25

127K 3.4K 222
                                    

Nira terus melirik ke kamar Arsen. Terasa hening tak ada suara apapun. Apa mungkin lelaki itu sudah tidur?

"Enak sekali dia tidur tanpa beban. Akunya malah nggak bisa tidur lagi gegara kelakuan dia. Huh."

Selesai makan mie, matanya malah segar dan tidak mengantuk sama sekali. Ia mencoba merebahkan diri di sofa, guling sana sini, tapi tetap saja tak mau terlelap.

Kejadian tadi terus terulang seperti kaset rusak. Membuatnya sampai memegang bibirnya yang agak sedikit bengkak akibat ulah Arsen. Sebagai bukti bahwa yang tadi dialaminya bulan cuma sekedar mimpi.

Hei, itu nyata!

Entah Nira harus kesal atau senang. Perasaannya sekarang sedang campur aduk. Mau marah tapi hatinya berkata lain. Mau dibilang suka, tapi masa iya. Gengsi dong.

Nira kadang heran. Bersama lelaki itu semua traumanya seperti menguap tanpa jejak. Padahal dulu ia pikir, dengan semua yang terjadi di masa kecilnya, maka ia pun takkan mungkin bisa menikah.

Ketakutan masa lalu terus menghantuinya.

Nyatanya setelah bertemu Arsen, semua berubah. Bahkan ia begitu menikmati sentuhan Arsen.

"Duh, otakku." Nira memukul kepalanya pelan. Agar tak terus berpikiran mesum dengan kejadian tadi.

Tapi bila mengingat bahwa mereka nanti menikah bukan karena saling cinta, alias tidak sungguh-sungguh, Nira jadi merasa kecewa. Yang jelas jangan sampai dirinya terperdaya lelaki itu.

Lebih gawat lagi, jangan sampai dirinya hamil!

Bukan Nira tak ingin memiliki anak. Tentu saja ia mau. Tapi memiliki anak tanpa persiapan matang dan tentunya dengan pernikahan yang belum jelas masa depannya itu, bukanlah hal yang baik untuk anaknya.

Memikirkan hal demikian, Nira bangkit dari rebahannya. Lalu mencari selembar kertas dan pena.

Ia harus berbuat sesuatu.

Setelah berusaha mencari, akhirnya kertas HVS pun ditemukan. Tak jauh dari ruang keluarga. Pena kalau nggak salah, ia ada di tas.

Nira merebahkan diri di atas karpet bulu yang terasa hangat, seraya memegang kertas dan pena. Sambil menatap langit-langit ruangan, ia mulai memikirkan kalimat apa saja yang harus ditulisnya.

Kalimat demi kalimat mulai terangkai. Segala aturan yang terlarang sudah ditulisnya. Besok pagi ia tinggal menyerahkannya ke Arsen. Dan tentu saja lelaki itu wajib setuju.

Selesai menulis poin-poin perjanjian, rasa kantuk pun datang. Sepertinya tidur di karpet bulu ini lebih terasa hangat dibandingkan di sofa. Mencari posisi nyaman, dengan perlahan ia mulai menjemput alam mimpi.

***

Arsen bangun tidur dengan kondisi yang ... menyebalkan. Hasrat yang sudah diujung tanduk terpaksa harus dipadamkan dengan paksa.

Bisa-bisanya ia kelepasan seperti itu. Memalukan. Mau ditaruh di mana harga dirinya sebagai lelaki?

Lagipula bagaimana mungkin ia bisa tertarik dengan gadis yang sangat biasa itu. Hah! Sungguh tak masuk akal.

Selesai mandi, Arsen keluar kamar dengan hanya memakai kaos putih dan celana pendek. Kebetulan meeting kali ini dimulai setelah jam makan siang. Jadi ia ingin bersantai sejenak.

Celingukan ia mencari seseorang, merasa penasaran tidur dimana gadis itu.

Di sofa tak ada. Lalu dimana? Tidak mungkin gadis itu pulang bukan? Jalan saja tak mungkin hapal. Apalagi sampai berani pulang tengah malam.

Suara dengkuran halus membuatnya mengernyit. Sepertinya tak jauh dari tempatnya berdiri.

Perlahan Arsen mendekati sumber suara. Dan si gadis itu terlihat tidur di pojokan terhalang meja dengan posisi melingkar seperti bayi. Membuat Arsen hanya menggeleng.

"Pantesan nggak keliatan. Taunya mojok di situ. Ckck."

Arsen menatap wajah polos yang sedang tertidur lelap itu. Bila melihatnya seperti ini, nampak tak ada beban apapun. Padahal ia tau, sedalam apa luka yang pernah tertoreh akibat masa lalu yang tak menyenangkan.

Tapi bila orangnya sedang sadar, rasanya Arsen tak pernah ingin melewatkan untuk tak iseng dengan gadis itu.

Melihatnya cemberut, sungguh lucu.

"Hei, bangun. Kebo!" Arsen menepuk-nepuk pipi Nira. Nira hanya menggumam sebentar. Entah ngoceh apa. Tapi bukannya terbangun, malah yang ada posisi tidurnya saja yang berubah.

"Hei, kamu nggak kerja? Ngebo banget sih tidurnya."

Tanpa diduga, Nira malah menarik Arsen, lalu memeluknya tanpa merasa  bersalah.

"Humm, wangi," gumam Nira dengan mata terpejam.

Nira semakin merapatkan Arsen dalam dekapannya, membuat mereka hampir tak berjarak.

Arsen hanya bisa menelan ludah dengan posisi mereka saat ini.

'Gawat! Bisa-bisa mandi air dingin lagi nih,' umpat Arsen dalam hati.

Suara kunci pintu apartemennya terdengar di tekan orang dari luar. Membuat Arsen semakin tak keruan.

Yang tau nomor kunci apartemennya kan cuma ....

Triple gawat!!

***

Yang mau baca kelanjutan ceritaku yang lain ada di KBM app yaaa😀

- Majikan Hot
- istriku berubah seksi
- diajak nikah brondong
- misteri kampung Mistis
- mendadak menikah

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang