yakini, tapi ia percaya bahwa Tuhan memanglah ada.

LUNOX AUTHORITY (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang