23

135K 3.5K 152
                                    

"Bapak mau ngapain?" Nira langsung menyilang dadanya dengan kedua tangan. Deru napas Arsen saja sudah menggelitik mengenai telinga Nira. Bulu kuduknya sampai meremang. Jarak mereka bahkan cuma satu inci.

Lelaki itu malah tersenyum kecil lalu dengan sengaja meniup telinganya. "Berarti kamu sudah sadar. Baguslah."

Arsen langsung terduduk di kasur, lalu melirik Nira. "Mimpi apa? Sampai segitunya?"

Nira ikut terduduk tak jauh dari Arsen. "Masa lalu. Kenapa muncul lagi di mimpi ya, Pak. Malah sekarang lebih sering."

Arsen terdiam sejenak. "Kamu lagi stres kali."

"Dih, sembarangan."

"Maksudnya kamu terlalu banyak pikiran. Sesekali refreshing dong."

"Nggak punya duit, Pak. Pengennya kayak rang-orang. Tapi gaji saya kan pas-pasan," ucap Nira dengan wajah sedih.

Siklus hidupnya, nggak jauh-jauh dari kerja dan kuliah. Hangout paling jalan-jalan ke mall doang, trus jajan es krim mekdi yang cone, udah cuma itu.

Pengen traveling, tapi waktu dan duitnya ga ada. Naseb.

"Kasihan. Ck."

"Ish."

"Kamu disuruh masak, malah tidur. Kebo banget lagi tidurnya," cibir Arsen kesal.

"Eh, iya. Maaf. Saya dimana ini? Nggak nyadar kalau udah beda tempat," cengir Nira merasa bersalah. "Bapak udah makan?"

"Kamu lihat aja, jam berapa ini?"

Nira melirik jam dinding. Angka pendeknya menunjukkan angka sebelas.

"Waduhhh! Kok bapak nggak bangunin saya sih. Udah jam segini lagi. Gimana? Saya tetep harus masak?"

"Nggak perlu. Saya udah makan."

"Hehehe. Maaf."

"Berarti besok kamu harus pulang ke sini lagi. Pulang lebih awal saja. Sekalian belanja dulu. Awas kalau tidur lagi," ancam Arsen.

"Iya iya."

Nira jadi merasa bersalah sudah ketiduran. Mau bagaimana lagi, pulang kerja kan memang biasanya dia langsung tidur. Makan malam pun sering terlewati. Nempel bantal langsung pelor.

Krucuk.

Muka Nira memerah saat melirik Arsen. Suara perutnya kencang sekali. Bikin malu saja.

"Kamu lapar?" Arsen menaikkan alisnya sebelah.

"Hehehe. Kan saya emang belum makan."

"Tapi nggak ada makanan. Cuma ada Indomie paling."

"Hilih, katanya orang kaya. Masa nggak punya stok makanan," cibir Nira.

"Kan tadi saya bilang belum belanja." Mata Arsen sedikit mendelik ke arahnya.

"Iya deh iya. Saya boleh keluar kamar kan?"

"Kata siapa boleh keluar kamar?"

"Bapak jangan macam-macam dong. Kan kita belum halal. Nggak boleh itu." Nira langsung berjengit menjauhi Arsen.

"Emang menurut kamu kita mau ngapain?" Arsen malah mendekati Nira lagi. Seperti singa yang hendak menerkam mangsanya.

"Ehmm, ya nggak tau."

"Yakin nggak tau? Hemm?"

"Bapak kalau udah kebelet mending besok langsung nikah."

"Oke, Deal!"

"Eh, bu-bukan gitu maksudnya."

"Maksudnya gimana?"

Nira menelan ludah tak sanggup berkata, ketika Arsen sudah kembali merapat padanya.

"Bapak kok genit."

Nira semakin terpojok. Punggungnya sudah mengenai dinding. Tak bisa berkutik lagi.

"Pak, laper."

"Dasar bocah! Udah sana gih. Bikin sendiri," ucap Arsen seraya berdiri menjauh darinya.

"Hari ini, fix bapak aneh. Kehabisan obat ya?" Nira langsung kabur keluar kamar setelah mengucapkan kalimat itu.

Arsen hanya menggeleng. Mengikuti wanita aneh itu dari belakang.

"Dapur belok kiri."

Nira mengikuti ucapan Arsen. Terlihat ada dapur mini yang begitu apik dan bersih dengan peralatan lengkap. Nuansanya warna putih. Membuat Nira terkagum melihat pemandangan di depannya.

Maklum, dikosan ia sendiri tak punya dapur sebagus ini. Cuma ada kompor dan satu wajan untuk menggoreng, ditambah panci kecil buat rebus mie atau bikin sayur doang.

"Saya sama dapur aja kalah glowing, Pak."

"Nggak usah curhat. Itu mie nya ada di atas kepala kamu. Di lemari."

Nira mendongak ke atas. Ketika tangannya hendak membuka pintu lemari, tangannya ternyata tidak sampai. "Tinggi amat lemarinya, Pak." Nira melirik Arsen dengan muka minta tolong.

"Ck. Kamunya aja yang pendek." Arsen lalu melangkah ke arah Nira. "Minggir."

Nira langsung menyingkir. Arsen langsung membuka pintu lemari, dan mengambil mie. "Rasa apa?"

"Ayam bawang."

Arsen mengambil pesanan Nira, menutup kembali pintu lemari, lalu menyerahkan mie tersebut ke wanita di depannya yang terlihat mengkerut di pojokan.

Pikiran isengnya langsung kambuh.

Ia mendekati Nira, lalu mengurungnya dengan kedua tangan. Nira hanya menatapnya dengan bingung.

"One Kiss."

***

Arsen nackal.

Yang mau baca cerbung lengkapku ada di KBM app ya. Nggak ada di tempat lain.😀

- Majikan Hot
- Diajak Nikah Brondong
- Istriku Berubah Seksi
- Cinta Terlarang (nanti mau apload sana juga dengan versi beda(

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang