Akhirnya Haikal dapat bernafas lega. Ia beserta keluarganya telah sampai di Jakarta dengan keadaan sehat, tanpa ada yang kurang.
Tak sia-sia dirinya berdiskusi bersama ayah serta bunda, terkait kepulangan ke Jakarta yang bisa dibilang mendadak.
Tepat tanggal 03 Januari kemarin, mereka tiba di Jakarta. Saat subuh kalau tak salah.
Haikal hanya tidur 2 jam setelah sholat subuh. Setelah itu, ia pamit ke sekolah karena ada rapat yang harus dihadiri. Sayangnya, dirinya baru bisa pulang kerumah saat sore tiba.
Jika bukan karena urusan yang berkaitan dengan sekolah, Haikal enggan meminta pulang lebih awal.
Ditambah lagi, malamnya Haikal harus berkutat dengan laptop hitam yang ia dapatkan saat ulang tahunnya ke-16.
Sebenarnya, Haikal malas jika berkutat dengan laptop hitamnya, apalagi tidak ada kaitannya dengan game sama sekali. Haikal sangat malas.
Tapi, namanya juga Haikal. Se-malas dan se-lelah apapun dirinya, pasti akan tetap dikerjakan, walaupun hanya sendirian tanpa ada yang menemani.
Memang ya, kelas 11 itu adalah tempat yang melelahkan, jika ikut serta dalam organisasi, macam Haikal.
"Kamu nggak capek, mas?"
Haikal melepaskan kacamatanya dan menoleh ke sumber suara. Oh, Bunda Wendy.
Haikal mempoutkan bibirnya, "Capek, bund."
"Tapi, lebih capek lagi kalo dengerin Bapak Adimas ceramah." Lanjutnya seraya bersandar pada bahu sempit Bunda Wendy.
Bunda menepuk lengan Haikal, "Hehh! Ayah kamu juga itu. Tapi, bener juga sih." Katanya sembari mengusap poni Haikal yang telah memanjang ke belakang.
"Sekali nya ada kegiatan di sekolah, rumah kayak kos-kos an. Tapi, sekali nya pulang ke rumah, kalau nggak rebahan, ya nyiapin buat acara sekolah. Sibuk banget ya kamu, mas." Kata bunda seraya menatap sendu anaknya.
"Biasa, anak bunda yang satu ini orang penting." Sahut Haikal setengah bercanda.
Memang tak salah sih, Haikal ini termasuk orang penting dimanapun ia berada. Saking pentingnya, waktu istirahatnya jadi berkurang.
Haikal memejamkan matanya sejenak, menikmati usapan lembut bunda. Hah, kapan ya terakhir kali bunda mengusap nya seperti sekarang, mungkin sebelum masuk dibangku SMP, seingatnya.
"Bunda dulu kenapa bisa nikah sama ayah, sih?" Tanya Haikal random. Ia membuka matanya dan kembali duduk tegak.
"Bisa, kan jodoh. Kalau bukan jodoh, bunda nggak bakal nikah sama ayah." Jawab bunda yang betah memperhatikan anaknya yang super sibuk ini.
Haikal mengangguk paham. Ia memakai kacamatanya, dan kembali mengerjakan proposal untuk kegiatan organisasinya di sekolah.
"Mau bunda temenin nggak?" Tawar bunda yang telah menopangkan dagunya pada pundak kiri Haikal.
Haikal menggeleng, "Nggak usah, bun. Bunda istirahat aja."
"Bener?"
"Iyaa bundaa sayangg."
Bunda Wendy bangkit dan mengusak surai anaknya, "Kalau gitu bunda tinggal. Kalau capek istirahat, mas. Inget! Kamu itu bukan robot."
Haikal berhenti sejenak. Ia tersenyum dan mendongak untuk melihat raut wajah bunda, "Iyaaa bundaaa."
Setelah dirasa mendapat jawaban yang diinginkan, bunda lekas pergi dari sana. Meninggalkan Haikal sendirian di ruang tamu.
Sementara itu, Haikal kembali melanjutkan kegiatan mengetiknya yang sempat tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Фанфик[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...