36

79.6K 3.6K 304
                                    

"Kamu kenapa? Kok kayak tegang gitu? Mukanya pucet," tanya Arsen ketika menatap Nira yang terlihat resah.

"Nggak papa."

Perjalanan ke hotel hanya diisi keheningan. Arsen pun mendadak gugup dengan sikap Nira. Serba salah.

Wanita itu mendadak pendiam. Apa mungkin takut? Arsen harus memikirkan cara agar istrinya itu bisa rileks kembali dan tidak berpikir aneh-aneh.

Dua puluh menit berlalu, mereka pun sampai di hotel yang di tuju. Tidak tanggung-tanggung. Maminya memesan kamar hotel presiden suit.

Setelah cek in, mereka diantar petugas hotel menuju kamar. Sesekali Arsen menatap Nira yang makin tak berani menatapnya.

Fix. Ini aneh.

Tak lama kemudian mereka pun tiba di depan kamar tujuan. Petugas hotel yang mengantar pun langsung pergi setelah mengucapkan terimakasih dan selamat.

Kamar yang mewah nan elegan kini terpampang di depan mata. Arsen melirik Nira yang tampak terkagum-kagum dengan interior ruangan. Di kasur bahkan ada sepasang angsa yang terbuat dari entah apa. Sepertinya handuk yang dililitkan sedemikian hingga. Lucu sih sekaligus memalukan. Kenapa juga sang mami harus memesan paket honeymoon. Duh.

Belum lagi kelopak mawar yang bertebaran di area kamar hingga kamar mandi. Aromaterapi yang menyenangkan juga menambah suasana kamar semakin romantis. Sungguh, Arsen yang sekarang jadi makin gugup.

Walau banyak wanita yang menggilainya bahkan sampai mengajaknya tidur bersama, tak pernah satupun Arsen melakukan itu.

Ia tak ingin mengecewakan maminya dengan mempermainkan wanita, apalagi membuang mereka begitu saja.

Arsen begitu hati-hati dalam memilih wanita. Saking hati-hatinya, ia sampai tak pernah berpacaran. Waktunya begitu padat. Entah itu sebagai dosen maupun mengurus perusahaan.

Menjadi dosen memang bukan pekerjaan utama. Tapi itu hanya bagian dari sedikit hobinya.

Menyenangkan saja bisa berbagi ilmu dengan orang lain. Hingga sampai akhirnya sang mami terus membujuknya untuk segera menikah. Mengingatkan umurnya yang sudah matang untuk menikah.

Tentu saja ia tak ingin sembarangan memilih calon ibu untuk anak-anaknya nanti. Karena ibu adalah madrasah pertama. Dan Nira? Entahlah. Ia hanya mengikuti feeling.

Arsen melirik Nira yang terlihat kebingungan membuka baju pengantinnya. Ia pun mendekat, lalu tanpa kata langsung membantu membuka resleting.

Nira langsung menegang saat Arsen membantunya. Kegugupan semakin melanda. Apalagi punggungnya kini terekspos.

"Udah beres. Gih, ke kamar mandi bersih bersih. Atau kalau mau mandi ada air hangat."

"I-iya."

Baru saja hendak ke kamar mandi, Nira lupa bajunya belum dibawa. Ia pun mendekati koper untuk mencari baju ganti.

Namun betapa terkagetnya saat ia melihat isi koper. Tak ada satupun baju yang benar. Yang ada hanya baju kurang bahan semua.

Nira menatap horor semua baju itu.

"Kenapa?" Arsen mendekati Nira yang sedari tadi tak beranjak di depan koper.

"Ehmm, itu. Kayaknya mami lupa deh naruh baju di koper. Masa bajunya kurang bahan semua." Nira memperlihatkan salah satu baju tersebut dengan wajah bingung.

Antara ingin tertawa dan kasihan melihat wajah istrinya. Sudah jelas mereka di kerjain sang mami.

"Kayaknya lucu juga kalau kamu pakai baju itu."

"Ihh, lucu apaan. Emang aku bocah pake baju begituan."

