2

917K 9.6K 202
                                    


••••

Beberapa tahun kemudian.

Brughh!

"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja," ucap seorang wanita saat menabrak seseorang tanpa sengaja di koridor kampus. Wanita itu segera membantu merapikan buku yang berceceran seraya tetap menunduk.

"Tidak apa-apa. Biar saya rapikan sendiri," jawab seseorang bersuara berat.

Mendengar suara laki-laki, wanita itu semakin mengkerut ketakutan. Tanpa kata ia pun segera berlalu dari hadapan lelaki itu.

Melihat raut ketakutan dari wanita yang menabraknya, lalu berlalu pergi begitu saja, membuat lelaki itu terheran. Ada ketakutan yang tak biasa yang terpancar dari wajah teduh itu.

"Ada apa dengan wanita itu. Seperti ada sesuatu yang ditutupi," monolognya sembari menatap kepergian si wanita hingga menghilang di kelokan.

Setelah bukunya yang berserakan berhasil dikumpulkan, ia pun melanjutkan kembali perjalanannya.

Ada satu mata kuliah lagi yang harus ia ajarkan. Tinggal sepuluh menit lagi pelajaran akan di mulai. Ia pun bergegas menuju ruang dosen, untuk menaruh tugas-tugas yang sudah dikerjakan mahasiswanya.

***

"Silakan dikumpulkan tugas yang saya berikan Minggu lalu," ucap sang dosen, sesaat setelah ia memasuki kelas.

Dengan tertib para mahasiswanya mengumpulkan tugas satu persatu yang dikumpulkan di meja depan. Aura ketegasan dari dosen yang terkenal disiplin ini, membuat mereka tak berani bersuara. Atau sekedar berbuat ulah jika ingin nilainya selamat.

"Ada yang belum menyelesaikan tugasnya?" tanyanya dengan mata menyapu ruangan dan menatap anak didiknya satu persatu.

"Sa-saya, Pa-pak. Se-sebenarnya sudah saya kerjakan. Tapi ketinggalan di kosan," jawab seorang gadis mengacungkan tangan dengan wajah menunduk.

"Kalau berbicara kamu harus menatap lawan bicaramu. Bukan dengan menunduk seperti itu. Tidak sopan!"

Hening.

Semua terdiam saat mendengar ucapan tegas itu. Sesekali mereka melirik si gadis yang menjadi sumber kemarahan sang dosen. Ada yang menatap iba. Ada pula yang menatap sinis. Merasa jengah dengan kelakuan si gadis yang selalu menimbulkan masalah karena sikapnya tersebut.

Gadis itu pun dengan rasa takut mulai mengangkat wajahnya. Dengan mata tetap fokus ke bawah.

'Gadis ini kan yang menabraknya tadi.' pikirnya heran.

Dari postur tubuh dan gayanya terlihat sekali jika gadis ini memiliki tingkat percaya diri yang rendah. Belum lagi raut ketakutan yang terlihat jelas. Gadis ini memiliki suatu trauma yang mendalam.

"Saya tidak pernah menerima alasan apapun untuk tugas yang tidak dikerjakan. Kalau begitu akan ada tugas tambahan untuk kamu. Nanti tambahan tugasnya akan dikasih tau setelah pelajaran ini. Kamu ke ruangan saya nanti."

Wajah gadis itu semakin memucat dengan mata terpejam. Membuat sang dosen semakin terheran dengan tingkahnya.

Membuat dirinya penasaran. Apa yang sudah terjadi dengan gadis ini.

Sepertinya ia harus menanyakan langsung.

Ilmu psikolog yang pernah ia dapatkan, rasanya akan berguna untuk kali ini. Jika biasanya ia abai dengan keadaan sekitar, entah mengapa saat melihat gadis ini, nalurinya mengatakan jika ia harus menolong si gadis.

***

"Ja-jadi tugas tambahan saya apa, Pak?" tanya seorang gadis di depan pintu.

Lelaki yang baru saja duduk di kursinya sedikit mengernyit. "Kamu tidak punya sopan santun ya? Masa ngomongnya di depan pintu seperti itu. Apalagi sambil menunduk," ujarnya sembari bersedekap.

"Ma-maaf."

Dengan langkah ragu, si gadis memasuki ruangan dosennya. Ia paham, sikapnya pasti akan menimbulkan kesalahpahaman. Di cap tidak sopan sudah biasa ia terima. Tapi untuk menghilangkan rasa takut dengan lawan jenis butuh kekuatan ekstra menghadapinya. Dan itu tidak mudah.

"Silakan duduk. Ada hal yang ingin saya tanyakan," ucap sang dosen setelah anak didiknya sudah berada di hadapan yang hanya dipisahkan oleh meja.

Postur tubuh itu terlihat gelisah. Tangannya saling bertaut dengan mimik yang tak kalah cemas.

"Tenanglah. Saya tidak akan macam-macam kok sama kamu. Ayo duduklah."

Tanpa membantah, gadis itu pun terduduk di kursi yang disediakan berhadapan dengan dosen yang paling disegani seangkatan dan seniornya. "Maaf, Pak. Atas sikap saya. Saya tidak bermaksud untuk berpikiran buruk sama Bapak."

Lelaki itu hanya bertopang dagu sambil menelisik sikap si gadis. "Saya boleh tanya sesuatu?"

"Tanya apa, Pak?"

"Tapi kamu jangan marah atau tersinggung."

Dengan rasa penasaran, akhirnya gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap sang dosen. "Emang Bapak mau tanya apa?"

"Terkait sikap kamu, apakah semasa kecil pernah mengalami pelecehan seksual?" tanyanya to the point.

Mendapat pertanyaan seperti itu, membuat si gadis terbelalak seketika.

***

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang