WARNING 21+
Nira memiliki sebuah rahasia masa lalu yang selalu ditutup dengan rapat. Hingga tiba-tiba hadir seseorang yang secara ajaib mengetahui semua rahasia masa lalunya. Membacanya seperti buku yang terbuka.
'Anjir, ganteng banget!!" gumam Nira ketika melihat sosok di hadapannya yang terlihat seperti kebingungan.
"Eh, maaf, sepertinya saya salah kamar. Maaf maaf."
Tanpa menunggu jawaban Nira, lelaki itu langsung pergi begitu saja. Menutup kembali pintu kamar.
"Ih, itu siapanya pak Arsen ya kira-kira. Gantengnya ngalahin pak Arsen lagi." Baru kali ini ia melihat lelaki seganteng itu. Tipe idaman yang ia suka banget pokoknya.
"Dih, ngapain juga sih mikirin. Nggak penting banget. Fokus Nira!" Ia kembali menatap cermin, pasrah dengan apapun yang akan dilakukan sang perias.
Sebenarnya Nira masih tak menyangka, bisa sampai di titik ini. Menikah dengan dosen sekaligus atasannya. Ia kira lelaki itu tak serius dengan ucapannya. Nyatanya sekarang malah sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri. Walau ia tau mereka menikah tanpa cinta.
Ya. Nira sengaja terus mengulang kalimat itu, untuk mengingatkan dirinya agar ia tidak akan terlalu kegeeran dengan perlakuan Arsen nanti.
Nira takkan pernah tau, ke depan nanti akan seperti apa perjalanan hidup barunya ini. Yang pasti ia harus siap dengan hal apapun itu. Manis atau pun pahit. Karena kehidupan yang sebenarnya akan segera dimulai.
Tapi yang paling ia takutkan, Arsen akan aneh-aneh apa tidak ya dengan dirinya? Hemm, pikirannya memang suka random. Apalagi menyangkut dengan lelaki yang suka agak nyeleneh itu.
Setelah puluhan menit berlalu, akhirnya wajah Nira sudah selesai di make over. Bajunya pun sudah diganti dengan kebaya putih yang terlihat sederhana tapi setelah dipakai malah jadi elegan.
Putih dan berkilau. Nira suka kebayanya. Sangat pas di pakai di tubuhnya.
"Cantik banget loh, Kak."
Nira hanya tersipu mendengar mua memujinya. Ia juga suka hasil makeup nya. Tidak begitu menor, terlihat seperti natural.
Makeup profesional kelas atas kayaknya deh, pikir Nira. Hasilnya bisa sekeren ini.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nira Almaira binti Suhandoko dengan mas kawin 50gram dibayar tunai!"
"Gimana para saksi?"
"SAH!"
"Alhamdulillah."
Nira terbengong dengan suara ijab kabul yang terdengar dari mic yang menggema.
Jadi sekarang dia sudah menjadi seorang istri? Dari seorang Arsen si dosen sekaligus atasan yang nyebelin itu?
Tangannya berkeringat dingin mengingat akan hal itu. Bagaimana nanti kehidupannya ke depan ya?
Suara pintu yang terbuka membuat Nira menoleh.
"Selamat, Sayang. Kamu sekarang udah jadi seorang istri."
"Ibuu."
Nira tak menyangka ibunya memang datang dan malah langsung memeluknya. Momen yang jarang sekali ia rasakan.
"Kamu sekarang udah nggak sendiri lagi. Setidaknya ibu sekarang jauh lebih tenang. Kamu udah ada yang jagain, udah ada yang tanggung jawab. Jadilah istri yang baik, yang mendengarkan ucapan suami, jangan banyak ngelawan, jangan egois, ada seseorang yang harus kamu perhatikan. Keadaannya pun sudah berbeda. Kamu harus lebih dewasa lagi ketika bertindak dan dalam mengambil keputusan apapun."
Ibu berbicara panjang kali lebar. Yang membuat Nira jadi speechless. Karena ibunya yang biasa cuek ternyata bisa perhatian juga.
Bahkan hingga sekarang, ibunya tak pernah tau tentang inner child yang pernah ia rasakan.
Cerita pun percuma. Ibunya tak pernah percaya apapun yang ia ucapkan. Hingga ia pun memendam sendiri semuanya. Bahkan sesekali luka itu masih sering menghampiri alam bawah sadarnya.
Tapi ia juga tak bisa sepenuhnya membenci sang ibu. Walau bagaimanapun, ia harus belajar untuk memaafkan masa lalu. Sesulit apapun itu.
Kelak, bila dirinya punya anak nanti, ia akan menjaganya dengan sepenuh hati dan tak akan mengabaikan apapun yang anaknya ucapkan padanya. Ia harus jadi pendengar yang baik untuk anaknya.
Anak? Duh, Nira jadi tersipu sendiri mengingat hal itu. Disentuh aja dirinya takut. Bagaimana bila lebih dari itu. Haduh.
"Ayok, kita turun. Suami kamu pasti udah nunggu."
Nira tersadar dari lamunannya, lalu menatap sang ibu.
"Malu nggak ya...."
"Kenapa harus malu?"
"Pasti nanti banyak yang lihatin."
"Ya kan kamu ratuya hari ini. Pastilah jadi pusat perhatian. Wajar itu."
Nira menarik napas sejenak, lalu menghembuskannya secara perlahan untuk mengurangi kegugupan. Rasanya ia ingin menghilang dari muka bumi. Saking malunya.
Nira mengikuti langkah ibunya yang menuntunnya dengan pelan. Jantungnya sudah bertalu tak keruan. Tangannya pun berkeringat dingin sedari tadi.
Ketika Nira mulai menuruni tangga, semua mata mengarah padanya. Entah seperti apa wajahnya kini. Malu sungguh tak terkira.
Nira mencari sosok Arsen. Karena hanya sosok lelaki itu yang ia kenal. Entah siapa saja yang datang, tak ada satupun yang wajahnya familiar di mata Nira. Entah memang yang hadir keluarga besar Arsen semua, atau kolega, atau entah siapapun itu. Yang pasti ia ingin segera bertemu Arsen.
Gocha!
Tatapan mereka pun beradu. Lelaki itu sedang menatap Nira dengan senyuman manisnya.
'Jangan sampai meleleh dengan senyuman Arsen.' Nira mengingatkan dirinya sendiri.
Entah sampai kapan ia akan bisa tahan dengan pesona Arsen. Mana hari ini, lelaki itu terlihat tampan dengan pakaian putih yang senada dengan kebaya yang ia pakai. Duh.
Arsen menyambut tangan Nira yang diberikan sang ibu.
Suasana yang syahdu jadi buyar akibat ucapan Arsen yang menurut Nira menjengkelkan. Kenapa juga lelaki itu malah meledeknya sih.
"Atau jangan-jangan kamu malah memikirkan malam pertama kita?"
Tanpa pikir panjang, Nira langsung mencubit pinggang Arsen.
"Aduh!"
Suasana yang hening, dengan lengkingan suara Arsen, membuat para tamu menatap aneh pasangan pengantin itu.
"Mampus!"
Rasanya Nira ingin tenggelam ke dasar bumi sekarang juga.
***
Wkwkwkw. Ada ada aja emang kelakuan Nira. Nanti datang ya di resepsinya
Maaf ya lama banget. Tapi komen kalian suka aku baca kok. mood booster banget pokoknya. Cuaca juga lagi ga bersahabat. Jaga kesehatan ya gaes. Aku juga udah kena demam nih. Tapi udah enakan ini sih.
Oiya, kalian lebih suka ebook atau pf berbayar? Mampir ya ke sini👇
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.