Arsen hanya tertawa mendengar jawaban Nira. Lumayan bisa mengurangi ketegangan yang sedari tadi melandanya.

Mau tak mau Nira mengambil baju yang ada. Ia memilih yang berbetuk kimono. Itu sudah menyatu juga dengan dalemannya. Entah akan seperti apa nanti ketika ia memakainya. Pasti aneh. Tapi biarlah. Daripada tidak memakai apapun. Itu jelas lebih aneh lagi.

Arsen merasa Nira tidak mengetahui baju apa itu. Sehingga dengan pedenya wanita itu memakainya tanpa rasa bersalah setelah keluar dari kamar mandi.

Dan Arsen jadi pusing untuk menahan gejolak yang muncul. Sepertinya ia tak mungkin langsung menerkam Nira begitu saja. Apalagi istrinya memiliki trauma dalam hal itu. Harus pelan-pelan dan tentunya harus bisa membuat Nira percaya kepadanya.

"Sabar Arsen. Sabar," gumamnya. Ia menarik napas dengan pelan lalu menghembuskannya dengan perlahan. Seperti itu terus hingga perasaannya menjadi lebih baik. "Solat sunah dulu yuk. Kamu udah wudhu tadi?"

"Belum. Solat apa?" tanya Nira terlihat kebingungan.

"Solat sunah pengantin dung. Ayok wudhu gantian."

"Oh." Nira hanya manut saja mendengar ucapan suaminya.

Setelah selesai mengambil wudhu, keduanya menggelar sajadah, dengan Arsen menjadi imam.

Terkadang Nira merasa ini semua hanya mimpi. Tapi lelaki itu, terlihat nyata di hadapannya. Sesekali ia mencubit tangannya yang terasa sakit. Jadi ini bukan mimpi kan? Ada seorang pangeran berada didekatnya.

Sedari tadi sebenarnya ia merasa resah. Bagaimana bila Arsen menagih haknya? Eh, tapi kan lelaki itu sudah janji tidak akan menyentuhnya. Apalagi ia sudah menulis perjanjian diatas kertas.

"Hei, kenapa?" Arsen mengusap kepalanya yang masih berbalut mukena. Keduanya saling menatap hingga membuat Nira salah tingkah.

"Uhm, nggak papa."

Arsen hanya tersenyum begitu manisnya, lalu bibirnya tampak membacakan sesuatu, tak lama ubun-ubunnya pun ditiup.

Nira merasa Arsen menyayanginya tapi disisi lain ia juga takut. Takut bila sudah melabuhkan hati dengan seutuhnya lalu ia akan kecewa. Apalagi pernikahan ini bukannya tidak begitu sungguh-sungguh? Kalau perlakuan Arsen selembut ini, yakin hatinya tidak akan luluh? Ia pusing sendiri jadinya.

Nira jadi merasa terjebak dengan perasaannya sendiri. Ada rasa takut bila nanti Arsen akan meninggalkannya.

"Hei, kok nangis? Kenapa? Hmm?" Arsen merasa bingung, kenapa istrinya seperti terlihat sedih. Mata bening yang menatapnya dengan polos itu, membuat Arsen terhanyut masuk. Perlahan ia mengusap air mata itu dengan lembut. Lalu mengecup keduanya bergantian. Beralih ke kening, kedua pipi.

Arsen  melihat bibir kemerahan itu dengan ragu. Takut ditolak. Tapi melihat mata Nira terpejam tanpa perlawanan, membuatnya mencoba memberanikan diri.

Cup.

Nira masih terdiam. Jantung Arsen makin bertalu. Antara ingin meneruskan atau menyudahinya. Karena bila ia memutuskan untuk terus maju, maka ia tak mungkin untuk bisa mundur lagi.

***

Okay. Sesuai janji nih. 1k. Ternyata terlalu kecil yA. vote 2k lanjut lagi ya? Wkwkwk. *Kabuurr

Jadi maju terus apa jangan nih. Hihihi


Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang