Happy reading
...
"Kak, minta tolong kerokin gue dong."
Laki-laki bernama Juna yang tengah duduk anteng di sofa ruang keluarga seraya memainkan ponsel pintarnya itu menoleh saat suara salah satu adiknya menyapa gendang telinga. Netranya mendapati penampilan si adik yang memakai kaos hitam, celana kolor biru, dan membawa minyak kayu putih serta uang koin pecahan 1000 rupiah.
"Lo masuk angin, Kal?"
Haikal. Nama dari oknum yang kini duduk di samping Juna dengan wajah lesu itu mengangguk pelan. Dirinya bersyukur karena si kakak peka.
"Iya kayaknya."
Juna meletakkan ponsel pintarnya di meja, lalu menatap adiknya heran. Haikal kok bisa masuk angin? Perasaan tadi pagi masih segar bugar. "Balik badan sana!" suruh Juna setelah mengambil alih minyak kayu putih dan uang koin pecahan 1000 rupiah dari tangan adiknya.
Haikal yang posisinya sedang tak enak badan ya langsung menurut. Ia menyingkap kaos bagian belakangnya dan membiarkan si kakak membuat maha karya melalui tangan emasnya.
"Lo makan angin dimana, bisa masuk angin gini?" tanya Juna yang telah mulai membuat maha karya pada badan adiknya.
"Gu-EKKHHH... makan a-EKKHH... ngin di ja-EKKHHH... lan." Jawab Haikal putus-putus karena sendawa yang muncul karena efek dari kerokan.
Juna paham jawaban yang dilontarkan adiknya, tapi saat mendengar dibarengi dengan sendawa... ishh! rasanya sangat menyebalkan di telinga. Ingin sekali memaki, namun Haikal sedang tak enak badan. Ya sudahlah.
"Nyari kebutuhan buat MOS?"
"Iy-AKHH! Nggak usah pake tenaga dalem juga kali, kak." Desis Haikal kesal ketika merasakan perih pada punggungnya.
Juna berhenti sejenak. Ah, sepertinya tadi ia khilaf. Memang tak memaki sih, tapi jari-jarinya tadi tak sengaja kelepasan menggores koin secara kasar pada punggung Haikal. "Sorry," kata Juna sedikit merasa bersalah.
Haikal yang kepalang kesal hanya berdehem untuk menyahuti ucapan kakaknya. Ia malah memejamkan mata menikmati kerokan si sulung dan sesekali bersendawa. Badannya juga terasa lebih nyaman ketimbang tadi. Sementara Juna yang masih menggerakkan tangannya itu hanya menggeleng heran pada tingkah Haikal. Dasar.
MOS.
Masa Orientasi Siswa.
Setiap mendengar kata tersebut diucapkan, kadang terbesit sebuah pertanyaan di benak Arjuna. Apasih gunanya MOS? Kalau tak salah, katanya diadakan untuk menyambut kedatangan para peserta didik baru. Menyambut? Menyambut yang seperti apa maksudnya? Hanya duduk diam di dalam ruangan dan mendengarkan kata sambutan selamat datang? Mimpi saja sana.
Sekadar pemberitahuan saja, cara penyambutan yang diwakilkan oleh OSIS di sekolahnya itu tak seindah yang dibayangkan. Katanya kegiatan outdoor itu seru? Kalau orangnya tipe seperti Haikal, Juna akui memang akan terasa menyenangkan karena kegiatan di luar ruangan.
Tapi jika tipe orangnya seperti dirinya. Cih! Jangan harap dapat merasakan keseruan yang dimaksud. Sebab, Juna hanya merasakan lelah jiwa raga selama 3 hari karena kegiatan tersebut. Dirinya tak suka cuacanya... panas! Belum lagi harus melakukan ini itu yang disuruh panitia, jika tak sesuai dengan keinginannya maka akan diberi sangsi yang kejam atau sangsi yang bisa mempermalukan diri sendiri.
Berbicara soal MOS, Juna jadi teringat salah satu adiknya yang kelakuannya mirip Bang Toyib itu. Sudah ia pastikan jika Haikal lelah raganya. Sebab setelah megikuti kegiatan qurban kemarin, pagi tadi Haikal langsung mendapat teror berupa rentetan pesan dari Dewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang kebetulan bertemu, lalu berteman untuk bermain bersama. Tak masalah, wajar saja orang-orang di luar sana mengira begitu. Sebab, 4 remaja laki...