11

312K 5.2K 113
                                    

"Duh, bisa telat nih aku. Kesiangan. Alarm sialun. Kenapa juga aku bisa nggak denger sih." Nira terus menggerutu sambil berlarian menuju jalan raya. Semoga saja masih ada bis lewat.

Biasanya bis yang ditumpanginya butuh waktu lumayan lama untuk menunggu. Kalau pun ada pasti penuh.  Perjuangan banget emang  kalau berangkat kantor.

Ingin ngekos mendekati tempat kerja, tapi rata-rata mahal kalau dekat pusat kota. Makanya Nira mencari kost agak jauh dikit dengan harga terjangkau. Walau resikonya ya seperti ini. Harus rela olahraga kalau berangkat kerja. Lari maraton.

"Duh, mana banyak cowok lagi di halte. Gimana ini."

Sekumpulan anak SMA tengah bergerombol, sebagian ada yang sambil merokok, sebagian membawa clurit, dan bahkan benda tajam lainnya.

Melihat pemandangan di depannya membuat Nira menelan ludah. Tangannya bahkan sudah gemetaran.

"Masih pagi sudah mau tawuran? Yang benar saja!"

Nira celingukan mencari jalan aman. Tidak ada gang kecil atau jalan keluar lain. Jembatan penyeberangan pun harus melewati halte itu terlebih dahulu.

Tak jauh di seberang jalan, gerombolan anak SMA lain dengan seragam berbeda datang. Mereka terlihat saling menunjuk satu sama lain bahkan saling mengacungkan senjata tajam.

Mampus!

Kaki Nira bahkan sulit untuk  digerakkan untuk melangkah. Nira berjongkok dan menenggelamkan kepalanya diatas paha. Rasa takutnya kembali datang. Pikirannya buntu mencari jalan keluar.

Beneran pagi yang sial! Tamat sudah riwayatnya.

Tiba-tiba tubuhnya terasa melayang dan diajak berlari oleh seseorang. Dengan cepat Nira mengangkat kepalanya lalu menoleh melihat siapa yang membawanya pergi.

"Kakak ngapain jongkok, bukannya menghindar! Mau cari mati?" ucap seseorang dengan suara setengah ngos-ngosan.

"Hei, turunkan aku. Aku bisa jalan sendiri."

Memangnya badannya tidak beratkah? Kenapa lelaki ini menggendongnya sambil berlari? Pikir Nira terheran.

Tanpa protes dua kali, lelaki muda itu menurunkan Nira.

Setelah diturunkan, Nira sedikit limbung. Ia melirik lelaki yang membawa sekaligus menyelamatkannya.

Seragam SMA?

"Kamu yang ikut tawuran jugakah?"

"Harusnya sih gitu. Tapi karena ada wanita aneh yang memilih berjongkok daripada lari, en karena saya lelaki yang baik hati, jadinya saya malah memilih pergi dari arena pertempuran yang seru."

"What? Seru dari Hongkong! Apa coba yang kalian cari atau kalian banggakan dari tawuran seperti itu? Bukankah malah membahayakan diri dan orang lain?"

"Ini tentang kesolidan, Kak. Udah deh, dijelaskan pun nggak akan paham. Saya pergi dulu ya. Bye!"

Nira hanya terbengong melihat bocah abege itu pergi begitu saja, mengabaikan nasehatnya. Tapi bagaimanapun Nira sungguh berterima kasih.

Nira baru saja hendak berbalik saat seseorang berkata, "Kak, kita belum kenalan. Nama saya Elang. Kakak namanya siapa? Saya nggak mau rugi nggak ngajak kenalan cewek cantik."

Nira hanya mencibir. Dasar abege!

"Ayolah. Sebutkan namanya. Saya yakin kita pasti akan bertemu lagi. Kalau tidak mau menyebutkan nama, di pertemuan kita yang kedua, kakak harus menyebutkan nama. Titik. Sampai jumpa kakak cantik."

Lelaki muda itu kembali berlari, meninggalkan Nira sendiri. Nira hanya terbengong dengan kelakuannya.

Mau membalas tapi ia teringat sesuatu yang lebih urgent. Dengan segera ia melihat jam tangannya.

Jam sembilan!

***

"Nira, kamu dipanggil pak manajer. Disuruh menghadap ke ruangannya," ucap Betty, rekan kerja seruangannya.

Baru saja Nira sampai ruangan, sudah dapat panggilan dari atasan. Sepertinya kesialan pagi ini masih berlanjut.

"Iya, Mbak. Makasih infonya. Aku minum dan pengen duduk sebentar. Capek banget."

"Tapi pak bos berpesan begitu kamu sampai harus segera keruangannya."

"Iya, Mbak. Makasih infonya." Nira menghela napas panjang. Rasa capeknya belum hilang, kini harus menyiapkan diri untuk menghadapi atasan baru yang belum dikenalnya.

"Jangan-jangan aku bakal dipecat. Bagaimana ini ..." Nira menggigiti kukunya dengan gugup. Setelah minum segelas air putih dan sedikit tenang, ia mengambil tisu dan mengelap muka yang bersimbah keringat.

Nira mengambil bedak dan memperbaiki penampilan sedikit. Ditambah lipstik warna orange untuk tampilan segar biar nggak pucat. Mau ketemu atasan setidaknya ia harus tampil good looking.

Okay. Nira sudah siap untuk dimarahi.

Menurut kabar yang beredar, atasan barunya ini seorang yang perfeksionis dan tidak menerima pelanggaran. Apalagi Nira telat satu jam setengah dari jam masuk kerja.

"Pasrah deh."

Kalau dipecat, Nira harus mencari ulang pekerjaan lain yang zaman sekarang semakin sulit.

Huft.

Nira keluar ruangan, menuju tempat pak manager. Ruangan mereka terpisah beberapa sekat saja. Bedanya pak manager memiliki ruangan sendiri.

Setelah mengetuk pintu beberapa kali, terdengar suara yang menyuruhnya masuk.

Nira membuka pintu dan melongok sebentar.

"Masuk. Jangan cuma berdiri di depan pintu,' ucap sang atasan dengan wajah yang tetap menunduk sambil tangannya memegang dokumen.

Sedikit takut Nira memasuki ruangan. "Bapak memanggil saya?"

Saat akhirnya sang atasan mengangkat wajahnya, membuat Nira sedikit terkejut.

"Pak Arsen ...."

***

Maav ya selalu lama. Lagi mau beresin naskah 'Aku (Berubah) Seksi. Rencana mau aku cetak. Yang mau baca sampe tamat aku posting di joylada dan KBM app. Paling ngoin kena Cebu. Upah ngetik dan mikir 😂😂
Atau mau bukunya aja juga boleh.

Doakan lancar ya idenya. Biar aku bisa up tiap hari cerita pak dosen.

Oiya visual pak dosen ada di gambar Yoo. cocok ga?

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang