51 » Keponakan Tersayang

6.6K 1.7K 183
                                    

Happy reading

...

Nanda rasa, menjemput Wawan sepulang sekolah dan mengajaknya mampir sebentar ke warung bakso yang biasa di singgahi Haikal bukanlah hal yang buruk. Alasan yang Nanda berikan sederhana, yaitu untuk merayakan hari terakhir MOS si adik.

Padahal alasan aslinya karena Nanda sedang menghindari tamu yang singgah di rumahnya. Menurut informasi yang Nanda dapatkan dari Bunda Wendy, tamu tersebut sudah singgah sejak pukul 11 siang dan sangat menantikan kepulangannya.

"Aa' Nanda kenapa, kok mukanya ditekuk?"

Helaan napas lelah dari laki-laki bernama Nanda keluar begitu saja, saat dirinya dilontari pertanyaan dari remaja berseragam putih biru yang duduk di depannya, Wawan.

"Nggak apa-apa, dek." Nanda menggelengkan kepalanya pelan, lalu merubah posisi duduk menyandarnya menjadi tegak.

Sebisa mungkin, ia menghindari netra si adik yang terfokus padanya. Khawatir. Sorot matanya memancarkan kekhawatiran yang sangat jelas terlihat. Ternyata peka juga ya, adiknya ini.

"Aa' Nanda yakin nggak apa-apa?" tanya Wawan memastikan.

Nanda menoleh pada si adik dan menatapnya teduh. Ia menjawab, "Iya, dek. Aa' nggak apa-apa."

Jujur, sebenarnya Nanda merasa tak baik-baik saja. Bukannya sok kuat ya, hanya saja dirinya tak mau membuat Wawan khawatir. Baginya, membuat si bungsu khawatir sama halnya dengan memberi beban pikiran.

Lagi pula, Nanda hanya merasa sedikit terguncang. Itu saja. Tak ada hal yang serius. Dan penyebab dirinya merasa terguncang, tak lain karena sosok laki-laki dewasa yang katanya akan menginap selama 3 hari di rumah.

Om Agung. Kakak laki-laki ayah yang sangat Nanda waspadai karena suatu hal di masa lampau. Ia masih ada sedikit dendam kesumat pada Om Agung. Pokoknya kalau Nanda melihat omnya yang satu itu, ia merasa ingin mendoakan yang jelek-jelek padanya.

Sangat berbanding dengan Tante Yolanda. Adik perempuan ayah yang tinggal di Bandung bersama anak semata wayangnya yang baru berumur 12 tahun. Setiap Nanda melihat sosok Tante Yolanda rasanya seperti melihat bidadari, walaupun masih cantik Bunda Wendy. Yah... meskipun terlihat seperti bidadari, tapi kelakuannya mirip seperti Haikal. Tapi setidaknya, Tante Yolanda tak seperti Om Agung.

"Oh iya, tadi ada kakak kelas yang nitip salam ke Aa', lho."

Nanda menautkan kedua alisnya, "Siapa?"

"Cewek. Tapi aku nggak kenal," Wawan menunduk sambil mengerutkan kedua alisnya ke tengah, "terus dia minta nomor telepon aku juga."

"Kamu kasih nggak?" tanya Nanda penasaran.

Wawan menggeleng sebagai jawaban. "Aku bilang aja kalau nggak hafal."

Meski samar, Nanda menyunggingkan senyuman. Katakanlah ia bangga pada si bungsu karena tak sembarangan memberikan nomor telepon. 

"Ceweknya cantik nggak, dek?"

"Biasa aja. Cantikan juga Kak Ningsih."

"Lho? Kok kamu bisa kenal sama Ningsih?" Kening Nanda berkerut. Tunggu... kapan dan bagaimana Wawan bisa mengenal Ningsih?! Seingatnya, semenjak Wawan menjadi anggota keluarga baru di rumahnya, belum ada satupun teman-teman komplek yang bertemu dengannya. Bahkan Ningsih sekalipun.

"Itu... Anu, sebenarnya aku lihat foto kak Juna bareng cewek di layar smartphonenya kak Juna yang retak." Irawan buru-buru memberikan sanggahan sambil menggosok leher belakangnya. 

Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang