"Gimana nih, Pak? Maminya nanti marah ga?" tanya Nira ketika melihat Arsen sudah selesai shalat. Mana tangannya tadi tak sengaja langsung mematikan video call, saking kagetnya. Ia jadi merasa bersalah. Bisa-bisa nanti dirinya langsung dipecat jadi calon mantu. Bahaya.
Arsen langsung menghampiri Nira, lalu duduk disebelahnya.
Melihat wajah Nira yang memucat, membuat Arsen jadi merasa kasihan sekaligus ingin tertawa. Raut wajahnya begitu lucu.
Sedikit berdehem ia berkata, "Kayaknya sih bakal marah. Mana kalau mami marah, serem banget lagi. Bisa ngoceh tiada henti. Mami kan remnya udah blong. Ga bakal kelar tujuh hari tujuh malam ngocehnya," jelas Arsen seraya mengangkat bahu.
"Waduh. Terus gimana dong, Pak?" tanya Nira semakin mengkerut.
"Ya kamu cukup turuti aja apa kemauan Mami."
"Turuti gimana?"
"Apa yang mami ucapkan, jangan pernah dibantah. Pokoknya dituruti aja semuanya."
"Duh, gimana dong. Gawat ini." Nira menutup mukanya dengan bantal. "Tapi kok bapak nggak ngerasa takut sih?" tanyanya dengan suara teredam. Merasa sesak, Nira pun mengangkat bantalnya kembali, lalu menatap Arsen dengan lurus.
"Ya mau gimana lagi. Udah biasa juga. Lagian suruh siapa kamu angkat," ucap Arsen dengan alis bertaut menatap Nira
"Itu bukan saya yang angkat loh, Pak. Suerrr! Tangan saya aja nih yang berkhianat."
Arsen hanya menggeleng melihat kelakuan Nira yang terlihat memukul tangannya sendiri.
"Apa gunanya kamu ngelakuin itu? Toh nggak bakal bisa balikin waktu yang tadi."
"Kan gegara tangan ini iseng angkat telepon, jadi runyam gini kan urusannya. Duh."
"Daripada kamu sibuk melakukan hal yang aneh gitu, mending kamu mandi terus bersiap. Kan mau ke rumah mami."
"Pak, apa nggak bisa di cancel aja?" Nira memasang wajah semelas mungkin, berharap Arsen mau mendengar permintaannya.
"Mami nggak suka loh kalau nanti kita telat." Arsen melihat arlojinya. "Sepuluh menit saya tunggu kamu bersiap."
"Busettt dah. Udah nggak bisa ditawar lagi. Iya deh iya." Dengan sangat terpaksa Nira bangkit dari kenyamanan rebahannya, mengambil handuk, lalu segera memasuki kamar mandi. Namun tak lama ia keluar lagi. "Awas ya! Bapak jangan ngintip!" ucap Nira dengan wajah garang.
"Siapa juga yang minat ngintipin kamu. Badan kurus gitu. Nggak minat juga tuh."
Nira hanya mencibir, lalu menutup pintu kamar mandi.
Suara aliran air yang terdengar dengan Nira didalamnya, membuat Arsen jadi membayangkan hal yang membuatnya merinding sendiri.
Entah kenapa, bersama Nira, membuat Arsen terkadang tidak bisa menahan diri. Dan anehnya lagi, ia begitu menyukai sensasi ini.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya?
Tapi setidaknya sekarang ia tau, bahwa dirinya ternyata memang masih normal.
Bagaimana ia tidak merasa aneh, bila selama ini tak ada satu pun wanita yang bisa menarik perhatiannya. Makanya sang mami pun uring-uringan menanyakan jodoh padanya setiap waktu. Takut anaknya punya kelainan.
"Ayo, pak. Saya udah siap."
Suara Nira mengagetkan Arsen yang sedang asyik melamun. Ketika Arsen menoleh, ternyata wanita itu memang sudah siap.
Eh, memang selama apa dirinya melamun?
Melihat Nira yang tampak segar dengan rambut basahnya, membuat Arsen menelan ludah.
Tanpa sadar, tangannya menarik Nira ke dalam pangkuannya. Lalu tanpa menunggu lama, bibirnya mendarat begitu saja di bibir Nira yang sedikit terbuka.
"Pak .... hmmmpppp."
***
Nah, kan, Arsen nackal!!
Baca kelanjutan ceritaku yang lain, ada di KBM app ya. Jangan lupa mampir kesana😉
Ditunggu loh.
Disini hujan gaes, ditempat kalian gimana malmingannya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Omku Mesum
ChickLitWARNING 21+ Nira memiliki sebuah rahasia masa lalu yang selalu ditutup dengan rapat. Hingga tiba-tiba hadir seseorang yang secara ajaib mengetahui semua rahasia masa lalunya. Membacanya seperti buku yang terbuka.