EXTRA PART

2.9K 356 18
                                    

Ada dinding pembatas pada semesta kita.
--Alana Rinjani Jogikato

Al La Na•

Alana duduk letih disebuah halte samping kampus. Suasana mega merah ini membuatnya semakin dirundung atis karena sang surya mulai menyelam di kedalaman semesta. Hari ini cukup melelahkan karena aktivitas kampus yang tidak terjadwal membuatnya kelimpungan mengisi seminar dan sosialisasi kepenulisan kesana kemari.

Sudah setengah jam belum ada balasan pesan dari Ayyan. Biasanya cowok itu akan cekatan membalasnya barang belum ada sedetik. Namun, sudah dua minggu ini Alana merasakan sesuatu yang entah apa dia pun bingung sendiri dengan sikap cowok itu.

Bebegig gelo


(09.30)
Yan, q plg sore
Jmptny nantian aja

Ya

(16.03)
Q dh plg Yan, bisa jmput skrng?

(17.16)
Yan
Ayyan
Aku di halte

(17.30)
Udh sore aku sendirian :(

Hembusan napas lelah perlahan keluar dari mulut dan hidung gadis bersurai sebahu itu saat melihat layar ponselnya. Ada bando putih polos yang menghiasi kepalanya.

"Gue pesen taxi aja kali ya? Apa naik bus aja ya? Sendirian lagi, ck gini amat sih," gumam Alana seraya berdecak kesal.

Sebelum beranjak dari tempat, ada satu notifikasi masuk dalam romchatnya dengan seseorang.

Unknown:
(send a photo)

Ini bukan yang pertama kali bagi Alana, akun tidak dikenali itu terus saja mengirimkan banyak foto untuk Alana yang membuatnya menjadi sedikit tidak percaya diri.

Pantas saja Ayyan tak membalas pesannya.
Bebegig gelo:
Otw

Alana menatap pesan singkat itu. "Dari tadi kek, dasar sok sibuk," gerutunya. "Nggak usah dateng sekalian!" lanjutnya kesal.

Tak butuh waktu lama, dari kejauhan timur ia bisa melihat sayup-sayup cahaya motor sport milik cowok dengan Almet Suryadharma University.

"Sendirian?" tanya Ayyan seraya memberikan helm simpanan yang biasa Alana pakai.

"Iya, tadi udah pulang semua. Tadinya aku juga mau naik bus tau, kirain kamu nggak dateng." Alana menerima helm itu, menatap sebentar lantas memakaikannya ke kepalanya sendiri seraya menatap Ayyan dari samping. Biasanya cowok itu akan bersuka cita membantu memakaikan di kepalanya, namun kini malah asyik mengotak-atiknya ponselnya. Biasanya juga Ayyan akan melebarkan semerbak senyum kala menjemputnya, namun kini hanyalah tatapan datar yang terukir diwajahnya.

"Ayyan."

Panggilan itu membuat Ayyan tersadar dan menatap sejenak ke arah Alana. "Udah? Naik."

Jika biasanya "Udah? Ya udah turun Hahaha. Pegangan Lan, kalo bisa ya peluk yang kenceng. Kalo dingin peluk aja. Kalo cape nyandar aja dibahu saya."  Kalimat itu selalu Ayyan ucapkan dengan kekehan. Namun, tidak untuk kali ini. Alana berasa tidak bersama Ayyan yang biasanya.

Al La Na [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang