"Ta-tapi ...."
"Sudah. Jangan kebanyakan tapi. Sekarang kita sarapan dulu. Nih, Tante udah bikin roti bakar. Setelah itu baru boleh pulang. Ayok, buruan sini."
Nira sungguh bingung dengan apa yang terjadi. Otaknya belum bisa diajak berpikir jernih. Apa efek baru bangun tidur ya? Jadi sedikit lola.
Nira melirik Arsen, tapi lelaki itu malah pura-pura tak melihatnya. Menggaruk rambut yang tak gatal, ia berjalan mengikuti Mami calon mertua.
Kadang Nira berpikir, kenapa hidupnya kini hanya ada Arsen dan Arsen. Nggak di tempat kuliah, di tempat kerja, bahkan nanti di rumah pun bakal ketemu lelaki ini terus. Sempitnya hidup.
Sang mami terus mengoceh, menceritakan tentang Arsen di masa kecil, yang katanya anak penurut dan nggak pernah macem-macem. Nira hanya diam menyimak seraya menikmati roti bakar dengan selai coklat, ditemani susu hangat.
Enak juga. Padahal cuma sekedar roti bakar. Tapi entah kenapa rasanya kok bisa selezat ini. Apa efek laper? Nira menyuapkan gigitan roti terakhirnya, lalu menghabiskan susu dengan sekali teguk. Perutnya jadi kenyang dan terasa hangat.
"Kamu suka roti bakarnya?" Suara Mami Arsen, mengagetkan Nira yang baru meletakkan gelasnya yang sudah tandas juga. Ia pun lalu melirik piringnya yang sudah kosong, dan hanya bisa nyengir.
"Suka, Tante. Rasanya kok bisa selezat ini ya."
"Ah, kamu bisa saja. Cuma roti bakar biasa."
"Tapi beneran. Ini enak banget. Wuah, Nira harus belajar nih cara bikinnya. Biar bisa selezat ini juga."
"Gampang. Nanti bakal diajarin caranya. Tenang aja. Arsen makannya nggak rewel kok. Apa aja mau. Yang penting masih hangat. Kalau dingin biasanya nggak mau."
Mau tak mau Nira mendengarkan semua petuah dari wanita yang sudah melahirkan calon suaminya ini. Setidaknya ia sedikit lebih tau nanti kalau sudah menikah, bagaimana cara menghadapi Arsen dan makanan kesukaannya. Walau ia tak tau, sampai kapan pernikahan itu akan bertahan lama.
Entah kenapa Nira merasa sedih bila mengingat hal itu.
Nira melirik Arsen sekilas yang sedang menikmati roti bakarnya dengan pelan. Sepertinya sedang menikmati sekali hidangannya. Nira jadi malu sendiri kalau piringnya sudah kosong duluan.
Melihat lelaki ini, jadi mengingatkannya dengan kejadian semalam. Semuanya masih teringat jelas bagaimana rasanya.
Ketakutan yang biasa menghantui pun, ia tak merasakannya semalam. Malah ia ikut menikmatinya.
Lelaki ini ... apa sudah menghilangkan traumanya?
***
"Terimakasih ya, Pak. Sudah mengantarkan sampai depan kosan." Nira mengucapkannya dengan sedikit rasa canggung. Pokoknya sejak kejadian semalam, ada yang aneh dalam dirinya ketika menatap pak dosen.
"Okay. Saya langsung pergi ya. Bentar lagi ada meeting. Kamu nggak usah masuk dulu juga nggak papa. Besok juga libur."
"I-iya."
Nira memandang Arsen yang pergi hingga hilang dalam pandangan. Ia menghela napas sejenak, sebelum berbalik memasuki kamar kosnya.
Di apartemen Arsen, susah sekali untuk tidur. Jadi sekarang ia akan tidur sepuasnya.
Setelah membersihkan diri, Nira merebahkan tubuhnya diatas kasur tipisnya. Walau karpet Arsen lebih nyaman daripada kasurnya, tapi setidaknya di kamar ini, ia bisa tidur dengan lebih nyenyak.
Alih-alih mengantuk, matanya malah menjadi fresh ketika kilasan-kilasan semalam berputar ulang kembali.
Kalau sampai ia melakukan hal itu dengan Arsen, entah khilaf atau atas kesadaran diri, lalu kalau sampai ia hamil bagaimana? Rasanya pembahasan mereka belum sampai ke arah sana.
Tentu saja ia tak mau nanti anaknya bakal terlunta tak jelas nasib masa depannya.
Sepertinya hal ini harus dibahas juga bila nanti ia ketemu Arsen lagi.
Eh, tapi kalau misal Arsen ngeles, terus berkata kalau itu hanya dirinya saja yang kegeeran bagaimana? Tau sendiri kelakuan Arsen kayak gimana. Tukang ngeles, melebihi bajaj.
Ah, bodo amat dah. Pokoknya hal ini harus dibahas juga nanti. Pikiran Nira terus berkelana, hingga matanya nyaris tertutup, ketika suara gedumbrang dari luar mengagetkannya.
Bergegas, ia langsung keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Seorang lelaki muda, tampak kerepotan membawa barang-barang yang entah apa. Sepertinya baru pindahan mengisi kamar kosong depan kamarnya. Penghuni sebelumnya sudah menikah, lalu langsung diboyong suaminya ke rumah baru. Itu sih yang Nira dengar dari omongan tetangga lain.
Memperhatikan lelaki muda itu, entah mengapa Nira merasa tak asing. Saat akhirnya netra mereka bertemu, lelaki itu terlihat tersenyum semringah ke arahnya.
"Eh, si mbak. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Kalau jodoh emang nggak kemana ya. Sekarang malah kita satu kosan. Betah udah dah dimari."
Nira hanya membelalak saat akhirnya mengingat siapa lelaki muda ini.
***
Siapa tuh?
~
Semua ceritaku, yang mau baca sampai tamat, adanya di KBM app ya gaes.
- Sugar Baby (masih otewe)
- majikan hot
- istriku berubah seksi
- Rasa yang pernah hilang (beda judul)
- misteri kampung Mistis- dan masih banyak lagi
Kalau spesial cerita Arsen dan Nira, kalau di bikin ebook gimana? Ada banyak yg minat ga? Kalau akunya nggak mager itu pun buat beresin 😂

KAMU SEDANG MEMBACA
Omku Mesum
Chick-LitWARNING 21+ Nira memiliki sebuah rahasia masa lalu yang selalu ditutup dengan rapat. Hingga tiba-tiba hadir seseorang yang secara ajaib mengetahui semua rahasia masa lalunya. Membacanya seperti buku yang terbuka.