"Nira, kamu dimana? Beli garam gih ke warung." Teriakan ibunya menggema, seperti tak jauh dari kamar mandi.
Nira merasa senang mendengar suara sang ibu. Bibirnya ingin menyahut, tapi lidahnya kelu. Tenggorokannya terasa kering hingga sulit mengeluarkan kata-kata.
"Kemana tuh anak. Dicari malah nggak ada."
Ibunya terdengar mengoceh kembali, disusul langkahnya yang terdengar menjauh. Perasaan Nira semakin tak enak. Gawat!
Bagaimana nasibnya kini?
Bayangan itu semakin mendekat, tangan Nira semakin menguat memegang handuk.
Dugdug.
"Siapa di dalam? Buruan keluar. Mules nih."
Suara neneknya berhasil menyelamatkan suasana yang sempat mencekam.
"Sialan!"
Terdengar suara umpatan, lalu tak lama bayangan itu menghilang entah kemana.
Tubuh Nira langsung meluruh ke lantai seperti jelly. Merasa bersyukur bisa keluar dari zona yang menakutkan.
"Nira, bangun! Lu sempet-sempetnya tidur lagi kerja gini. Ck."
Nira yang merasa pipinya ditepuk-tepuk, perlahan mulai membuka matanya.
"Lu mimpi apaan? Ampe keringatan segede biji jagung gitu."
Nira yang baru tersadar dari mimpi buruk, sedikit lega. Apa yang dialaminya adalah mimpi.
Terkadang mimpi buruk itu memang masih datang menghantuinya. Walau tak sesering dulu. Tapi di jam kerja begini, bagaimana bisa dirinya tertidur? Bahkan sampai bermimpi buruk?
"Nggak papa kok. Gue nggak papa." Nira mengambil tisu dan mengelap keringatnya yang membasahi kemeja yang dipakai.
"Lu pucat gitu. Sakit? Pulang aja kalau sakit. Jangan dipaksa."
Arsen yang tak sengaja lewat dan mendengar obrolan Nira, merasa heran. Kenapa dengan bocah itu. Tadi pagi bukannya masih terlihat baik-baik saja?
"Nira, kamu ke ruangan saya sekarang," ucap Arsen seraya langsung pergi menuju ruangannya tanpa menoleh lagi ke arah Nira.
Merasa dipanggil, Nira saling pandang dengan kawannya.
"Kenapa gue dipanggil?"
"Mana gue tau. Jangan-jangan Pak Arsen lihat lu tidur tadi? Wuahh gawat. Nanti bisa-bisa lu dipecat."
"Ih, lu mah. Malah nakutin."
"Buru pergi. Nanti Pak Arsen makin marah kalau lu lama ke ruangan dia."
"Iya iya."
Nira merapikan kemejanya terlebih dahulu. Mengambil kaca untuk melihat mukanya. "Duh, keliatan banget habis bangun tidurnya."
"Udah buru pergi. Gemes gue jadinya. Ntar kena semprot kalau kelamaan, kan bahaya."
"Nggak perlu cuci muka dulu?"
"Nggak usah. Kelamaan."
"Ish." Setelah merasa penampilannya lebih baik, Nira beranjak dari duduknya. Ia merasa penasaran kenapa Arsen menyuruhnya ke ruangan.
Nira mengetuk pintu dan langsung membukanya setelah dipersilakan masuk.
"Bapak kenapa panggil saya?"
"Duduk."
Nira menarik kursi, lalu duduk dengan raut keheranan.
"Nanti malam saya mau mengajak kamu ke apartemen saya."
"Loh, mau ngapain?"
"Nggak usah banyak tanya. Tinggal ngikutin aja. Udah kamu balik lagi sana. Saya mau balik kerja."
"Bapak manggil saya cuma mau bilang itu? Ya ampun. Ta kira mau apaan."
"Emang kamu ngarepnya apaan?" Arsen berhenti sejenak dari kerjaannya, lalu fokus menatap Nira. "Hemmm?" tanya Arsen dengan senyum evil.
***
Gaesss, met lebaran. Mohon maaf lahir batin yaa.
Doakan aku ga mager lanjutin cerita ini. Hadewww
KAMU SEDANG MEMBACA
Omku Mesum
ChickLitWARNING 21+ Nira memiliki sebuah rahasia masa lalu yang selalu ditutup dengan rapat. Hingga tiba-tiba hadir seseorang yang secara ajaib mengetahui semua rahasia masa lalunya. Membacanya seperti buku yang terbuka.