44

27.7K 961 40
                                    

"Jadi saya harus melakukan apa dulu nih, Mbak? Menyayangi dulu atau mencintai?"

Suara bass si bocah tengil itu, membuat Nira kembali tersadar ke alam nyata. Dirinya sungguh kecewa, bahwa ternyata yang dihadapinya kali ini memang bukan mimpi.

"Kamu memangnya sudah lulus sekolahnya? Kok malah kerja disini? Nggak kuliah?"

"Sudah dong. Saya kan mau kerja keras dari sekarang biar bisa ngumpulin duit banyak terus nikahin mbak deh," cengirnya.

Hadeuh, saya sudah bersuami, sungut Nira dalam hati.

"Masih kecil mikirin nikah. Belajar aja dulu yang bener."

"Cieee, perhatian." Lelaki itu mesem mesem ke arah Nira, membuat Nira jadi semakin sebal. Apapun yang diucapkannya, entah kenapa selalu saja salah.

"Yaudah, kita mulai."

Dengan penuh kesabaran, Nira mulai mengajarkan hal-hal yang harus dikerjakan Elang. Ada salah satu karyawan yang memang sedang cuti melahirkan, membuat Nira sedikit kewalahan bila harus menggantikan sementara tugas tersebut. Sedangkan tugasnya saja sudah lumayan menguras pikiran dan tenaga. Makanya dirinya pun ditahan tahan ketika mau mengajukan surat resign. Salah satunya ya memang karena itu.

Tapi bagaimana bisa bocah ini mengetahui lowongan tersebut? Nira jadi kevo. Mau nanya, tapi harganya dirinya terlalu gengsi. Nanti yang ada, bocah tengil ini semakin kegeeran. Ih.

Walaupun slengean, ternyata cukup mudah untuk mengajarkan Elang. Sekali dijelaskan, bocah ini langsung paham. Encer juga otaknya.

"Sudah paham kan? Kalau gitu saya kembali ke meja lagi. Kalau misal masih ada yang ingin ditanyakan, tanya saja. Nanti saya jawab."

"Kalau misal, saya bilang, I love you, apa bakal langsung dijawab juga?"

Mendengar pertanyaan seperti itu, Nira hanya memutar bola matanya. Ia pun kembali duduk dan mulai bekerja kembali tanpa menjawab apapun.

"Dih, dicuekin."

Rekan yang lain di ruangan, hanya mesem mesem tidak jelas mendengar adu argumen mereka berdua. Mereka malah ikutan meledek Nira dan Elang seperti mendukung.

"Brondong cakep gitu. Udah sih terima aja kalau emang dia demen mah. Kapan lagi coba lu di sukai lelaki secakep itu. Apalagi lu selama ini kagak laku laku. Jomblo abadi. Ye kan," bisik Rahmah ketika mendekati meja Nira.

Nira kembali melirik Elang yang ternyata sedang mesem mesem memandangnya. Membuat Nira melotot ke arahnya. "Bukannya kerja. Malah firting Mulu. Ganjen."

"Biarin. Kan ganjennya sama mbak doang."

"Tuh, kan. Gue bilang juga apa. Sikat aja udah."

"Lu lagi. Bukannya balik ke meja. Malah ikutan ngomporin lagi."

Rahmah hanya tertawa cekikikan mendengar omelan Nira, lalu ia pun langsung ngibrit kembali ke meja kerjanya.

Nira yakin. Hari harinya sudah tidak akan setenang biasanya.

***

"Mbak, ayok makan siang bareng. Saya yang traktir deh. Sebagai rasa syukur saya sudah diterima bekerja," ucap Elang dengan senyuman semanis mungkin. Berharap wanita di depannya akan meleleh dengan senyumannya seperti wanita wanita lain diluar sana, yang selalu terpesona dengan senyuman yang jarang ia pertontonkan. Hanya dengan wanita ini, senyumnya ia obral sampai harga serendah rendahnya.

"Tidak perlu. Saya bawa bekal." Nira terus melanjutkan pekerjaannya tanpa menoleh.

"Yaah, jangan nolak dong, Mbak. Saya kan orang baru di sini. Belum tau kantin di mana. Makanan yang paling enak apa. Nanti kalau saya salah beli bagaimana?"

"Bukan urusan saya." Sebenarnya Nira memang ingin ke kantin. Bekalnya belum punya nasi. Tapi diajakin Elang malah membuatnya jadi malas ke mana mana.

Makan tanpa nasi juga sepertinya bisa kenyang.

"Tega banget sih sama saya, Mbak. Ayolah."

Risih mendengar rengekan Elang yang tak berhenti dan juga tak enak dengan yang lain, dengan sedikit kesal, ia pun mengiyakan ajakan Elang.

"Dasar bocah!"

Tak peduli mau di katakan apapun, yang penting Elang bisa tersenyum senang, wanita yang disukainya mau mengikuti ajakannya.

Yess! Teriaknya dalam hati. Ternyata jatuh cinta memang bisa membuat orang sedikit gila. Ia memang mengakuinya sekarang. Pantas saja banyak kasus ketika masalahnya itu tentang cinta, kadang kebanyakan diluar nalar.

Wanita ini, entah bagaimana caranya bisa mengetuk pintu hatinya yang selalu tertutup. Ada sesuatu dalam diri Nira yang menarik perhatiannya. Entah apa. Ia belum menemukan jawabannya hingga sekarang.

Tapi bukankah jatuh cinta memang tidak pernah memiliki alasan? Kadang Elang sampai pusing dibuatnya.

Suasana kantin cukup ramai di jam makan siang. Elang terus mengekori Nira yang sedari tadi hanya diam sehingga dirinya pun memilih diam seraya terus memperhatikan area yang sudah di laluinya. Agar dirinya hapal arah untuk ke kantin bila sedang ingin pergi sendiri.

Setelah celingukan mencari tempat, akhirnya mereka bisa mendapat meja kosong di pojokan.

"Mbak, mau pesan apa? Biar saya pesankan sekalian." tanya Elang dengan begitu menggebu. Mencium aroma masakan membuat perutnya semakin keroncongan. Sedari pagi dirinya memang belum sempat sarapan. Saking semangatnya untuk bekerja. Sehingga malas untuk sarapan.

"Nasi aja. Udah bawa bekal buat lauknya," jawab Nira.

"Oh. Oke. Saya pesan dulu." Elang mulai berkeliling mencari makanan yang sekiranya menarik untuknya. Lumayan banyak juga pilihan yang tersedia. Kantinnya tidak begitu besar tapi juga tidak begitu kecil. Tempatnya juga bersih dan nyaman.

Tak butuh waktu lama ia pun memesan soto daging. Sekalian memesan nasi untuk Nira juga.

Ketika berbalik, ia melihat Nira sedang menatap seseorang dengan wajah kesalnya. Ia pun ikut refleks mengikuti arah tatapan Nira.

Itukan lelaki yang sering mengganggu ketika dirinya sedang berduaan dengan Nira?

***

Yang mengganggu dan yang diganggu sebenarnya siapa dah?😅

Waktu cepet amat berlalu ya. Mau update tertunda terus, tau tau udah akhir bulan aja. Ett dah😅

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang