32

86.8K 2.7K 245
                                    

Nira hampir saja terbuai dengan sentuhan Arsen, kalau saja tidak ingat ada ibu suri yang sedang menunggu mereka.

"Aduhhh ... duhhh. Sakit!"

"Rasain! Enak aja maen nyosor!!"

Pagutan Arsen terlepas, membuat Nira akhirnya bisa kembali bernapas dengan sepuasnya.

"Jadi berantakan lagi ini dandanan," sungutnya. Nira merapikan bajunya kembali yang hampir dilepas kancingnya oleh tangan jahil Arsen.

Arsen menetralisir jantungnya yang berdegup kencang. Ditambah cubitan Nira di pinggangnya yang lumayan bikin berdenyut.

Sungguh, apa yang tadi dilakukan, diluar kuasa dirinya.

Nira sungguh berbahaya.

"Kalau ngelakuin itu lagi, nanti saya cubit lebih keras loh!" Ancam Nira dengan mata melotot.

Melihat itu, bukannya bikin Arsen takut, malah membuatnya jadi ingin tertawa.

Ia berusaha menahan senyum agar Nira berhenti mencubitnya. Pedes cuy.

Tapi jika dilihat lebih jauh, kondisi Nira saat ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.

Wajahnya lebih terlihat segar, lingkar hitam matanya pun sudah jauh lebih berkurang. Berinteraksi dengan dirinya pun sudah tak sekaku seperti pertama kali mereka jumpa.

Bagus deh.

"Iya iya maaf. Itu gerakan tangan saya aja yang refleks. Bukan saya yang mau loh."

"Halahh, masih aja ngeles."

"Yaudah. Ayok, kita berangkat."

Arsen berjalan mendahului Nira menuju mobilnya yang terparkir di halaman depan. Suasana kost an pun belum terlalu ramai. Hanya ada beberapa yang sedang menjemur pakaian dan meliriknya dengan wajah penuh rasa ingin tau.

Arsen menyalakan mesin mobil dan menunggu Nira dengan sabar. Tak lama, yang dinanti pun keluar.

Kadang Arsen heran. Apa yang menarik dari Nira, hingga otak dan tubuhnya sering berkhianat.

"Ayok, Pak. Kita jalan. Kok malah bengong."

Suara Nira membuat Arsen gelagapan. Sejak kapan juga dirinya melamun.

"Lama banget sih keluarnya. Ngapain aja daritadi," sungut Arsen mengalihkan perhatian

"Ya suruh siapa bikin berantakan. Jangan gitu ya lain kali."

"Sok banget gayanya," cibir Arsen. Ia pun mulai menjalankan roda empatnya. Kali ini tujuannya langsung ke rumah sang mami.

Biasanya masih pagi begini belum begitu macet. Jadi maminya tidak akan mengomel kalau mereka bisa sampai lebih cepat.

Entah apa yang akan dilakukan maminya nanti. Arsen hanya bisa pasrah saja. Itu lebih aman daripada dicoret dari KK dan ahli waris.

"Menurut bapak kita bakal di apain nih nanti? Kok perasaan saya mendadak nggak enak ya."

"Nggak enak apa enggak enak?"

"Nggak enak."

"Kenapa nggak enak?"

"Saya takut di apa-apain sama bapak. Ini aja nyosor Mulu. Hiiii."

"Halah, nanti juga kamu yang bakal ketagihan minta."

"Minta apa?"

"Minta bikin mie."

"Emang pak Arsen bisa bikin mie?"

Omku MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang