6. MIRIS DAN KRITIS

5.8K 734 11
                                    

Dirangkul oleh luka, dikuatkan oleh rasa, dan dipaksa tertawa oleh keadaan.

-Alana-

Deruman mesin motor sport hitam memasuki area pekarangan rumah besar itu. Gerbang terbuka lebar, begitu juga satpamnya yang tersenyum lebar menyambut Sang Tuan Mudanya yang baru saja pulang menuntut ilmu.

"Selamat siang den.. " Sapa pak Slamet selaku satpam rumah besar itu.

Ayyan hanya menganggukkan kepalanya saja tanda ia menjawab sapaan pak Slamet. Kepada satpam rumahnya saja cuek, apalagi sama teman-temannya yang tidak satu rumah, tambah cuek nanti. Gimana ya yang jadi cewek nya?

Setelah memarkirkan motornya ke garasi ia bergegas masuk ke rumah. Tapi dikala ia membuka pintu rumahnya, bukannya sepi tapi malah disambut dengan pemandangan yang sangat tak mengenakkan baginya.

Disana duduk seorang wanita yang ia duga seumuran dengan ayahnya. Wanita itu duduk disamping Nanda dengan akrab. Ayyan sering mendapati wanita itu bersama dengan ayahnya, entah itu dirumahnya, di cafe, atau bahkan di kantor ayahnya. Ayyan sangat tidak suka, bagaimanapun ia adalah anak Bunda dan Ayahnya. Ia tidak akan suka jika ayahnya berdekatan dengan wanita lain selain Bundanya. Apalagi melihat tingkah wanita itu yang sok manis padanya membuat ia semakin muak melihatnya.

Jika biasanya ia akan menyalami ayahnya yang jika pulang lebih awal dari kantornya. Tapi sekarang tidak, ia justru tetap berjalan melewati dua sejoli itu dengan pandangan datar.

"Ayyan! Ayah ngajarin kamu sopan santun terhadap orang tua." Ayyan menghentikan langkahnya. "Kamu tidak melihat ada siapa disini?!"

Ayyan membalikkan tubuhnya. "Siapa?"

"Tamu itu harus dihormati dan disambut ramah, Ayah tidak pernah mengajari kamu untuk mengabaikan orang lain begitu saja." Ujar Nanda.

"Dia?" Ayyan menunjuk wanita itu. "Ayah nyadar gak sih, kalo Bunda liat kelakuan Ayah yang kayak gini, pasti Bunda bakalan nangis." Kata Ayyan, sudah tidak sabar dengan unek-uneknya yang selama ini ia pendam.

"Jaga ucapan kamu Ayyan. Kamu tidak tahu apa-apa dengan urusan kami." Ujar Nanda.

"Ya jelas Ayyan gak tau. Itu urusan orang dewasa yang disembunyiin dari anak kecil. Dan anak kecil hanya menerima umpannya saja." Kata Ayyan bergetar lirih.

Hatinya sakit mengingat Bundanya yang akan selalu membela jika ia berdebat dengan sang ayah.

"Sudahlah mas, saya pulang saja. Selesaikan urusanmu sama anakmu dulu yah." Ujar wanita itu mendekat.

Ayyan mengepalkan tangannya, ia benci situasi ini. Ingin rasanya marah pada sang ayah. Tapi ia teringat dengan pesan terakhir Ibundanya 'patuhi Ayahmu, dia sangat menyayangimu'. Oleh karenanya ia tak bisa membantah apa yang keluar dari mulut Ayahnya.

Sepeninggalnya wanita itu, kini tinggal Ayyan dan Ayahnya saja dirumah. Nanda mendekat pelan pada putranya itu, ia merasa bersalah karena telah membentaknya.

"Ayyana..?" Kata Nanda lirih.

"Maafin Ayyan Yah.."

Setelah mengatakan itu ia pergi menuju kamarnya meninggalkan Nanda yang masih berdiri diruang tamu.

Ia juga merasa bersalah pada ayahnya karena sempat melawan perkataannya tadi. Benar, jika Bundanya tau ini pasti akan membuatnya menangis. Bukan karena kelakuan ayahnya saja yang membawa wanita itu, tapi juga karena perilakunya yang melawan perkataan ayahnya.

Al La Na [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang