1

1.3M 11.4K 1.5K
                                    

°°°

"Hei, jangan lari kamu. Awas ya kalau ketangkep!" seru seseorang bersuara bass dengan suara sedikit terengah.

Langkah kaki mungil berusia delapan tahun, tampak berderap menuju pintu utama. Keringat sebiji jagung sudah menghiasi badannya. Rambutnya sudah sedikit lepek karena keringat. Napasnya sudah tersengal, mencoba menghindari seseorang.

Rumah yang harusnya menjadi tempat aman, kini sudah tak lagi bisa melindunginya.

Ia baru saja tiba di rumah sepulang sekolah. Kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah. Biasa jam siang seperti ini mereka sedang sibuk di sawah.

Baru saja ia ingin melepas penat, membuka baju seragam, dan makan siang. Tiba-tiba ada adik ibu yang datang ke rumah tanpa di undang.

Hal itu membuat si gadis kecil waspada.

Lelaki yang ia panggil 'Om' itu kadang suka berbuat aneh. Pernah ia di dudukkan di pangkuan si om, lalu tangan lelaki itu meraba-raba tempat ia biasa kencing.

Ia tak bisa berontak. Tubuh mungilnya tak bisa bergerak. Saat dengan leluasa lelaki itu meraba-raba area sensitifnya.

Ia pun tak mengerti apa yang sedang lelaki dewasa itu lakukan. Yang ia tahu ada rasa aneh yang terjadi dalam dirinya.

Beruntung sebelum lebih jauh, ibunya datang. Sehingga ia langsung dilepaskan begitu saja.

Saat ini pun sama. Kondisi rumah sedang kosong. Membuat si gadis kecil merasa harus waspada. Jangan sampai kejadian lalu terulang kembali.

Lelaki itu masuk lewat pintu belakang. Rumahnya yang terbuat dari kayu, membuat si gadis kecil bisa melihat dari celah bila ada yang datang.

Menahan ketakutan seorang diri, si gadis kecil, Nira, berusaha berjalan mengendap menuju pintu utama. Sebelum langkah kakinya berubah dalam tempo cepat.

Ia harus segera sampai di pintu utama. Sebelum pada akhirnya si lelaki dewasa itu keburu melihat dirinya.

Hampir saja tubuh mungilnya tertangkap. Bersyukur ia bisa berhasil keluar rumah dengan selamat.

Dengan secepat kilat ia berlari ke rumah kawannya. Mencari perlindungan.

Berteriak pun percuma. Tidak ada yang percaya.

Bukan sekali dua kali ia pernah mengadu kepada ibu bapaknya. Tapi mereka tak pernah menggubris. Kadang mereka malah tertawa menanggapi aduannya.

"Kamu jangan ngomong aneh-aneh. Mana mungkin Om kamu ngelakuin hal tidak terpuji seperti itu. Paling itu bentuk rasa sayang dia saja."

Tidak ada yang percaya dengan ucapannya, membuat Nira merasakan ketakutan seorang diri jika ia dihadapkan dengan omnya itu.

Nira memilih menghindar. Jangan sampai hanya berduaan saja.

Om Aji namanya. Biasa Nira memanggilnya  Anak ke empat dari lima bersaudara. Orangnya pendiam dan tak banyak omong. Ia memiliki bengkel sendiri yang dibuka di samping rumah nenek.

Ya. Om Aji masih tinggal bareng nenek. Tinggal ia sendiri yang belum menikah.

Jarak rumah mereka hanya dipisahkan oleh tiga rumah. Membuat adik ibunya itu leluasa main ke rumah.

Lelaki itu selalu menatap Nira dengan tatapan aneh. Dan mampu membuat bulu kuduknya berdiri.

Tanpa sadar ketakutan itu merasuk dalam jiwanya. Membuat Nira trauma bila berhadapan dengan lelaki.

Kini, entah harus bersyukur atau bagaimana. Adik ibunya itu meninggal akibat tertusuk paku yang berkarat, saat lelaki itu sedang membongkar motor orang lain. Ada paku yang tercecer.

Luka itu tidak sempat diobati sehingga menimbulkan tetanus. Sehingga akhirnya tak tertolong dan meninggal.

Walau sumber ketakutannya sudah tiada, tapi rasa ngeri itu masih membayangi Nira hingga ia dewasa. Ada rasa takut saat ia harus berduaan dengan lelaki.

Nira harap rasa takut ini akan hilang, walau entah kapan.

***
Terkadang orang yang menghancurkan bukan orang lain, tapi orang terdekat.
Bukan menakuti tapi waspada itu perlu.

Lanjut jangan?

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang