39

66K 1.8K 85
                                    

"Kamu kenapa sedari cek out dari hotel sampai udah mau nyampe apartemen lagi, mukanya di tekuk gitu?" tanya Arsen terheran dengan kelakuan istrinya yang unik itu.

Setelah menghabiskan waktu honeymoon hanya di hotel saja, sudah saatnya mereka pulang. Kerjaan sudah melambai meminta perhatiannya.

"Saya sedih," jawab Nira tanpa menoleh. Pandangannya sedang sibuk menikmati kesibukan lalu lintas. Serasa keluar dari goa.

"Sedih kenapa?"

"Keperawanan saya sudah hilang. Hiks."

"Halah, sok sok an sedih. Desahannya aja paling semangat begitu."

"Ya habisnya sih pak Arsen malah bikin keenakan. Kan saya jadi bingung. Mau sedih apa bahagia.'

Arsen hanya menggeleng dengan kelakuan Nira. Lihat saja raut wajahnya. Tadi murung, sekarang sudah cengar cengir lagi.

"Katanya bapak belum pengalaman. Kok itu kayak udah lihai. Bisa tau titik titik rangsang saya. Jangan jangan?" Mata Nira menyipit menatap suaminya curiga.

"Jangan-jangan apa? Sentil juga nih hidungnya."

"Jangan-jangan ...."

"Tidak perlu menjadi nakal untuk tau rangsangan wanita. Banyak buku yang membahasnya. Asal mau baca plus naluri alamiah yang berjalan, itu sudah jadi komponen yang luar biasa," jelas Arsen dengan kedipan mata.

"Berarti novel yang pernah saya baca menyesatkan dong, Pak."

"Ya jangan semua informasi kamu telan mentah-mentah lah. Sesuai porsi saja. Emang rasanya kayak gimana?"

"Ehmm, emang sakit sih awalnya. Tapi udahannya ya jadi enak. Susah dijelasinnya juga. Saya lupa."

"Mau diulang biar nggak lupa?"

"Jangan dulu deh pak. Masih perih banget. Udahannya baru berasa ini. Kayaknya lecet deh. Jalan aja tadi sakit. Pokoknya saya nggak mau ngulang dulu!"

"Yakin nggak mau ngulang?"

"Yakin lah. Masih perih ini. Rasanya saya trauma deh."

"Hilih, gayanya pake bilang trauma segala. Omongan sama raut muka, nggak sinkron."

"Emang muka saya kenapa?"

"Nantangin."

"Ihh, itu sih perasaan bapak aja. Mana ada muka saya nantangin. Emang udah bawaan dari orok kali begini."

"Berarti nanti malam boleh ngulang lagi ya?"

Melihat Arsen dengan kedip kedip mata seperti itu dengan raut menggemaskan malah terlihat lucu bagi Nira. Persis bocah ketika minta jajan permen.

"Ihhh, dibilang nanti aja. Malah minta lagi malam. Perih tau."

"Kalau lebih sering, perihnya malah cepat ilang loh. Dijamin deh."

"Masa sih?"

"Iyalah. Kan jadi lebih terbiasa. Jadinya malah enak terus. Perihnya langsung minggat loh," ucap Arsen dengan wajah meyakinkan.

Nira menatap Arsen lebih dalam. Takutnya suaminya itu mengerjainya. Apalagi orang seperti Arsen itu kan lebih banyak isengnya daripada seriusnya. Tapi raut wajahnya tak berubah. Terlihat serius. Apa iya begitu konsepnya? Nira jadi bingung. Jadi pengen nanya dengan yang sudah berpengalaman. Tapi tanya siapa? Kan malu nanya nanya seperti itu.

"Sakit kan karena masih sempit. Belum terbiasa dimasuki sesuatu. Kalau udah terbiasa malah nggak bakal sakit lagi. Makanya harus sering dibiasakan," imbuhnya lagi.

"Ya ya ya. Terserah bapak aja. Yang jelas untuk sekarang nggak mau dulu pokoknya."

"Ih, nolak suami dosa loh. Nanti dikutuk malaikat loh."

"Ish, pake bebawa dosa segala."

"Ya kan bener."

Debat dengan suaminya yang satu ini, memang tidak bakal ada habisnya. Jadi Nira memilih diam saja. Tak mau membalasnya lagi.

Ia memilih melihat ke luar dengan sibuknya aktifitas lalu lintas yang padat. Cuaca begitu terik, membuat silau.

Berhenti di lampu merah, Nira melihat penjual asongan yang menjajakan dagangannya dari mobil ke mobil dengan penuh semangat. Usianya masih terlihat muda.

Bahkan ada anak kecil yang ia taksir sekitar usia sepuluh tahun, menjual tissue.

Nira membuka kaca mobil, lalu memanggil si bocah itu. "Dek, beli tisunya dong."

Si bocah dengan tersenyum riang mendekat ke arah Nira. "Mau beli berapa, Kak?"

"Harganya berapaan?"

"Sepuluh ribu tiga bungkus, Kak."

"Beli dua puluh ribu deh."

Dengan sigap, si bocah membungkus pesanan Nira. "Ini, Kak."

Nira memberi uang pecahan dua puluh ribu, lalu menerima tisue tersebut. "Makasih ya."

"Kembali kasih, Kak." Tanpa diduga, bocah tersebut mendekat ke arah Nira dan berbisik. "Kakak harus lebih hati-hati ya. Tidak semua orang memiliki tujuan baik. Jangan mudah percaya begitu saja dengan apa yang kakak lihat dan dengar," bisiknya. Setelah itu bocah tersebut menjauh, lalu pergi begitu saja, meninggalkan Nira dengan penuh kebingungan.

Baru saja ia hendak memanggil lagi si bocah itu, lampu hijau sudah menyala, dan dengan perlahan mobil pun mulai kembali berjalan.

Apa maksud perkataan si bocah?

***

Bonus nih. Tapi Dikit aja ya. Buat menemani malam Minggu, terkhusus para jomblower. Hihi.

Arsen gencar banget ya, terus aja mempengaruhi Nira yang masih polos😂😂 absurd banget emang obrolan mereka.

Jangan lupa mampir ke KBM app ya yang mau baca cerita cerita yang udah tamat. Pake koin. Koinnya bisa beli pake Ovo, gopay, dll.

Buat tambahan aku umroh gaes😅

Ini nama akunnya ya👇👇

Ini nama akunnya ya👇👇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang